Hari Cerah untuk Indonesia: Dolar Ambruk, Ekonomi AS Sedang Goyang
Memasuki perdagangan hari ini, Kamis (4/12/2025), pelaku pasar akan mencermati berbagai rilis data dan perkembangan ekonomi global di tengah pelemahan terbaru indeks dolar AS dan sinyal perlambatan pasar tenaga kerja Amerika Serikat.
Di dalam negeri, sentimen masih terbatas, namun stabilitas IHSG dan pergerakan rupiah yang relatif terjaga memberikan ruang bagi pasar keuangan Tanah Air untuk bergerak positif.
Berikut rangkuman sejumlah sentimen dari dalam maupun luar negeri yang akan turut memengaruhi pergerakan IHSG, rupiah, hingga pasar obligasi pada hari ini:
Tenaga Kerja AS Melemah, ADP Catat Penurunan Payrolls di November
Pelaku pasar hari ini akan mencermati laporan ketenagakerjaan Amerika Serikat setelah data ADP National Employment Report menunjukkan pelemahan yang tidak terduga. Laporan tersebut mencatat bahwa lapangan kerja swasta AS turun 32.000 pada November, berbalik arah dari revisi kenaikan 47.000 pada Oktober. Angka ini jauh di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan sekitar 10.000 pekerjaan.
Laporan ADP ini disusun bersama Stanford Digital Economy Lab dan kerap menyimpang dari data resmi pemerintah AS. Namun, rilis terbaru ini memperkuat indikasi bahwa aktivitas perekrutan di sektor swasta mulai melemah di tengah meningkatnya ketidakpastian ekonomi. Data ini juga menjadi sinyal ekonomi AS mulai digoyang dampak tarif dan ketidakpastian.
Sementara itu, Departemen Tenaga Kerja AS (BLS) diperkirakan akan merilis laporan ketenagakerjaan yang telah tertunda pada 16 Desember, setelah penundaannya akibat penutupan pemerintahan federal.
Data tersebut nantinya akan mencakup angka lapangan kerja di sektor non pertanian untuk Oktober, meski tingkat pengangguran bulan tersebut tidak akan pernah diketahui karena survei rumah tangga gagal dikumpulkan selama shutdown terpanjang dalam sejarah AS.
Di tengah ketidakpastian ini, klaim tunjangan pengangguran pekan lalu masih mencerminkan pola "no hire, no fire", di mana perusahaan menahan diri untuk merekrut maupun melakukan PHK besar-besaran. Banyak yang menilai ketidakpastian terkait kebijakan tarif dan kondisi bisnis membuat pasar tenaga kerja AS berada dalam kondisi stagnan.
Sebelumnya, ekonomi AS tercatat menambah 119.000 pekerjaan pada September, sementara tingkat pengangguran naik ke level tertinggi empat tahun di 4,4%, menunjukkan adanya tekanan yang terus meningkat di pasar tenaga kerja.
Indeks Dolar AS Terjun ke Level Terendah dalam Sebulan
Indeks dolar Amerika Serikat (DXY) melemah tajam pada perdagangan Rabu (3/12/2025). Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap enam mata uang utama dunia tersebut bahkan sempat menyentuh level 98,932, menjadi posisi terendah sejak 29 Oktober 2025 atau dalam satu bulan terakhir, berdasarkan data Refinitiv.
Pelemahan ini dipicu oleh semakin kuatnya ekspektasi pasar bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga pada pertemuan FOMC 10 Desember mendatang. Berdasarkan CME FedWatch Tool, probabilitas pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin kini mencapai 88%, melonjak signifikan dibandingkan pekan lalu.
Ekspektasi pelonggaran kebijakan ini mendorong pelaku pasar untuk meningkatkan minat risiko dan mengurangi eksposur terhadap aset berdenominasi dolar. Kondisi tersebut membuka peluang mengalirnya dana ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Dengan melemahnya dolar AS, rupiah berpotensi mendapatkan dorongan penguatan dalam waktu dekat, terutama jika sentimen eksternal tetap mendukung.
Purbaya Desak OJK & BEI Bereskan Saham Gorengan dalam 6 Bulan
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa pemerintah siap memberikan insentif fiskal untuk mendorong pertumbuhan investor ritel di pasar saham Indonesia.
Namun, sebelum insentif itu digulirkan, ia meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) terlebih dahulu melakukan pembenahan terhadap praktik perdagangan saham gorengan yang berpotensi merugikan investor kecil.
Purbaya menegaskan bahwa otoritas pasar modal memiliki waktu enam bulan untuk menunjukkan langkah konkret dalam menindak pihak-pihak yang melakukan manipulasi harga. Ia ingin melihat adanya sanksi nyata bagi pelaku penggorengan saham sebelum pemerintah mengeluarkan bentuk insentif apa pun.
"Kalau kita lihat 6 bulan, lengkapin enggak? Ada yang dihukum atau enggak? nanti kita lihat. Kalau ada action yang clear bahwa penggoreng saham itu dikenakan sanksi, baru kita kasih insentif ke investor," ujar Purbaya dalam Financial Forum 2025 yang diselenggarakan CNBC Indonesia di Main Hall BEI, Rabu (3/12/2025).
Menurutnya, memberi insentif kepada investor ritel di tengah pasar yang masih dipenuhi saham gorengan justru dapat menimbulkan risiko besar dan merugikan mereka. Purbaya menilai pembenahan pasar modal menjadi prioritas penting agar investor pemula dapat berinvestasi dengan lebih aman.
"Karena saya takut saya kalau ngasih ke investor retail dalam keadaan sekarang mereka masuk ke tempat yang agak bahaya buat mereka tapi kalau sudah diberesin ya sudah kalau ekonominya bagus memang baik terus ke depan investasi di saham adalah investasi yang menarik sekali," lanjutnya.
OJK Susun Kebijakan Free Float Saham yang Baru
OJK terus memperkuat upaya peningkatan jumlah saham beredar di publik (free float) guna mendorong likuiditas pasar modal Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon, Inarno Djajadi, mengungkapkan bahwa OJK saat ini tengah menyusun kebijakan free float yang baru, khususnya terkait perhitungan jumlah saham beredar saat pencatatan perdana (IPO).
Inarno menjelaskan bahwa skema baru ini akan hanya memperhitungkan saham yang ditawarkan kepada publik, sekaligus mengecualikan pemegang saham pre-IPO dalam perhitungan free float. Langkah tersebut dinilai lebih sejalan dengan filosofi free float sebagai saham yang benar-benar dapat diperdagangkan publik, sehingga diharapkan dapat meningkatkan likuiditas pasar.
Selain itu, perusahaan yang baru tercatat nantinya akan wajib mempertahankan minimal free float selama 1 tahun setelah IPO. OJK menyebut aturan ini sebagai bagian dari penyusunan kebijakan free float yang akan menjadi fondasi continuous obligation bagi emiten baru maupun lama.
Di sisi lain, OJK bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) juga tengah memfinalisasi penyesuaian Peraturan I-A, yang akan memuat detail teknis dari kebijakan free float terbaru. Dalam proses ini, sejumlah faktor turut dipertimbangkan, antara lain peningkatan likuiditas, besaran kapitalisasi pasar (market cap), minat dan peran investor, serta daya serap pasar. Keseluruhan aspek tersebut dinilai penting untuk menjaga minat korporasi domestik untuk go public.
Terkait masa transisi, OJK menegaskan bahwa:
- Untuk emiten baru (IPO): masa transisi mempertahankan free float minimal adalah 1 tahun, sementara penyesuaian kewajiban berkelanjutan (continuous obligation) diberikan waktu 4 tahun.
- Untuk emiten yang sudah tercatat: masa transisi penyesuaian continuous obligation ditetapkan selama 3 tahun.
Kebijakan baru ini diharapkan dapat memperbaiki struktur likuiditas pasar modal Indonesia, meningkatkan daya tarik bagi investor, serta memperkuat kepercayaan publik terhadap kualitas saham yang diperdagangkan.
(evw/evw)