Pasar diharapkan tetap bergerak positif pada perdagangan Rabu (5/11/2025) menjelang rilis resmi data Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal III-2025 yang akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada perdagangan kemarin ditutup turun 0,40% atau 33,17 poin ke level 8.241,91, setelah sehari sebelumnya mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di atas 8.275.
Nilai transaksi IHSG tercatat sebeasr Rp19,39 triliun dengan volume 28,52 miliar saham dari 2,34 juta transaksi. Sebanyak 207 saham menguat, 439 melemah, dan 165 stagnan. Kapitalisasi pasar tercatat Rp15.028,25 triliun.
Secara sektoral, pelemahan terbesar terjadi pada sektor properti yang turun 2,01%, disusul bahan baku melemah 1,06%, dan sektor utilitas turun 1,01%.
Di sisi lain, sektor energi justru memimpin penguatan dengan kenaikan 0,96%, diikuti teknologi yang naik 0,71%, dan sektor kesehatan dengan terapresiasi 0,47%.
Dari sisi emiten, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) menjadi penopang dikala pelemahan IHSG dengan kontribusi 17,18 indeks poin dan harga sahamnya naik 4,47%. Selain Telkom, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) sebesar 15,42 poin, dan PT Impack Pratama Industri Tbk (IMPC) menyumbang 5,90 indeks poin.
Sementara itu, emiten perbankan plat merah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) justru menjadi penekan terbesar dengan kontribusi 11,60 indeks poin, kemudian diikuti PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dengan kontribusi pelemahan 10,61 indeks poin dan PT Jaya Sukses Makmur Sentosa Tbk (RISE) 5,74 poin.
Beralih ke mata uang, rupiah kembali ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (4/11/2025).
Rupiah dibuka turun 0,30% ke posisi Rp16.700/US$, dan sempat menyentuh level terlemah di Rp16.733/US$ sebelum akhirnya menutup perdagangan dengan pelemahan yang sedikit berkurang di akhir sesi.
Tekanan terhadap rupiah sejalan dengan penguatan dolar AS yang masih bertahan dekat level tertingginya dalam tiga bulan terakhir. Penguatan greenback dipicu oleh pandangan yang terpecah di internal The Federal Reserve (The Fed) serta sikap hati-hati pelaku pasar terhadap arah kebijakan suku bunga AS ke depan.
Meskipun The Fed telah memangkas suku bunga acuannya pada pekan lalu, Ketua The Fed Jerome Powell mengisyaratkan bahwa langkah tersebut bisa menjadi pemangkasan terakhir di tahun ini.
Pernyataan tersebut membuat pelaku pasar mengoreksi ekspektasi mereka terhadap siklus pelonggaran moneter The Fed, sehingga dolar AS kembali diburu sebagai safe haven.
Kondisi pasar global juga turut diliputi sentimen risk-off, di tengah absennya sejumlah data ekonomi resmi AS akibat penutupan pemerintahan (government shutdown) yang masih berlangsung.
Selain itu, perbedaan pandangan di antara pejabat The Fed mengenai arah ekonomi AS membuat pelaku pasar semakin berhati-hati, yang pada akhirnya menekan mata uang emerging markets, termasuk rupiah.
Dari bursa saham AS, Wall Street ambruk berjamaah pada perdagangan Selasa atau Rabu dini hari waktu Indonesia. Saham ambruk di tengah penurunan saham-saham terkait kecerdasan buatan (AI) seperti Palantir, karena investor semakin khawatir tentang valuasi pada saham-saham yang memimpin pasar bullish.
Indeks S&P 500 turun 1,17% dan ditutup di 6.771,55, sementara Nasdaq Composite anjlok 2,04% menjadi 23.348,64. Dow Jones Industrial Average kehilangan 251,44 poin, atau 0,53%, ke 47.085,24.
Saham Palantir turun sekitar 8%, meskipun perusahaan perangkat lunak ini melampaui perkiraan Wall Street untuk kuartal ketiga dan memberikan panduan yang kuat, didorong oleh pertumbuhan bisnis AI-nya.
Saham ini telah naik lebih dari 150% tahun ini dan diperdagangkan pada lebih dari 200 kali laba di masa depan. Artinya, investor pada saham ini dan saham AI lainnya mengharapkan perusahaan terus menaikkan proyeksi laba dan pendapatan secara signifikan agar investor tetap membeli saham tersebut.
Oracle, yang memiliki rasio P/E ke depan lebih dari 33, turun hampir 4%, mengikis hampir 50% kenaikan tahun ini. Pembuat chip AMD, yang nilainya telah lebih dari dua kali lipat tahun ini, kehilangan hampir 4%. Saham AI lainnya seperti Nvidia dan Amazon juga mengalami penurunan.
Kenaikan saham AI telah mendorong rasio harga-laba ke depan S&P 500 ke atas 23, mendekati level tertingginya sejak tahun 2000.
Saham-saham ini telah mengangkat pasar secara keseluruhan ke level baru dalam beberapa bulan terakhir.
Anthony Saglimbene dari Ameriprise mengatakan tanpa adanya koreksi, valuasi mulai menjadi "sangat tinggi.
"Kita belum benar-benar melihat koreksi besar atau tekanan nyata pada saham sejak April. Laba baik, tapi saya rasa investor mulai bertanya pada diri sendiri, berdasarkan laju investasi belanja modal dari beberapa perusahaan Big Tech utama ini," kata Anthony, kepada CNBC International.
Komentar dari CEO Goldman Sachs dan Morgan Stanley menambah hilangnya kepercayaan investor pada hari Selasa.
David Solomon dari Goldman mengatakan kemungkinan akan ada penurunan 10-20% di pasar saham dalam 12 hingga 24 bulan ke depan.
Selain itu, CEO Morgan Stanley, Ted Pick, mengatakan kita juga harus menyambut kemungkinan terjadinya penurunan 10-15% yang tidak disebabkan oleh semacam efek jurang makro.
"Fundamental masih baik, tapi saya sepenuhnya mengharapkan akan ada periode penurunan kecil," kata Saglimbene.
Pelaku pasar hari ini menanti dengan seksama rilis pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III-2025 yang akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Data ini akan berpengaruh pada pergerakan pasar keuangan Tanah Air.
Selain itu, pengumuman tinjauan indeks MSCI yang berpotensi memicu volatilitas pasar saham, serta shutdown pemerintahan Amerika Serikat yang kini menjadi yang terpanjang dalam sejarah, menambah kompleksitas dinamika pasar pada pertengahan pekan ini.
Lonjakan dolar AS juga mesti diwaspadai karena bisa membuat rupiah semakin tertekan.
Berikut rangkuman sentimen utama yang akan menjadi perhatian pelaku pasar hari ini:
Pengumuman Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III-2025
Pada hari ini, Rabu (5/11/2025) Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data pertumbuhan ekonomi periode Kuartal III-2025.
Berdasarkan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia, dari 13 institusi/lembaga memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2025 mencapai 5,01% (yoy) dan 1,40% (qtq).
Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan capaian kuartal sebelumnya sebesar 5,12% (yoy), namun masih menunjukkan resiliensi permintaan domestik dan stabilitas ekonomi di tengah tekanan eksternal.
Konsensus CNBC Indonesia sedikit lebih pesimistis dibandingkan proyeksi pemerintah.
Kementerian Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal III-2025 masih bisa mencapai 5,1%, didorong oleh kinerja ekspor yang tumbuh cepat di tengah berbagai tekanan, termasuk demonstrasi besar pada Agustus lalu.
"Kuartal III kelihatannya akan cukup resilient, sekitar 5%, 5,1%, karena ekspor kita bagus," ujar Febrio Nathan Kacaribu, Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menilai laju pertumbuhan ekonomi kuartal III akan lebih tinggi dibandingkan kuartal II-2025 yang sebesar 5,12% yoy. Ia menekankan ekspor masih menjadi penopang utama, dengan tren peningkatan yang berlanjut hingga akhir tahun.
"Jadi dengan tren kuartal III akan lebih tinggi dari kuartal II, dan kuartal IV lebih tinggi dari kuartal III," ujar Perry dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin (3/11/2025).
Baik BI maupun pemerintah optimistis laju ekonomi akan terus meningkat hingga akhir tahun, di mana Kementerian Keuangan memperkirakan pertumbuhan kuartal IV-2025 bisa mencapai 5,5%, ditopang stimulus fiskal dan kebijakan moneter longgar yang menjaga likuiditas perekonomian.
Secara historis, dalam 10 tahun terakhir pada pertumbuhan ekonomi di kuartal III cenderung lebih seiring di bawah dari pertumbuhan di kuartal II.
Sejak 2015 hingga 2024, dari total 10 tahun tersebut, sebanyak tujuh kali laporan pertumbuhan ekonomi di kuartal III lebih rendah dibandingkan kuartal II.
Hal ini terjadi akibat di kuartal II biasanya menjadi puncak pertumbuhan ekonomi seiring dengan adanya libur sekolah serta bertepatan dengan musim lebaran yang biasanya meningkatkan konsumsi rumah tangga.
Dan laju pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan pada kuartal berikutnya.
Rebalancing MSCI
Pelaku pasar hari ini juga akan mencermati pengumuman tinjauan reguler (index review) MSCI untuk periode November 2025.
Perubahan konstituen yang diumumkan akan mulai berlaku efektif pada 25 November 2025 mendatang, dan biasanya menimbulkan periode volatilitas tinggi menjelang implementasi.
Dalam tinjauan kali ini, sejumlah saham Indonesia disebut berpotensi mengalami perubahan posisi dalam indeks MSCI.
Beberapa emiten domestik yang dinilai berpeluang masuk atau naik kelas antara lain PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), setelah keduanya diperkirakan telah memenuhi syarat free float dan likuiditas.
Sebaliknya, sejumlah saham disebut berisiko keluar atau diturunkan kelas, seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN).
Masuknya saham ke dalam indeks MSCI biasanya mendorong aliran dana asing (foreign inflow) karena banyak dana indeks dan exchange-traded fund (ETF) global yang mereplikasi konstituen MSCI.
Namun sebaliknya, keluarnya saham dari indeks dapat menimbulkan tekanan jual akibat penyesuaian portofolio oleh manajer investasi global.
Periode antara pengumuman hingga tanggal efektif pada 25 November 2025 mendatang, diperkirakan akan menjadi momen yang cukup dinamis bagi IHSG, terutama bagi saham-saham dengan kapitalisasi besar yang menjadi kandidat perubahan.
Jika terdapat lebih banyak saham besar yang keluar atau turun kelas, sentimen pasar bisa tertekan, dan menjadi salah satu pemicu koreksi IHSG dalam jangka pendek.
Dolar AS Menggila
Indeks dolar AS semakin menggila dan menembus level 100 pada hari ini, Rabu (5/11/2025) pukul 05.36 WIB. Indeks mencapai 100,198 atau posisi tertingginya sejak 19 Mei atau lima bulan lebih.
Indeks yang melonjak menandai besarnya minat investor dalam membeli dolar AS dan meninggalkan instrumen lain. Kondisi ini bisa memicu outflow, terutama dari Emerging Market seperti Indonesia. Nila tukar rupiah pun bisa semakin tertekan.
Shutdown Pemerintah AS Pecahkan Rekor Terpanjang dalam Sejarah
Pemerintah Amerika Serikat (AS) resmi mencatatkan sejarah baru pekan ini, setelah penutupan (shutdown) pemerintahan federal memasuki hari ke-36 pada hari ini, Rabu (5/11/2025).
Dengan demikian, shutdown kali ini menjadi yang terpanjang dalam sejarah AS, melampaui rekor sebelumnya selama 35 hari yang terjadi pada Desember 2018 hingga Januari 2019.
Kebuntuan politik antara Presiden Donald Trump dan kongres yang dikuasai Partai Demokrat menjadi penyebab utama berlarutnya penghentian kegiatan pemerintahan ini.
"Saya tidak akan diperas oleh Demokrat. Kami akan terus melakukan voting," tegas Trump dalam wawancaranya dengan CBS "60 Minutes" pada akhir pekan lalu, menolak kemungkinan kompromi jangka pendek.
Dampak shutdown kini semakin terasa di berbagai sektor perekonomian.
Ribuan pegawai pengatur lalu lintas udara (air traffic controller) dan petugas keamanan bandara (TSA) absen bekerja yang menyebabkan penundaan penerbangan di berbagai kota besar AS.
Sementara itu, sekitar 42 juta warga AS yang bergantung pada bantuan pangan federal (SNAP) dipastikan hanya akan menerima setengah dari manfaat bulanan mereka untuk November, menambah tekanan sosial di tengah biaya hidup yang tinggi.
Shutdown kali ini telah menimbulkan dampak ekonomi yang signifikan mulai dari pelemahan aktivitas bandara hingga keterlambatan distribusi logistik di AS.
Kondisi ini juga menekan kepercayaan bisnis dan konsumen, terutama karena ketidakpastian kapan negosiasi di Capitol Hill akan membuahkan hasil. Sejumlah senator dari kedua partai mengakui frustrasi atas kebuntuan ini, meski ada indikasi bahwa pembicaraan informal di balik layar mulai terjadi.
Namun hingga kini, belum ada tanda-tanda jelas bahwa pemerintahan Trump siap melakukan kompromi atau membuka kembali layanan federal secara penuh.
kelanjutan shutdown ini menambah tekanan terhadap ekonomi AS yang sebelumnya sudah menghadapi risiko perlambatan akibat ketidakpastian kebijakan fiskal dan moneter.
Investor global kini menanti dampaknya terhadap lapangan kerja, belanja konsumen, dan potensi revisi pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2025.
Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
-
Menteri Kelautan dan Perikanan meluncurkan Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Ikan Skala Kecil di kantor Kementerian KKP, Kota Jakarta Pusat.
-
Konferensi pers BPS terkait realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan III hingga keadaan ketenagakerjaan di kantor pusat BPS, Kota Jakarta Pusat.
-
Konferensi pers Menteri Koordinator Bidang Perekonomian terkait realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan III di kantor Kemenko Perekonomian, Kota Jakarta Pusat.
-
CIO Danantara Indonesia menghadiri Investortrust Economic Outlook 2026 di Ballroom The Ritz-Carlton, Kota Jakarta Selatan.
-
Press Briefing YouTube Festival di Glass House The Ritz-Carlton Pacific Place, Kota Jakarta Selatan. Turut hadir antara lain Country Director Google Indonesia.
-
KPK mengumumkan status Gubernur Riau dan sembilan orang lain yang terjaring OTT pada tanggal 3 November 2025.
- PMI Manufaktur Singapura
- Penjualan Ritel Singapura
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- Rencana RUPS : PSAB, OLIV, RIGS, AMOR, & BAIK
- DPS HMETD : BUVA
- Cum Dividen Interim : MARK
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.