Kabar Baik: Ekonomi Memanas di Awal November, Investor Bisa Napas Lega
- Pasar keuangan Tanah Air ditutup beragam pada perdagangan awal pekan ini, IHSG mencetak rekor baru sementara rupiah justru melemah
- Wall street ditutup beragam
- Pelaku pasar akan mencermati inflasi Oktober yang lebih tinggi dari perkiraan, serta aktivitas manufaktur yang terus melaju di zona ekspansi. Hingga peluncuran indeks S&P Dow Jones Indices dan BEI yang turut menambah optimisme terhadap prospek pasar modal Indonesia.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air ditutup bervariasi pada perdagangan Senin (3/11/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melanjutkan reli dan mencetak rekor penutupan tertinggi baru, sedangkan rupiah melemah terhadap dolar AS dan imbal hasil obligasi pemerintah naik.
Pasar diharapkan tetap bergerak positif pada perdagangan hari ini, Selasa (4/11/2025). Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Para investor juga dapat mengintip agenda serta rilis data ekonomi yang terjadwal untuk hari ini, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, pada halaman 4.
Pada perdagangan kemarin, Senin (3/11/2025), IHSG ditutup menguat 1,36% atau naik 111,21 poin ke level 8.275,08, sekaligus menandai penutupan tertinggi atau level all-time high baru.
Nilai transaksi harian mencapai Rp15,89 triliun dengan volume 23,41 miliar saham dari 2,1 juta kali transaksi. Sebanyak 353 saham menguat, 291 melemah, dan 169 stagnan. Kapitalisasi pasar IHSG pun naik ke Rp15.080,57 triliun.
Dari sisi foreign flow, Investor asing tercatat kembali melakukan aksi net buy sebesar Rp1,03 triliun yang menunjukkan arus modal asing yang kembali deras ke pasar saham domestik.
Kenaikan IHSG dipimpin oleh sektor utilitas yang melonjak 5,53%, diikuti consumer cyclicals naik 1,86%. Sektor energi menguat 1,69%, dan bahan baku naik 1,40%. Di sisi lain, sektor properti turun paling dalam 2,56%, disusul consumer non-cyclicals turun 0,14% dan sektor kesehatan melemah 0,04%.
Dari sisi emiten, Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi kontributor terbesar terhadap penguatan indeks dengan tambahan 22,86 poin, diikuti Telkom Indonesia Tbk (TLKM) yang naik 16,03 poin dan Barito Pacific Tbk (BRPT) yang bertambah 13,73 poin.
Sementara itu, Jaya Sukses Makmur Sentosa Tbk (RISE) menjadi penekan utama IHSG dengan total 6,83 indeks poin, disusul Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) turun 3,67 poin, dan Amman Mineral Internasional Tbk berkurang 2,36 poin.
Berali ke mata uang, nilai tukar rupiah ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (3/11/2025).
Rupiah terdepresiasi 0,15% ke posisi Rp 16.650/US$, menjadi level penutupan terlemah sejak 30 September 2025. Secara intraday, rupiah sempat dibuka menguat di posisi Rp 16.620/US$, namun berbalik melemah hingga akhir sesi.
Pelemahan rupiah terjadi seiring penguatan dolar AS di pasar global, yang kembali mendapat dukungan dari perubahan ekspektasi kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed).
Meskipun The Fed pada pekan lalu memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin, pasar menilai langkah tersebut kemungkinan menjadi pemangkasan terakhir di 2025.
Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa bank sentral kini akan lebih berhati-hati agar tidak melonggarkan kebijakan terlalu cepat tanpa kejelasan arah ekonomi AS.
Komentar tersebut membuat pasar menilai sikap The Fed masih relatif hawkish, terlebih setelah sejumlah presiden bank sentral regional AS juga menyampaikan keberatan atas pemangkasan suku bunga di pertemuan terakhir.
Berdasarkan data CME FedWatch Tool, peluang pemangkasan suku bunga pada Desember turun menjadi sekitar 68%, dari sebelumnya lebih dari 80% sebelum rapat FOMC berlangsung. Kondisi ini membuat investor global kembali berburu dolar AS karena imbal hasil aset berbasis dolar dinilai lebih menarik dibandingkan mata uang emerging markets, termasuk rupiah.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun tercatat naik 1,33% ke level 6,180%, atau meningkat sekitar 8,1 basis poin (bps) dibandingkan posisi penutupan Jumat (31/10/2025) di 6,099%.
Sebagai informasi, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).
Dari pasar saham AS, bursa Wall Street ditutup beragam pada perdagangan Senin atau Selasa dini hari waktu Indonesia.
Indeks Nasdaq menguat pada Senin seiring investor semakin masuk ke perdagangan kecerdasan buatan (AI) menyusul sejumlah pengumuman kesepakatan besar.
Indeks Nasdaq yang didominasi saham teknologi naik 0,46% dan ditutup di 23.834,72, sementara S&P 500 menguat 0,17% menjadi 6.851,97. Di sisi lain, Dow Jones Industrial Average tertinggal, turun 226,19 poin atau 0,48% menjadi 47.336,68.
Saham "Magnificent Seven" seperti Amazon menopang pasar, dengan naik 4% setelah perusahaan mencapai kesepakatan senilai US$38 miliar dengan OpenAI. Kerja sama ini akan memanfaatkan ratusan ribu unit pemrosesan grafis (GPU) dari Nvidia.
Saham pembuat chip juga mengalami kenaikan pada Senin setelah perusahaan pusat data Iren menandatangani kesepakatan multiyears senilai US$9,7 miliar dengan Microsoft untuk memberikan akses ke GPU Nvidia GB300 bagi perusahaan teknologi megacap tersebut.
Saham Micron Technology naik hampir 5% dan memimpin kenaikan saham chip, sementara Nvidia naik 2%. ETF VanEck Semiconductor (SMH) naik hampir 1%. Saham Iren, sementara itu, melonjak 11%.
Saham Nvidia terus bergerak lebih tinggi setelah pengumuman Microsoft yang menyatakan telah memperoleh lisensi ekspor dari pemerintahan Presiden Donald Trump untuk mengirim chip Nvidia ke Uni Emirat Arab. Perusahaan menambahkan bahwa total investasinya di UEA akan mencapai US$15,2 miliar pada akhir 2029.
Namun, di luar saham teknologi, hanya sedikit saham yang menguat sepanjang hari perdagangan, karena lebih dari 300 saham di S&P 500 ditutup di zona merah.
Pelemahan breadth ini menjadi perhatian pasar, dengan lebih banyak saham di indeks utama turun dibanding naik sepanjang Oktober, meski perdagangan AI mendorong indeks ini naik selama bulan tersebut.
"Pasar sedang memberikan penghargaan kepada pemain kunci AI hari ini. Perusahaan-perusahaan ini memimpin dan menangkap hampir semua nilai di AI," kata Gil Luria, kepala riset teknologi di D.A. Davidson, kepada CNBC.
Dia menambahkan Nvidia, Microsoft, Google, Amazon, serta perusahaan lain seperti Palantir mampu mengamankan infrastruktur yang diperlukan untuk melayani pelanggan mereka dan semuanya melihat titik infleksi positif dalam permintaan.
"Tidak hanya mereka memiliki kas untuk membangun kapasitas AI sendiri, tetapi juga dapat memperluas jangkauan dengan menyewa kapasitas dari neocloud dan penyedia pusat data lainnya."imbuhnya.
Lebih dari 300 perusahaan S&P 500 telah melaporkan hasil kuartal ketiga hingga saat ini. Dari jumlah tersebut, lebih dari 80% melampaui ekspektasi, menurut FactSet. Wall Street akan kedatangan lebih dari 100 perusahaan lagi yang melaporkan minggu ini, termasuk nama terkait AI seperti Palantir dan AMD.
Wall Street mungkin akan mendapat dorongan musiman bulan ini. Data dari Stock Trader's Almanac menunjukkan bahwa S&P 500 rata-rata naik 1,8% pada November, menjadikannya bulan terkuat secara historis untuk indeks tersebut.
Setelah mencetak rekor tertinggi sepanjang masa pada awal pekan, IHSG hingga rupiah kini bersiap menghadapi perdagangan hari kedua di pekan ini dengan harapan positif.
Rangkaian hasil rilis data penting mulai dari inflasi Oktober, neraca perdagangan, hingga PMI manufaktur akan menjadi fokus utama pelaku pasar, disusul dengan laporan stabilitas keuangan KSSK serta peluncuran indeks baru oleh BEI dan S&P Dow Jones Indices (S&P DJI).
Membaiknya infrastruktur hingga masih tingginya neraca dagang bisa menjadi sentimen positif pasar hari ini.
Berikut rangkuman sentimen utama yang akan menjadi perhatian pelaku pasar hari ini:
Inflasi Oktober Naik di Atas Perkiraan
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Oktober 2025 sebesar 0,28% (month-to-month/mtm) dan 2,86% (year-on-year/yoy). Angka ini lebih tinggi dari perkiraan konsensus CNBC Indonesia, yang sebelumnya memproyeksikan inflasi hanya naik 0,02% (mtm) dan 2,6% (yoy).
"Inflasi 0,28% secara bulanan," kata Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, dalam konferensi pers, Senin (3/11/2025).
Kenaikan harga terutama disebabkan oleh penurunan produksi cabai merah yang mencapai level terendah tahun ini, serta kenaikan harga bawang merah di beberapa daerah.
Selain itu, permintaan telur ayam ras juga meningkat seiring dengan pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis oleh pemerintah.
Inflasi yang lebih tinggi dari ekspektasi menunjukkan tekanan dari kelompok pangan bergejolak (volatile food) masih terasa, meskipun inflasi inti tetap stabil. Hasil ini akan menjadi salah satu pertimbangan penting bagi Bank Indonesia dalam menentukan arah kebijakan suku bunga jelang akhir tahun.
Surplus Neraca Dagang September Capai US$4,34 Miliar
Selain rilis data Inflasi, BPS turut melaporkan neraca perdagangan Indonesia yang tercatat surplus sebesar US$4,34 miliar pada September 2025.
Capaian ini lebih rendah dibandingkan Agustus 2025 yang sebesar US$5,49 miliar, namun memperpanjang tren surplus selama 65 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Surplus terjadi karena ekspor mencapai US$24,68 miliar, lebih tinggi dibandingkan impor sebesar US$20,34 miliar. Hasil ini sejalan bahkan lebih tinggi dari hasil polling CNBC Indonesia yang memperkirakan surplus September berada di kisaran US$3,9-4,0 miliar.
"Surplus ini ditopang oleh komoditas nonmigas sebesar US$5,99 miliar, terutama berasal dari lemak dan minyak hewan-nabati, bahan bakar mineral, serta besi dan baja," ujar Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini.
Secara kumulatif, neraca perdagangan Januari-September 2025 masih surplus US$33,48 miliar, ditopang oleh sektor nonmigas (US$47,20 miliar), sementara sektor migas defisit US$13,72 miliar.
Amerika Serikat, India, dan Filipina menjadi penyumbang surplus terbesar, sedangkan defisit terbesar berasal dari China, Australia, dan Thailand.
PMI Manufaktur RI Oktober Melesat
Aktivitas manufaktur Indonesia kembali mencatat kinerja positif di awal kuartal IV-2025. Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis oleh S&P Global menunjukkan PMI Manufaktur Indonesia naik ke 51,2 pada Oktober, dari 50,4 di September, menandakan ekspansi yang semakin kuat.
Peningkatan ini memperpanjang tren ekspansi menjadi tiga bulan berturut-turut setelah sebelumnya sempat terkontraksi pada April-Juli 2025.
S&P Global melaporkan bahwa kenaikan pesanan baru dan peningkatan aktivitas pembelian menjadi pendorong utama ekspansi manufaktur, disertai stabilisasi output dan perekrutan tenaga kerja baru.
"Kenaikan pesanan baru bertepatan dengan stabilnya level produksi dan mendorong peningkatan pembelian bahan baku serta perekrutan tenaga kerja," tulis S&P Global dalam laporannya.
Dari sisi harga, pelaku industri mencatat kenaikan beban biaya input tercepat dalam delapan bulan terakhir, dipicu oleh lonjakan harga bahan baku. Peningkatan PMI ini memperkuat optimisme bahwa sektor manufaktur akan tetap menjadi motor pemulihan ekonomi nasional di sisa tahun 2025.
KSSK Pastikan Stabilitas Keuangan RI Terjaga
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menegaskan bahwa stabilitas sistem keuangan nasional tetap terjaga sepanjang kuartal III-2025, di tengah dinamika dan ketidakpastian global yang masih tinggi.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers hasil Rapat Berkala KSSK, Senin (3/11/2025).
Rapat ini menjadi yang pertama bagi Purbaya sebagai Menteri Keuangan dan Anggito Abimanyu sebagai Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
"Stabilitas sistem keuangan triwulan III-2025 tetap terjaga dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, dengan tetap mewaspadai berbagai risiko global," ujar Purbaya.
KSSK sepakat untuk memperkuat koordinasi antarotoritas dan menjaga sinergi kebijakan antara Kementerian Keuangan, BI, OJK, dan LPS, guna memastikan sistem keuangan tetap stabil sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Dari sisi eksternal, Purbaya menyebut The Federal Reserve (The Fed) telah memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi 3,75%-4,00%, sementara ekonomi global masih dipengaruhi oleh kebijakan tarif impor AS.
Meski demikian, IMF merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,2% di 2025, didukung oleh ekspansi fiskal dan tren penurunan inflasi.
BEI dan S&P Dow Jones Luncurkan Tiga Indeks Baru
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama S&P Dow Jones Indices (S&P DJI) resmi meluncurkan tiga indeks saham co-branded yang mencakup saham-saham tercatat di BEI.
Peluncuran ini dilakukan pada Senin (3/11/2025) sebagai langkah memperluas eksposur pasar modal Indonesia di kancah global.
Kolaborasi ini mencakup pengembangan, penerbitan, dan distribusi indeks bagi investor domestik maupun global yang mencari peluang di pasar Indonesia melalui pendekatan investasi tematik.
S&P DJI juga akan memanfaatkan jaringan global dan kemampuan pemasarannya untuk mendistribusikan serta memberikan lisensi indeks BEI ke seluruh dunia, memperkuat posisi Indonesia di pasar keuangan internasional.
Belanja Warga RI Membaik
Jelang penutupan akhir bulan Oktober, emiten-emiten terutama dari sektor consumer goods mulai berbondong-bondong merilis kinerja keuangan kuartal III 2025.
Dominan emiten-emiten tersebut mencatatkan performa kinerja yang cukup baik dan bertumbuh, hal ini dapat mencerminkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) akan tumbuh sejalan dengan pertumbuhan industri di sektor consumer goods.
Berdasarkan catatan CNBC Indonesia Research dari delapan emiten consumer goods yang telah merilis kinerja keuangan pada kuartal III 2025, dominan mencatatkan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih yang cukup baik.
Hubungan antara kinerja keuangan saham sektor consumer goods dan Produk Domestik Bruto (PDB) memang erat. Kinerja keuangan saham sektor consumer goods mencerminkan profitabilitas, pendapatan, dan ekspektasi investor terhadap perusahaan yang bergerak di barang konsumsi rumah tangga.
Sektor consumer goods berkaitan erat dengan konsumsi rumah tangga, yang biasanya menyumbang porsi terbesar PDB sekitar 56%. Sehingga saat penjualan produk konsumsi meningkat, kemudian laba perusahaan consumer goods naik, dan harga saham sektor ini menguat, maka kemungkinan besar konsumsi masyarakat juga meningkat, yang berarti dorongan positif terhadap pertumbuhan PDB.
Sementara itu, kinerja penjualan ritel nasional yang menjadi indikator penting untuk melihat bagaimana kondisi daya beli masyarakat telah menunjukkan pemulihan di kuartal III 2025, meski masih sedikit di bawah capaian tahun sebelumnya.
Berdasarkan Survei Penjualan Eceran Bank Indonesia (BI), pertumbuhan Indeks Penjualan Riil (IPR) rata-rata mencapai 4,7% (yoy) pada periode Juli-September 2025.
Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan kuartal II 2025 yang hanya tumbuh 1,0%, namun sedikit lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 5,0% yoy pada kuartal III 2024.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), total penjualan mobil secara wholesales (pabrikan ke dealer) sepanjang Juli-September 2025 tercatat sebanyak 184.726 unit, naik 7,7% dibanding kuartal II-2025 (171.554 unit).
ISM Manufaktur AS Jeblok
Indeks Manufaktur AS ISM Manufacturing PMI turun menjadi 48,7 pada Oktober 2025 dari 49,1 pada September, di bawah perkiraan pasar sebesar 49,5, menandai delapan bulan berturut-turut sektor manufaktur mengalami kontraksi.
Produksi menurun (48,2 vs 51), dan kontraksi juga terlihat pada pesanan baru (49,4 vs 48,9), inventaris (45,8 vs 47,7), serta backlog pesanan (47,9 vs 46,2). Pekerjaan atau employment terus menurun (46 vs 45,3), dengan 67% responden panel menyatakan bahwa pengelolaan jumlah karyawan masih menjadi kebijakan utama di perusahaan mereka, bukan perekrutan baru.
Sementara itu, tekanan harga mereda (58 vs 61,9), dan indeks pengiriman pemasok menunjukkan kinerja pengiriman yang lebih lambat untuk bulan ketiga berturut-turut (54,2 vs 52,6).
Dari enam industri manufaktur terbesar, hanya dua (Produk Makanan, Minuman & Tembakau; serta Peralatan Transportasi) yang mengalami ekspansi pada Oktober.
Revisi Aturan DHE
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 sebagai Perubahan atas Peraturan Pemerintah 36 Tahun 2023 akan mengalami sedikit perubahan dari hasil evaluasi yang dilakukan sejak berlaku pada 1 Maret 2025.
"Yang jelas kelihatannya akan direvisi sedikit," kata Purbaya seusai konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Senin (3/11/2025).
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti mengungkapkan, kebijakan penempatan devisa hasil ekspor (DHE) selama ini memang tak mampu memperkuat cadangan devisa (cadev) Indonesia.
Permasalahan ini lah yang kemudian membuat Presiden Prabowo Subianto beberapa hari terakhir meminta jajaran menterinya untuk segera mengevaluasi ketentuan DHE yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 sebagai Perubahan atas Peraturan Pemerintah 36 Tahun 2023.
Mulanya, Destry mengungkapkan bahwa kebijakan wajib parkir dolar hasil ekspor di dalam negeri itu telah dipenuhi secara baik oleh para eksportir. Tingkat kepatuhan terhadap ketentuan PP 8/2025 dari para eksportir itu pun ia sebut telah mencapai 95%.
Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
CEO INSIGHT di Hutan Kota by Plataran, Kota Jakarta Selatan. Turut hadir antara lain Menteri Perdagangan dan Direktur Utama PLN
Konferensi pers BP Tapera terkait realisasi FLPP di kantor BP Tapera, Menara Mandiri 2, Kota Jakarta Selatan
Public Expose PT Waskita Karya Tbk. (WSKT)
- Inflasi Oktober Korea Selatan
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- Rencana RUPS : ASMR, SMDM, INTA
- Ex HMETD : BUVA
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(evw/evw) Next Article Israel vs Iran Siap Gencatan Senjata, The Fed & China Masih Buat Cemas