Jakarta, CNBC Indonesia - Bencana banjir bandang kembali menerjang sejumlah wilayah Indonesia khususnya di Sumatra. Deretan banjir yang terjadi pada akhir November 2025 ini kembali menambah panjang daftar bencana hidrometeorologi tahunan Indonesia, meskipun jumlah kejadiannya belum menjadi yang tertinggi.
Sejumlah wilayah di Sumatra, khususnya Sumatra Utara, saat ini tengah dilanda banjir besar setelah hujan ekstrem mengguyur kawasan Tapanuli Raya sejak awal pekan ini.
Dalam dua hari, tepatnya pada Senin hingga Selasa (25/11/2025), air bah menerjang Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, hingga Kota Padang Sidempuan yang memicu banjir bandang yang merusak permukiman, memutus akses jalan, dan memaksa ribuan warga untuk mengungsi.
Di Tapanuli Selatan, bencana ini menjadi yang paling parah. Sedikitnya 2.851 warga terpaksa mengungsi, sementara 8 orang meninggal, 58 luka-luka, dan sejumlah rumah serta infrastruktur dilaporkan rusak.
Sementara itu, di Tapanuli Tengah, banjir merendam 1.902 rumah di sembilan kecamatan, menjadikan wilayah ini salah satu episentrum terdampak paling besar.
Foto: Banjir yang merendam pemukiman warga di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatra Utara, Selasa (25/11). (Dok. BPBD Kabupaten Tapanuli Utara)Banjir yang merendam pemukiman warga di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatra Utara, Selasa (25/11). (Dok. BPBD Kabupaten Tapanuli Utara) |
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut banjir membawa material lumpur, batang pohon, hingga puing bangunan, menunjukkan kuatnya arus air yang melintas dari daerah perbukitan. Evakuasi masih berlangsung, dengan tim gabungan dari Basarnas, TNI, Polri, dan pemerintah daerah dikerahkan ke sejumlah titik terdampak.
BMKG mengonfirmasi bahwa kondisi cuaca ekstrem ini dipicu oleh dua sistem atmosfer aktif, yakni Siklon Tropis KOTO dan Siklon Tropis Senyar, yang meningkatkan suplai uap air dan memicu hujan lebat berjam-jam di wilayah Sumatra bagian utara. Untuk beberapa hari ke depan, potensi hujan sangat lebat, longsor, dan banjir susulan masih perlu diwaspadai.
Namun demikian, tidak hanya Sumatra Utara, ternyata banjir juga dilaporkan terjadi di sejumlah wilayah lain di Sumatra.
Akibat bencana hidrometeorologi yang melanda Kota Padang dan sekitarnya, sejumlah infrastruktur dan rumah warga mengalami kerusakan cukup berat. Tercatat dua rumah hanyut, 61 rumah rusak sedang, 17 rumah rusak ringan, satu unit rumah ibadah rusak ringan, dua titik jalan longsor, serta dua petak sawah rusak berat.
Foto: BPBD Kota Padang dan TIm Gabungan melakukan evakuasi warga di Lokasi Batu Busuk dan Parak Jambu Dadok Tunggul Hitam, Kota Padang. (Tangkapan Layar Video Instagram/pusdalopskotapadang)BPBD Kota Padang dan TIm Gabungan melakukan evakuasi warga di Lokasi Batu Busuk dan Parak Jambu Dadok Tunggul Hitam, Kota Padang. (Tangkapan Layar Video Instagram/pusdalopskotapadang) |
Sementara itu di Aceh, banjir kembali merendam wilayah Kota Langsa, dengan puluhan rumah tergenang dan warga harus dievakuasi ke lokasi yang lebih aman.
Dalam keterangan resminya, BMKG juga menyebutkan bahwa dampak Siklon Tropis Senyar berpotensi memicu cuaca ekstrem di empat provinsi utama di Sumatra, yakni Aceh, Sumatra Utara, Riau, dan Sumatra Barat.
Di tengah situasi yang memburuk, Gubernur Aceh Muzakir Manaf resmi menetapkan status tanggap darurat bencana banjir dan longsor selama 14 hari, terhitung sejak Kamis (27/11/2025). Penetapan ini dilakukan menyusul parahnya dampak bencana di sejumlah kabupaten/kota, termasuk terputusnya jaringan komunikasi serta munculnya korban jiwa. Pemerintah Aceh kini mengerahkan seluruh sumber daya untuk mempercepat evakuasi, distribusi bantuan, dan pemulihan kondisi di wilayah terdampak.
Rentetan bencana banjir ini menunjukkan bahwa banjir masih menjadi bencana hidrometeorologi paling sering terjadi di Indonesia.
Meski kejadian banjir di penghujung 2025 ini belum menjadi yang tertinggi dalam satu dekade terakhir, rangkaian bencana di Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Aceh menambah panjang daftar kejadian yang terus berulang setiap tahun.
Data Bidang Pengelolaan Data dan Sistem Informasi (PDSI), BNPB menunjukkan bahwa dalam rentang 2010 hingga 2025 dengan data terakhir sampai 25 November 2025, banjir masih menjadi salah satu bencana yang paling sering terjadi di Indonesia.
Namun, jumlah korban jiwa tahun ini sangatlah besar yakni 151. Banjir bandang di Sumatra menewaskan lebih dari 62 orang.
Polda Sumatera Utara (Sumut) merilis data terbaru terkait bencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah. Jumlah korban jiwa kembali bertambah dan kini mencapai 62 orang.
Kabid Humas Polda Sumut Kombes Ferry mengatakan total ada 222 korban dalam bencana ini, berdasarkan hasil rekapitulasi terbaru. Dari jumlah tersebut:
62 orang meninggal dunia
13 orang luka berat
82 orang luka ringan
Sepanjang 2025, tercatat sebanyak 1.502 bencana banjir yang menjadikan tahun ini tetap berada dalam level risiko tinggi meskipun belum menyamai puncak banjir pada 2021.
Salah satu tahun terparah terjadi pada 2021, ketika banjir yang melanda berbagai wilayah di Indonesia mencapai 1.794 kejadian dalam setahun. Angka tersebut menjadikan 2021 sebagai tahun dengan frekuensi banjir tertinggi dalam lebih dari satu dekade terakhir.
Tingginya bencana banjir pada 2021 dipengaruhi oleh adanya badai La Nina, kemudian curah hujan ekstrem, serta tingginya kerentanan wilayah terhadap limpasan air dan luapan sungai.
Jika melihat dari sisi korban jiwa, pada 2010 justru menjadi tahun yang paling kelam dengan jumlah korban jiwa yang sangat tinggi. BNPB mencatat 500 korban meninggal dunia akibat banjir pada tahun tersebut atau menjadi yang tertinggi dalam 15 tahun.
Tidak hanya itu, 173 warga dilaporkan hilang yang juga menjadi rekor korban hilang terbanyak di sepanjang pencatatan BNPB.
Dari sisi korban luka, bencana banjir di 2020 mencatatkan jumlah tertinggi dengan total 33.546 warga terluka akibat serangjkaian banjir besar yang melanda di berbagai wilayah provinsi secara bersamaan.
Tahun 2020 juga menjadi salah satu periode dengan kerusakan rumah dan fasilitas sosial terbesar, diikuti oleh 2021 yang masing-masing mencatat 9.463 rumah rusak dan 9.272 rumah terdampak akibat banjir dan luapan sungai di berbagai daerah.
Pada periode tersebut, fasilitas pendidikan menjadi yang paling terdampak dengan kerusakan mencapai 1.137 unit pada 2020 dan 1.125 unit pada 2021. Tingginya kerusakan ini berkaitan dengan banjir besar yang melanda Pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatra secara bersamaan akibat anomali cuaca ekstrem.
Sementara itu, kerusakan pada fasilitas kesehatan juga menunjukkan peningkatan signifikan.
Tahun 2020 mencatat 273 fasilitas kesehatan rusak, tertinggi dalam rentang 2010-2024, menandakan bahwa banjir tidak hanya mengancam keselamatan warga, tetapi juga mengganggu layanan kesehatan dasar di berbagai wilayah.
Adapun fasilitas umum seperti jembatan, jalan, dan sarana publik lainnya mencatat kerusakan terbesar pada 2021, dengan 439 unit terdampak.
Kondisi ini sekaligus menunjukkan bahwa Indonesia belum keluar dari siklus risiko tinggi bencana hidrometeorologi. Dengan frekuensi yang tetap tinggi hingga November 2025, banjir masih menjadi ancaman utama bagi jutaan warga di berbagai provinsi. Apalagi, intensitas hujan ekstrem diprediksi tetap tinggi hingga awal 2026 seiring penguatan anomali cuaca di Samudera Hindia dan Pasifik.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)