MARKET DATA

Rupiah Kalah Saing dari Hampir Semua Mata Uang Asia, Seburuk Itu?

Elvan Widyatama,  CNBC Indonesia
01 December 2025 08:05
INFOGRAFIS, RI RESESI? Ini Mata Uang Yang Bisa Jadi Investasi
Foto: Infografis/Seandainya RI Resesi/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Performa rupiah sepanjang tahun berjalan masih berada dalam tekanan terhadap hampir seluruh mata uang Asia.

Melansir data Refinitiv, hingga penutupan perdagangan terakhir November 2025, rupiah tercatat melemah cukup dalam terhadap beberapa mata uang Asia, mulai dari mata uang negara Timur Tengah, Asia Tengaha, hingga negara-negara ASEAN.

Tekanan ini menunjukkan bahwa pelemahan rupiah bukan hanya dipengaruhi penguatan dolar AS, tetapi juga kompetisi nilai tukar regional yang semakin ketat di tengah perbaikan ekonomi beberapa negara Asia.

Tekanan dari Mata Uang Timur Tengah 

Sejumlah mata uang kawasan Timur Tengah dan Asia Tengah mencatat penguatan tajam terhadap rupiah sepanjang tahun. Kinerja rupiah terhadap mata uang-mata uang ini menunjukkan tren pelemahan yang cukup dalam dan konsisten sejak awal tahun.

Pound Suriah (SYP) tercatat menjadi mata uang yang memberikan tekanan terbesar. Rupiah melemah dari posisi Rp1,24/SYP di awal tahun menjadi Rp1,51/SYP pada 28 November 2025, menandai depresiasi sangat tajam sebesar 21,77%.

Kondisi ini diikuti oleh Tajikistani Somoni (TJS), di mana rupiah juga jatuh cukup dalam dari Rp1.469/TJS menjadi Rp1.789/TJS, atau melemah 21,75% sepanjang tahun berjalan.

Tekanan tidak berhenti di situ. Rupiah turut melemah terhadap Israeli Shekel (ILS), yang nilai tukarnya bergeser dari Rp4.416/ILS ke Rp5.107/ILS, merefleksikan pelemahan 15,82%. Mata uang Uzbekistan Som (UZS) juga membuat rupiah tertekan, dengan kurs yang naik dari Rp1.246/UZS menjadi Rp1.392/UZS, setara depresiasi 11,71%.

Bahkan terhadap Afghan Afghani (AFN), yang volatilitasnya umumnya lebih kecil, rupiah tetap mencatat pelemahan dari Rp228/AFN menjadi Rp250/AFN, atau turun 9,98%.

Meski negara-negara ini bukan mitra dagang utama Indonesia, pelemahan yang seragam terhadap seluruh mata uang tersebut menunjukkan bahwa tekanan rupiah bersifat luas.

Hal ini mengindikasikan bahwa nilai tukar rupiah tidak hanya tertinggal dari mata uang besar atau negara tetangga, tetapi juga dari sejumlah mata uang emerging markets yang kurang memiliki hubungan ekonomi langsung dengan Indonesia.

Rupiah Keok Lawan Ringgit Malaysia Hingga Mata Uang Asia Lainnya 

Selain tekanan dari Timur Tengah dan Asia Tengah, rupiah juga menghadapi pelemahan signifikan terhadap mata uang Asia Tenggara dan Asia Timur. Yang paling mencolok adalah depresiasi terhadap Ringgit Malaysia (MYR), rival yang paling dekat dan paling sering dibandingkan kinerjanya.

Sepanjang 2025, rupiah melemah 12,16% terhadap ringgit, bergerak dari Rp3.591/MYR menjadi Rp4.033/MYR per 28 November 2025.

Bahkan pada 11 November 2025, ringgit menyentuh Rp4.011/MYR, level terkuatnya terhadap rupiah dalam 17 tahun, atau sejak 2007. Penguatan ringgit ini dipengaruhi kombinasi faktor eksternal dan domestik. Mulai dari stabilnya surplus perdagangan Malaysia, derasnya arus modal asing, serta persepsi ketahanan fiskal Malaysia yang lebih kuat dibanding sejumlah negara emerging markets lain.

Dari sisi dalam negeri, tekanan rupiah terhadap ringgit juga diperparah oleh kenaikan utang luar negeri Indonesia berdenominasi ringgit. ULN MYR tercatat naik 7,4%, dari US$162 juta menjadi US$174 juta per akhir September. Kenaikan ULN dalam mata uang yang sedang menguat membuat tekanan depresiasi terhadap rupiah semakin besar.

Selain ringgit, rupiah juga melemah tajam terhadap baht Thailand (THB). Kurs rupiah terhadap baht bergerak dari Rp466/THB menjadi Rp517/THB, atau melemah 10,8%. Pemulihan pariwisata Thailand dan stabilnya aliran modal asing ke pasar finansialnya membuat baht tampil sebagai salah satu mata uang terkuat di kawasan.

Sentimen serupa terjadi pada dolar Singapura (SGD). Rupiah melemah 9,06%, dari Rp11.775/SGD menjadi Rp12.836/SGD. Sebagai hub keuangan global, Singapura menjadi tujuan aman bagi investor saat volatilitas meningkat, sehingga SGD menjadi salah mata uang 'safe haven' di Asia.

Pelemahan rupiah juga tercermin pada dolar Brunei (BND), yang pergerakannya sejalan dengan SGD.

Kurs rupiah melemah dari Rp11.778/BND menjadi Rp12.837/BND, atau turun 9,02%. Sementara itu, terhadap dolar Taiwan (TWD), rupiah juga terkoreksi dari Rp490/TWD menjadi Rp530/TWD, atau melemah 8,39%, seiring derasnya arus modal ke industri semikonduktor Taiwan yang kembali booming pada 2025.

Pelemahan ini menegaskan bahwa kinerja rupiah tidak hanya tertekan oleh dolar AS, tetapi juga kalah bersaing di tingkat Asia. Negara-negara dengan fundamental ekonomi yang lebih stabil, surplus perdagangan kuat, atau arus modal yang lebih terjaga justru mampu mencatat apresiasi nilai tukar yang solid sepanjang tahun.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)


Most Popular