Jakarta, CNBC Indonesia - Kepemilikan perbankan atas Surat Berharga Negara (SBN) justru meningkat setelah pemerintah menyuntikkan likuiditas sebesar Rp200 triliun ke perbankan pelat merah.
Seperti diketahui, pemerintah melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah menyuntikan stimulus senilai Rp200 triliun kepada bank - bank himbara dengan porsi yang berbeda dengan tujuan untuk
Bank Mandiri, PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan PT Bank Negara Indonesia (BNI) menjadi tiga penerima terbesar, masing-masing memperoleh sekitar Rp55 triliun. Sementara itu BTN mendapatkan alokasi sekitar Rp25 triliun, dan Bank Syariah Indonesia (BSI) menerima sekitar Rp10 triliun.
Dana ini dimaksudkan untuk memperkuat kemampuan penyaluran kredit, serta menjaga momentum pemulihan ekonomi, hingga memastikan likuiditas perbankan tetap terjaga. Namun, Purbaya juga menegaskan bahwa dana ini diperuntukan untuk memutarkan ekonomi riil melalui penyaluran kredit dan tidak diperbolehkan untuk dibelikan surat utang pemerintah.
Kepemilikan Perbankan Atas SBN Justru Naik
Berdasarkan data kepemilikan SBN dari DJPPR, posisi kepemilikan perbankan pada 12 September 2025 atau di hari ketika stimulus mulai digelontorkan berada pada level 21,43% atau setara Rp1.374,7 triliun. Namun data terbaru per 17 November 2025 menunjukkan bahwa porsinya meningkat menjadi 22,19% atau Rp1.441,76 triliun.
Dengan demikian, dalam rentang dua bulan setelah kebijakan tersebut berjalan, perbankan tercatat menambah kepemilikan SBN hingga Rp67,06 triliun atau tumbuh 4,88%.
Sejak awal, Purbaya secara eksplisit menegaskan bahwa dana Rp200 triliun itu tidak boleh diparkir kembali ke instrumen SBN.
Tujuannya sederhana namun krusial yakn likuiditas harus bergerak ke kredit produktif agar perekonomian berputar, konsumsi meningkat, dan pembiayaan sektor riil menguat.
Kecenderungan bank menambah portofolio SBN mengindikasikan bahwa instruksi pemerintah belum sepenuhnya efektif dijalankan, sekaligus mencerminkan kehati-hatian bank dalam menyalurkan pembiayaan di tengah risiko kredit yang masih tinggi dan preferensi kuat terhadap aset aman seperti obligasi pemerintah.
Kepemilikan Asing Justru Berkurang
Berbeda dengan perbankan yang justru meningkatkan porsi di SBN, investor asing malah mengambil langkah sebaliknya. Data DJPPR menunjukkan bahwa sepanjang periode 12 September hingga 17 November 2025, kepemilikan asing di SBN mengalami penurunan yang cukup signifikan.
Pada 12 September 2025, posisi kepemilikan asing tercatat atas SBN tercatat sebesar 14,45% atau sebesar Rp926,57 triliun. Namun, per 17 November 2025, angkanya turun menjadi 13,39% atau menjadi Rp869,86 triliun. Artinya, asing mencatatkan aksi jual sebesar Rp56,71 triliun kepemilikan di SBN.
Arus keluar asing ini terjadi di tengah penguatan dolar AS secara global, kenaikan imbal hasil obligasi berbagai negara maju, serta meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Kondisi tersebut membuat investor asing memilih untuk mengurangi eksposur pada aset berisiko, termasuk SBN Indonesia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)