Newsletter

Trump-Jinping Damai, Dunia Masih Was-Was Kabar Genting dari China-AS

Susi Setiawati,  CNBC Indonesia
31 October 2025 06:15
Ilustrasi Bank BRI. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Ilustrasi Bank BRI. (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen, terutama yang datang dari luar negeri.

Pasar saham kembali optimis dengan menguat selama dua hari beruntun. Musim rilis kinerja keuangan menjadi salah satu pendorong penguatan IHSG. Selain itu kabar baik juga datang dari pemimpin besar dunia Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan.

Bank BRI Cetak Laba Rp41,23 T

Bank pelat merah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) secara konsolidasi membukukan laba bersih periode berjalan senilai Rp41,23 triliun pada akhir kuartal III-2025. Perolehan itu turun 9,10% secara tahunan atau year on year (yoy), dari sebesar Rp45,36 triliun pada periode yang sama setahun sebelumnya.

Mengutip laporan keuangan BRI yang dipublikasikan di media massa, pendapatan bunga bersih BRI dalam sembilan bulan pertama tercatat sebesar Rp110,99 triliun, naik tipis 2,9% yoy dari setahun sebelumnya Rp107,86 triliun.

Pada fungsi intermediasi, penyaluran kredit BRI yang tercatat sebesar Rp1.438,11 triliun, tumbuh 6,26% yoy pada periode yang berakhir 30 September 2025. Dari jumlah tersebut, kredit UMKM tercatat sebesar Rp1.150,73 triliun, dengan komposisi sebesar 80,02% terhadap total portofolio kredit.

Seiring dengan pertumbuhan tersebut, rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross naik jadi 3,29% dan NPL net sebesar 1,04%. BRI mencatatkan NPL coverage sebesar 183,09%.

Pada penghimpunan dana, BRI berhasil mencatatkan total dana pihak ketiga sebesar Rp1.474,78 triliun pada kuartal III-2025, tumbuh 8,24% yoy. Komposisi dana murah atau Current Account Saving Account (CASA) sebesar 67,65%.

Dengan begitu, rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) BRI sebesar 87,05% per sembilan bulan pertama tahun ini.

Aset BRI pun menjadi sebesar Rp2.123,45 triliun pada kuartal III-2025.

CIMB Niaga Cetak Laba Rp5,33 T

PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) menutup kuartal III-2025 dengan kinerja gemilang. Bank swasta nasional terbesar kedua di Indonesia ini berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp5,33 triliun, tumbuh 2,92% secara tahunan (YOY) dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yakni Rp5,18 triliun.

Pertumbuhan laba tersebut mencerminkan ketahanan dan efektivitas strategi bisnis CIMB Niaga di tengah dinamika ekonomi yang terus berubah. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, peningkatan laba terutama didorong oleh kenaikan pendapatan bunga bersih sebesar 0,7% (yoy) menjadi Rp10,08 triliun.

Dari sisi intermediasi, penyaluran kredit CIMB Niaga menunjukkan kinerja positif dengan pertumbuhan 4,6% (yoy) menjadi Rp228,7 triliun.

Pertumbuhan ini didorong oleh seluruh lini bisnis, dengan segmen UKM mencatat peningkatan tertinggi sebesar 5,7% (yoy), diikuti Perbankan Korporat yang naik 5,4%, serta Perbankan Konsumer yang tumbuh 4,3%.

Khusus pada segmen ritel, Kredit Pemilikan Mobil (KPM) menjadi bintang utama dengan lonjakan 18,7% (yoy), menunjukkan meningkatnya daya beli dan kepercayaan masyarakat terhadap pembiayaan kendaraan bermotor.

Dari sisi pendanaan, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun mencapai Rp278 triliun, meningkat 8,6% (yoy). Komposisi dana murah atau Current Account Saving Account (CASA) menjadi kontributor utama dengan nilai Rp188,8 triliun, tumbuh 10,6% (yoy).

Peningkatan CASA menunjukkan keberhasilan bank dalam memperkuat basis nasabah ritel dan digital banking, yang turut menekan biaya dana (cost of fund) dan memperbaiki profitabilitas.

CIMB Niaga juga terus menjaga posisi keuangan yang solid. Rasio kecukupan modal (CAR) tercatat sebesar 24,7%, sementara loan to deposit ratio (LDR) berada di level 81,1%, mencerminkan keseimbangan yang sehat antara penyaluran kredit dan penghimpunan dana.

Dengan total aset konsolidasian mencapai Rp369,5 triliun per 30 September 2025, CIMB Niaga semakin mengukuhkan posisinya sebagai bank swasta nasional terbesar kedua di Indonesia.

BRIS Tembus Laba Rp5,57 T

PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) telah mencetak laba sebesar Rp5,57 triliun sepanjang hingga kuartal III-2025. Perolehan laba itu naik 9,03% secara tahunan (yoy) dari sebesar Rp5,1 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan di media massa, perolehan laba tersebut tidak terlepas dari pendapatan dari penyaluran dana yang naik 15,24% yoy menjadi Rp22,23 triliun pada akhir September 2025. Bagi hasil untuk investasi ikut terkerek 18,12% yoy menjadi Rp6,89 triliun. Alhasil, pendapatan setelah distribusi bagi hasil tercatat naik 14% yoy menjadi Rp15,34 triliun.

Pada fungsi intermediasi, bank syariah terbesar RI itu tercatat telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp300,27 triliun, meningkat 12,7% yoy sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini.

Seiring dengan peningkatan tersebut, kualitas pembiayaan semakin membaik dengan non performing financing (NPF) gross menjadi sebesar 1,84%, dari sebelumnya 1,97%. Sedangkan NPF net sebesar 0,55% dari sebelumnya 0,56%.

Pada pendanaan, BSI mencatatkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 15,65% yoy menjadi Rp348,38 triliun hingga kuartal III-2025.

Perbandingan pembiayaan terhadap simpanan alias financing to deposit ratio (FDR) BSI menyusut menjadi 86,3% dari sebelumnya 88,6%.

Total aset BSI pun kali ini naik 1,94% yoy menjadi Rp416,57 triliun dari periode akhir 2024.

Deal Antara Trump dengan Xi Jinping

Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan tercapainya kesepakatan dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela KTT APEC di Korea Selatan, Kamis (30/10/2025). Hal ini dilakukan saat tensi kedua negara terus bereskalasi.

Trump mengeklaim perselisihan mengenai pasokan mineral logam tanah jarang telah terselesaikan dan China setuju untuk melanjutkan pembelian kedelai AS, dalam langkah yang meredakan ketegangan perang dagang yang telah berlangsung selama berbulan-bulan.

Pertemuan tatap muka pertama antara kedua pemimpin sejak 2019 ini sangat penting, terutama karena adanya ancaman Trump untuk mengenakan tarif 100% pada barang-barang China jika tidak ada kesepakatan.

Berikut sejumlah hal yang disepakati kedua pemimpin negara.


1. Fentanil

Trump mengatakan ia telah mencapai kesepakatan di mana Presiden Xi Jinping setuju untuk "bekerja sangat keras" mencegah produksi dan aliran opioid sintetis mematikan, fentanil, ke AS. Fentanil merupakan masalah utama bagi AS, dan Washington telah menerapkan tarif 20% pada barang-barang China karena dugaan kegagalan Beijing menghentikan perdagangan obat ilegal ini.

Sebagai imbalan atas kerja sama China, AS setuju untuk mengurangi tarif yang terkait dengan fentanil dari 20% menjadi 10%. Trump menyatakan keyakinannya terhadap upaya China.

2. Kedelai

China setuju untuk melanjutkan pembelian produk pertanian AS, terutama kedelai, dalam jumlah besar ("tremendous amounts"). Impor kedelai China dari AS telah terhenti sejak Mei sebagai tindakan balasan atas tarif AS sebelumnya, yang sangat merugikan petani Amerika.

Komitmen pembelian dalam skala besar ini dipandang sebagai 'jalan keluar' bagi para petani AS yang telah menanggung kerugian, dan merupakan salah satu konsesi utama dari pihak China.

3. Tarif Perdagangan

Sebagai bagian dari kerangka kesepakatan satu tahun ini, AS setuju untuk mengurangi tarif pada barang-barang China. Secara keseluruhan, Trump setuju untuk menurunkan tarif rata-rata AS yang dikenakan pada barang-barang China dari 57% menjadi 47%.

Pengurangan ini bertujuan untuk mencegah tarif yang lebih tinggi yang diancamkan Trump sebelumnya, serta menstabilkan ekspektasi pasar. Presiden China Xi Jinping mengonfirmasi adanya kemajuan diplomatik ini.

4. Logam Tanah Jarang

Sengketa mengenai mineral kritis dan rare earths diklaim telah terselesaikan. China setuju untuk menunda kontrol ekspor ketat terhadap material rare earths yang diumumkan pada awal bulan ini. Keputusan China ini akan meredakan kekhawatiran global mengenai gangguan rantai pasokan yang vital.

Aktivitas Pabrik China Diperkirakan Turun

Pada Jumat (31/10/2025), terdapat data PMI Manufaktur China. Dimana, aktivitas pabrik China kemungkinan menyusut untuk bulan ketujuh pada bulan Oktober, menggarisbawahi perlunya stimulus lebih lanjut untuk meningkatkan permintaan domestik, karena upaya produsen untuk melepas barang ke luar negeri hanya mengekspor perang harga yang membebani mereka di dalam negeri.

Jajak pendapat Reuters terhadap 28 ekonom memperkirakan indeks manajer pembelian (PMI) resmi akan turun menjadi 49,6 dari 49,8 pada bulan September, tetap di bawah ambang batas 50 poin yang memisahkan pertumbuhan dari kontraksi. Data tersebut akan dirilis pada hari Jumat.

Kemerosotan yang berkepanjangan ini terjadi ketika produsen berjuang untuk mencapai pemulihan yang berkelanjutan dalam beberapa tahun terakhir sejak pandemi Covid dan perang dagang yang merugikan dengan Presiden AS Donald Trump memaksa pemilik pabrik untuk menyerah pada pasar konsumen terbesar dunia.

Produsen juga mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan di pasar-pasar baru, dengan eksportir semakin banyak menjual dengan kerugian di Eropa, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Afrika.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi China melambat menjadi 4,8% pada kuartal ketiga, laju terlemahnya dalam setahun. Meskipun hal ini membuat ekonomi terbesar kedua di dunia ini tetap berada di jalur yang tepat untuk mencapai targetnya sekitar 5% tahun ini, hal ini menimbulkan pertanyaan tentang ketergantungan Beijing pada permintaan eksternal di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan.

Partai Komunis yang berkuasa berjanji untuk meningkatkan konsumsi domestik setelah pertemuan tertutup selama empat hari pekan lalu yang menguraikan tujuan ekonomi dan kebijakan untuk lima tahun ke depan, sekaligus menekankan upaya untuk memperkuat sistem industrinya yang luas.

Namun, para analis mempertanyakan apakah Beijing mengusulkan sesuatu yang baru atau kembali pada strategi lamanya, yaitu menyalurkan sumber daya ke perusahaan-perusahaan besar sambil mengabaikan produsen dan rumah tangga swasta.

Beberapa analis yakin Beijing tidak membutuhkan stimulus lebih lanjut tahun ini, sementara yang lain melihat percepatan investasi infrastruktur sebagai cara untuk memastikan perekonomian tetap sesuai target pada kuartal keempat.

Hal itu tidak banyak meredakan kekhawatiran jangka panjang atas kemampuan Beijing untuk menyeimbangkan kembali perekonomian di mana konsumsi rumah tangga tertinggal sekitar 20 poin persentase dari PDB dibandingkan rata-rata global.

PCE AS September

Pada akhir pekan Jumat (31/10/2025), juga terdapat data indeks harga PCE atau pengeluaran konsumen pribadi warga AS periode September.

Sebelumnya, inflasi inti sedikit berubah pada bulan Agustus, menurut alat prakiraan utama Federal Reserve, yang kemungkinan akan membuat bank sentral tetap pada jalur penurunan suku bunga ke depannya.

Indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi mencatat kenaikan 0,3% untuk bulan tersebut, menjadikan tingkat inflasi tahunan utama di 2,7%, Departemen Perdagangan melaporkan pada hari Jumat.

Tidak termasuk makanan dan energi, tingkat harga inti PCE yang lebih ketat adalah 2,9% secara tahunan setelah naik 0,2% untuk bulan tersebut.

Tingkat inflasi tahunan utama sedikit meningkat dari 2,6% pada bulan Juli, sementara tingkat inflasi inti tetap sama.

Semua angka tersebut sejalan dengan perkiraan konsensus Dow Jones. Angka pengeluaran dan pendapatan sedikit lebih tinggi dari perkiraan.

Pendapatan pribadi meningkat 0,4% untuk bulan tersebut, sementara pengeluaran konsumsi pribadi meningkat dengan kecepatan 0,6%. Keduanya 0,1 poin persentase di atas perkiraan masing-masing.

Meskipun The Fed menargetkan inflasi sebesar 2%, angka-angka tersebut kemungkinan besar tidak akan mengubah arah bagi para pembuat kebijakan yang pekan lalu mengindikasikan bahwa mereka melihat dua penurunan poin persentase kuartal lagi sebelum akhir tahun.

(saw/saw)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular