Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam beberapa tahun terakhir, pembahasan mengenai saham-saham dengan free float rendah kembali mengemuka di kalangan pelaku pasar modal Indonesia.
Istilah free float mengacu pada proporsi saham suatu perusahaan yang beredar dan diperdagangkan secara bebas oleh publik, tidak termasuk saham yang dimiliki oleh pemegang saham pengendali, institusi tertentu, ataupun pihak internal.
Di tengah dinamika pasar yang kian kompleks, rendahnya free float sering dianggap sebagai salah satu faktor yang membuat sebuah saham lebih mudah mengalami volatilitas ekstrem dan rentan terhadap praktik pengendalian harga atau yang dikenal luas dengan istilah "goreng saham".
Saham dengan tingkat free float yang rendah umumnya memiliki jumlah lembar saham publik yang terbatas di pasar. Kondisi ini menyebabkan likuiditas perdagangan menjadi relatif kecil.
Dalam keadaan seperti ini, perubahan harga dapat terjadi secara drastis hanya dengan transaksi bernilai tidak terlalu besar. Para analis menjelaskan bahwa ketika likuiditas rendah, pelaku pasar tertentu dapat lebih mudah menggerakkan harga saham ke atas maupun ke bawah karena penawaran dan permintaan tidak tersebar secara merata.
Di sinilah potensi praktik pengendalian harga dapat terjadi. Pihak-pihak tertentu bisa memanfaatkan minimnya pasokan saham di pasar untuk menciptakan ilusi permintaan dan kenaikan harga yang signifikan.
Pola seperti ini kerap kali memicu minat investor ritel, terutama mereka yang tidak melakukan analisis mendalam, sehingga berbondong-bondong membeli saham tersebut. Setelah harga naik ke level tertentu, penggerak awal dapat melepas sahamnya dalam jumlah besar dan meninggalkan investor lain menghadapi penurunan harga secara tajam.
Regulator pasar modal Indonesia juga telah berulang kali mengingatkan bahwa free float yang ideal sangat penting untuk membangun pasar yang sehat dan efisien.
Bursa Efek Indonesia (BEI) sendiri menerapkan aturan batas minimal free float sebesar 7,5% dari total saham tercatat untuk menjaga tingkat likuiditas yang memadai. Meski demikian, masih terdapat saham-saham yang meski memenuhi batas minimal tersebut, namun secara praktik masih tergolong memiliki peredaran saham publik yang rendah, sehingga tetap dianggap berisiko tinggi dari sisi volatilitas harga.
Dalam konteks edukasi investor, pemahaman mengenai free float menjadi komponen penting dalam menilai karakteristik suatu saham. Tingginya volatilitas pada saham dengan free float rendah bukan hanya mencerminkan risiko pasar, tetapi juga potensi adanya praktik manipulatif yang bisa merugikan investor yang tidak berhati-hati.
Oleh karena itu, para analis menyarankan agar investor tidak hanya memperhatikan kinerja fundamental perusahaan, tetapi juga memeriksa struktur kepemilikan saham dan tingkat likuiditasnya sebelum mengambil keputusan investasi.
Fenomena saham free float rendah yang mudah digerakkan ini menunjukkan bahwa dinamika pasar modal Indonesia masih membutuhkan penguatan dari sisi transparansi dan literasi keuangan.
Di tengah meningkatnya partisipasi investor ritel, terutama generasi muda, pemahaman yang komprehensif mengenai mekanisme pasar menjadi kunci untuk menciptakan ekosistem investasi yang lebih sehat, stabil, dan berkelanjutan.
Berikut deretan saham yang memiliki free float rendah yang rentan mudah untuk digoreng.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)