MARKET DATA

Terungkap! Ini Alasan BI Mau Tambah Pasokan Yuan & Ringgit di RI

Arrijal Rachman ,  CNBC Indonesia
02 December 2025 12:05
Mata uang Rupiah, Yuan, dan Won. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Mata uang Rupiah, Yuan, dan Won. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Makin maraknya transaksi perdagangan internasional tanpa menggunakan dolar Amerika Serikat atau AS membuat Bank Indonesia (BI) kini berupaya menambah pasokan valuta asing berdenominasi lain di Indonesia, seperti renminbi China, hingga ringgit Malaysia.

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengatakan maraknya penggunaan valas non dolar itu disebabkan makin intensnya pemanfaatan transaksi penggunaan mata uang lokal atau local currency transaction antara Indonesia dengan mitra dagang utama, seperti China.

Sampai dengan Oktober 2025, nilai transaksi LCT setara dengan US$ 20 miliar atau meningkat hingga 124,71% dibanding bulan yang sama pada tahun lalu sebesar US$ 8,9 miliar. Adapun jumlah pengguna LCT meningkat hingga sekitar 8.756% dari 2018 101 pengguna, menjadi 8.945 pengguna.

"Untuk LCT ini transaksi kita terus naik pesat khususnya dengan China dan Malaysia. Ini yang kenapa kita harus punya pasar renminbi di domestik dan juga kita harus terus perbanyak juga supply Malaysia ringgit yang ada di domestik," kata Destry dalam acara Rapimnas Kadin Indonesia, Jakarta, dikutip Selasa (2/12/2025).

Destry menyatakan, kondisi ini yang membuat BI ingin memperdalam likuiditas valas non dolar, khusus renminbi di dalam negeri. Caranya dengan berbagai kesepakatan kebijakan bilateral bersama Bank Sentral China atau People's Bank of China (PBoC) seperti bilateral cross swap agreement hingga memperluas instrumen operasi moneter valas.

"Bahkan nanti kami akan tambah likuiditas di renminbi (yuan). Jadi kami coba membuka nanti kerja sama dengan PBoC karena dalam kenyataannya banyak dari importir kita cari renminbi ke Hong Kong misalnya, ini yang kita enggak mau, kita mau provide itu di pasar domestik," tutur Destry.

"Kemudian kita juga akan terus ekstensifikasi yaitu perluasan kerja sama dengan negara mitra baru, yang sudah di pipeline Singapura dan kemudian India," tegasnya.

Destry menegaskan, selain LCT, pemanfaatan valas non-dolar juga saat ini telah membuat peningkatan pesat transaksi valas di indonesia. Pada 2020, atau lima tahun lalu jumlah transaksi valas hanya US$ 4,8 miliar, tapi posisi sekarang di Oktober 2025 sudah mencapai US$ 9,9 miliar.

"Jadi makin dalam tentunya kita harap volatilitasnya makin kecil di pasar uang kita," ujar Destry.

(haa/haa)


Most Popular