Ekonomi Dunia Diramal Suram Tapi IHSG Tetap Punya Tenaga untuk Terbang
Memasuki perdagangan hari ini, Rabu (3/12/2025), pelaku pasar masih akan dibayangi euforia setelah IHSG kembali mencetak rekor penutupan tertinggi sepanjang masa di level 8.617,04 pada perdagangan kemarin.
Sejumlah sentimen dari dalam dan luar negeri diperkirakan akan membayangi IHSG hingga rupiah hari ini. Dari luar negeri, sentimen datang dari proyeksi pertumbuhan ekonomi dari OECD serta data Amerika Serikat.
Secara teknikal, IHSG masih memiliki ruang untuk melanjutkan penguatan, yang terlihat dari indikator Moving Average Convergence Divergence (MACD) yang histogramnya masih terbuka lebar.
Sebagai catatan, MACD adalah indikator momentum yang mengukur arah tren dan kekuatan pergerakan harga. Histogram yang melebar menunjukkan momentum bullish yang masih kuat.
Namun demikian, kenaikan IHSG kemarin menyisakan GAP di rentang 8.553-8.564. Dalam analisis teknikal, GAP biasanya cenderung ditutup kembali di kemudian hari, sehingga meski tren penguatan masih dominan, IHSG tetap menyimpan risiko melakukan pullback untuk mengisi area tersebut.
Meski begitu, kapan GAP akan ditutup tidak dapat dipastikan karena pergerakan harga sangat bergantung pada sentimen pasar.
Saat ini, area 8.500-8.480 menjadi zona support kuat bagi IHSG.
Foto: TradingViewTeknikal IHSG |
Dengan momentum kenaikan yang masih kuat, pasar keuangan Tanah Air diharapkan dapat melanjutkan pergerakan positif, meski sentimen domestik relatif terbatas.
Berikut rangkuman sejumlah sentimen dari dalam maupun luar negeri yang akan turut mempengaruhi pergerakan IHSG, rupiah, hingga pasar obligasi pada hari ini:
Jelang Rilis Neraca Dagang September AS
Amerika Serikat dijadwalkan merilis data neraca perdagangan periode September 2025 pada hari ini, Rabu (3/12/2025). Rilis ini menjadi salah satu fokus utama pelaku pasar global mengingat volatilitas perdagangan AS sepanjang tahun ini masih sangat dipengaruhi kebijakan tarif impor yang diberlakukan pemerintahan Presiden Donald Trump.
Sebagai pembanding, data terakhir menunjukkan bahwa defisit perdagangan AS pada Agustus 2025 turun hampir 24%, setelah pemerintah menerapkan tarif luas yang menekan masuknya barang impor. Departemen Perdagangan AS melaporkan bahwa defisit turun menjadi US$59,6 miliar pada Agustus, dari US$78,2 miliar pada Juli.
Penurunan defisit tersebut terjadi karena impor AS anjlok 5% menjadi US$340,4 miliar, seiring perusahaan-perusahaan menarik rem setelah sebelumnya melakukan stockpiling besar-besaran sebelum tarif tambahan diberlakukan pada 7 Agustus. Sementara itu, ekspor AS hanya naik tipis 0,1% menjadi US$280,8 miliar.
Trump sebelumnya mengecam defisit perdagangan yang tinggi dan menganggapnya sebagai bukti bahwa negara lain mengambil keuntungan dari Amerika Serikat. Kebijakan tarif besar-besaran yang menyasar berbagai produk mulai dari baja, tembaga, hingga otomotif yang mana telah mengubah arah kebijakan perdagangan AS dan meningkatkan ketidakpastian global.
Meski defisit menurun pada Agustus, secara kumulatif defisit perdagangan AS sepanjang Januari-Agustus 2025 justru meningkat tajam. Total defisit tercatat US$713,6 miliar, melonjak 25% dibandingkan periode yang sama pada 2024 yang sebesar US$571,1 miliar.
Rilis data September hari ini akan menjadi acuan penting untuk melihat apakah penurunan defisit pada Agustus merupakan titik balik, atau hanya jeda sementara di tengah tekanan ekonomi global dan tarif impor yang masih berjalan.
BI Akan Tambah Likuiditas Renminbi & Ringgit di Dalam Negeri
Meningkatnya transaksi perdagangan internasional tanpa menggunakan dolar Amerika Serikat mendorong Bank Indonesia (BI) memperkuat pasokan valuta asing non-dolar di dalam negeri, terutama renminbi China (yuan) dan ringgit Malaysia.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menuturkan bahwa tren ini sejalan dengan pemanfaatan skema local currency transaction (LCT) yang semakin intens antara Indonesia dan mitra dagang utama seperti China dan Malaysia.
Hingga Oktober 2025, nilai transaksi LCT telah mencapai setara US$20 miliar, melonjak 124,71% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (US$8,9 miliar). Jumlah pengguna LCT juga melonjak signifikan, dari hanya 101 pelaku pada 2018 menjadi 8.945 pengguna, atau meningkat sekitar 8.756%.
"Transaksi LCT kita terus naik pesat, terutama dengan China dan Malaysia. Itu sebabnya kita harus punya pasar renminbi di domestik dan memperbanyak suplai ringgit Malaysia," ujar Destry dalam Rapimnas Kadin Indonesia, Selasa (2/12/2025).
Destry menjelaskan bahwa tingginya permintaan renminbi membuat banyak importir terpaksa mencari pasokan yuan ke Hong Kong. BI menilai kondisi ini tidak ideal sehingga likuiditas renminbi harus diperkuat di pasar dalam negeri.
"Kami akan menambah likuiditas renminbi. Kami sedang membuka kerja sama dengan PBoC, karena banyak importir kita mencari renminbi ke Hong Kong, dan itu yang tidak kita inginkan. Kita ingin menyediakan pasokan tersebut di domestik," lanjutnya.
Untuk mendukung hal tersebut, BI tengah memperdalam likuiditas valas non-dolar melalui berbagai kebijakan, termasuk kerja sama bilateral dengan People's Bank of China (PBoC) melalui bilateral cross currency swap serta perluasan instrumen operasi moneter valas. Upaya ini diharapkan dapat memfasilitasi pertumbuhan LCT yang semakin pesat sekaligus menjaga stabilitas pasar valas nasional.
Pemerintah Dorong Bank HIMBARA Dukung Pembiayaan Program MBG
Pemerintah melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) akan mendorong perbankan BUMN yang tergabung dalam HIMBARA untuk menyediakan pembiayaan bagi percepatan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Chief Executive Officer Danantara, Rosan Roeslani, menjelaskan bahwa pendanaan program ini akan melibatkan seluruh bank HIMBARA sejak tahap awal implementasi.
"Saat ini pendanaan dari awal akan disediakan oleh bank Himbara untuk MBG ini," ujar Rosan di Jakarta, Selasa (2/12/2025).
Dukungan tersebut sejalan dengan kerja sama antara Badan Gizi Nasional (BGN), Danantara, dan HIMBARA melalui Nota Kesepahaman (MoU) untuk mempercepat pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Pembiayaan ini ditujukan untuk membantu mitra dalam mendirikan fasilitas SPPG serta mempercepat realisasi program MBG, termasuk di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
"Pendanaan bisa diberikan di seluruh Indonesia, baik oleh Bank Mandiri, BNI, BRI, maupun Bank Syariah Indonesia. Terutama untuk wilayah 3T," jelas Rosan.
Kepala BGN Dadan Hindayana menambahkan bahwa kebutuhan pembiayaan menjadi aspek krusial untuk menuntaskan pembangunan lebih dari 14.000 SPPG yang sedang dipersiapkan. Ia menargetkan seluruh fasilitas dapat rampung pada akhir Desember 2025. Dadan juga menekankan bahwa percepatan program MBG membutuhkan kolaborasi lintas lembaga, karena ketergantungan pada APBN tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan pendanaan.
Kerja sama ini merupakan lanjutan dari kolaborasi BGN dan HIMBARA yang telah berjalan sejak 2024, dan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pelaku usaha, perekonomian nasional, serta masyarakat luas.
OECD Ingatkan Pertumbuhan Ekonomi Melambat di 2026, RI Terbang
Lembaga The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan melambat dari 3,2% pada 2025 menjadi 2,9% pada 2026 dan kemudian sedikit menguat menjadi 3,1% pada 2027.
Aktivitas ekonomi dalam jangka pendek diperkirakan melemah karena tarif efektif yang lebih tinggi secara bertahap berdampak pada investasi dan perdagangan, di tengah ketidakpastian geopolitik dan kebijakan yang terus berlanjut.
Pertumbuhan diperkirakan kembali menguat pada akhir 2026 seiring memudarnya dampak tarif, membaiknya kondisi keuangan, dan rendahnya inflasi yang mendorong permintaan, dengan negara-negara Asia emerging tetap menjadi kontributor utama pertumbuhan global.
OECD juga menjelaskan perekonomian global terbukti lebih tangguh dari yang diperkirakan tahun ini, didukung oleh kondisi keuangan yang membaik, meningkatnya investasi dan perdagangan terkait AI, serta kebijakan makroekonomi. Namun, kerentanan mendasar semakin meningkat.
Pasar tenaga kerja menunjukkan tanda-tanda awal pelemahan meskipun tingkat pengangguran OECD tetap stabil di 4,9%, dengan jumlah lowongan kerja turun di bawah rata-rata 2019 di banyak negara dan kepercayaan yang melemah.
Risiko terhadap prospek ekonomi tetap signifikan, termasuk potensi bertambahnya hambatan perdagangan, kemungkinan koreksi tajam harga risiko di pasar keuangan yang bisa diperburuk oleh tekanan di lembaga keuangan non-bank yang memiliki leverage tinggi dan pasar kripto yang volatil.
Kekhawatiran fiskal yang berkepanjangan dapat memicu kenaikan lebih lanjut pada imbal hasil obligasi jangka panjang, yang dapat memperketat kondisi keuangan dan meningkatkan beban pembayaran utang, sehingga berpotensi menekan pertumbuhan ekonomi.
Untuk Indonesia, OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional akan mencapai 5,0% pada 2025 dan 2026. Angka ini lebih baik dibandingkan proyeksi September di 4,9% pada 2025 dan 2026.
Financial Forum 2025
CNBC Indonesia akan menghadirkan Financial Forum bertema "Penguatan Sistem Keuangan Indonesia" di Main Hall, Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta. Acara ini diselenggarakan pada Rabu, 3 Desember 2025, pukul 13.00-17.20 WIB.
Hadir sebagai kolaborasi antara otoritas moneter, sektor jasa keuangan, hingga lembaga penjamin sangat krusial, terutama dalam menghadapi risiko sistemik, menjaga kepercayaan pasar, serta mendorong inovasi dengan memprioritaskan prinsip kehati-hatian.
Forum ini hadir sebagai ruang diskusi yang mempertemukan para pemangku kepentingan utama. Forum ini berfungsi menggali solusi, merumuskan strategi kolaboratif, serta memastikan implementasi UU P2SK berjalan efektif.
Melalui dialog yang konstruktif, Financial Forum diharapkan memperkuat ketahanan sistem keuangan nasional agar mampu menghadapi dinamika global sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Acara ini akan dihadiri oleh tokoh-tokoh penting yang akan mengupas tuntas soal implementasi P2SK berjalan efektif untuk memperkuat stabilitas sistem keuangan.
(evw/evw)
Foto: TradingView