
China & AS Siaga: Gebrakan Danantara-Purbaya Jadi Tumpuan IHSG Rupiah?

Sejumlah data ekonomi penting dari dalam dan luar negeri tengah menjadi sorotan pasar. Dari Asia, tekanan deflasi China berlanjut dengan penurunan Indeks Harga Konsumen (CPI) sebesar 0,3% (yoy) pada September 2025, menandakan rapuhnya permintaan domestik di ekonomi terbesar kedua dunia itu.
Sementara di dalam negeri, posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia naik menjadi US$431,9 miliar per Agustus, disertai pelemahan penerimaan pajak yang mendorong pemerintah menimbang penurunan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk menjaga daya beli masyarakat.
Dari sisi korporasi, Danantara mengumumkan efisiensi besar lewat pemangkasan jumlah komisaris BUMN dan penghapusan bonus tahunan, langkah yang diklaim mampu menghemat hingga Rp8,28 triliun per tahun.
Di saat bersamaan, Kementerian Keuangan meluncurkan kanal pengaduan "Lapor Pak Purbaya" untuk memperkuat transparansi fiskal. Sementara dari Amerika Serikat, pasar global menanti rilis data inflasi produsen (PPI) dan penjualan ritel untuk September yang akan menjadi petunjuk arah inflasi dan kebijakan suku bunga The Fed selanjutnya
China Catat Deflasi Lagi
Biro Statistik Nasional China melaporkan, memperpanjang periode kontraksi harga konsumen dan menegaskan lemahnya permintaan domestik.
Indeks Harga Konsumen (IHK) di China kembali turun 0,3% (yoy) atau deflasi pada September 2025, lebih dalam dari perkiraan pasar yang memproyeksikan deflasi 0,1%, namun sedikit lebih ringan dibandingkan penurunan 0,4% pada bulan sebelumnya.
Menurut data National Bureau of Statistics of China, harga bahan makanan merosot lebih tajam sebesar 4,4% dibandingkan 4,3% pada Agustus menjadi kontraksi terdalam sejak Januari 2024. Penurunan ini terjadi secara luas di berbagai kategori, terutama harga daging babi yang terus anjlok akibat pasokan melimpah menjelang libur Golden Week, biaya produksi yang menurun, serta lemahnya permintaan.
Sebaliknya, inflasi non-pangan justru meningkat menjadi 0,7% dari sebelumnya 0,5%, didorong oleh program trade-in pemerintah untuk mendorong konsumsi rumah tangga. Kenaikan tercatat di sektor perumahan (0,1%), pakaian (1,7%), kesehatan (1,1%), dan pendidikan (0,8%). Sementara itu, biaya transportasi turun lebih lambat, yakni 2,0% dibandingkan 2,4% pada Agustus.
Jika dilihat dari sisi inti, inflasi inti yang tidak memasukkan harga pangan dan energi-naik 1,0% (yoy), menjadi level tertinggi dalam 19 bulan terakhir setelah kenaikan 0,9% pada Agustus. Secara bulanan, IHK China naik tipis atau mengalami inflasi 0,1%, di bawah ekspektasi pasar sebesar 0,2%, setelah sebelumnya stagnan pada Agustus.
Utang Luar Negeri RI Tembus US$431,9 Miliar per Agustus 2025, Masih Didominasi Jangka Panjang
Posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia kembali meningkat. Bank Indonesia (BI) melaporkan total ULN nasional mencapai US$431,9 miliar pada Agustus 2025, naik 2% secara tahunan (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan Juli 2025 yang tercatat sebesar US$430,7 miliar.
Dalam keterangan resmi BI, Rabu (15/10/2025), rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) berada di level 30,0%, relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 29,9%. Struktur utang pun masih didominasi oleh utang jangka panjang yang mencapai 85,9% dari total ULN, menunjukkan risiko pembiayaan eksternal yang tetap terjaga.
Secara rinci, utang luar negeri pemerintah tercatat sebesar US$213,9 miliar pada Agustus 2025, tumbuh 6,7% (yoy). Namun, pertumbuhan ini melambat dibandingkan Juli yang naik 9,0%. Perlambatan tersebut dipengaruhi oleh melemahnya arus masuk modal asing ke instrumen Surat Berharga Negara (SBN) di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Sementara itu, utang luar negeri swasta berada di posisi US$194,2 miliar, mencatat kontraksi 1,1% (yoy), lebih dalam dibandingkan penurunan 0,2% pada Juli. Penurunan utang swasta terutama berasal dari sektor bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) yang terkontraksi 1,6%, sementara lembaga keuangan (financial corporations) hanya tumbuh tipis 0,8%.
Purbaya Luncurkan 'Lapor Pak Purbaya' untuk Aduan Pajak dan Bea Cukai
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa meluncurkan layanan pengaduan baru bertajuk "Lapor Pak Purbaya", yang menjadi saluran langsung bagi masyarakat dan pelaku usaha untuk melaporkan dugaan penyimpangan atau keluhan terkait pajak dan bea cukai.
"Nomornya 082240406600. Silakan digunakan kalau ada masalah dengan pajak, pegawai pajak, atau pegawai cukai yang tidak sesuai prosedur," ujar Purbaya di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Rabu (15/10/2025).
Purbaya menjelaskan, layanan ini dibentuk untuk memperkuat transparansi dan memastikan aparat fiskal bekerja sesuai aturan. Sebuah tim khusus telah disiapkan untuk menampung laporan masyarakat, yang kemudian akan disortir dan ditindaklanjuti secara berkala oleh Kementerian Keuangan.
Ia menegaskan, setiap aduan akan diproses melalui mekanisme resmi agar dapat memperbaiki tata kelola dan pelayanan publik di sektor fiskal. "Kami ingin ada saluran langsung ke menteri, supaya keluhan dunia usaha atau publik bisa segera ditangani," kata Purbaya.
Selain itu, Purbaya juga menegaskan tidak ada kebijakan pengetatan jalur hijau di pelabuhan, jalur yang diperuntukkan bagi arus barang berisiko rendah. Namun, pemeriksaan acak tetap akan dilakukan untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan.
Melalui layanan "Lapor Pak Purbaya", pemerintah berharap kepercayaan publik terhadap sektor perpajakan dan kepabeanan semakin meningkat, sekaligus menekan praktik tidak transparan di lapangan.
Danantara Pangkas Komisaris BUMN, Hemat Rp8,28 Triliun Setahun
Danantara mencatat efisiensi besar dari kebijakan pengurangan jumlah komisaris dan penghapusan bonus (tantiem) di BUMN.
CEO Danantara Rosan Roeslani mengungkapkan langkah itu mampu menghemat sekitar US$500 juta atau setara Rp8,28 triliun per tahun.
"Dari 1.000 perusahaan, rata-rata ada lima komisaris. Dengan efisiensi ini, kita bisa hemat setengah miliar dolar setiap tahun," ujar Rosan dalam Forbes Global CEO Conference di Jakarta, Rabu (15/10/2025).
Rosan menilai, kebijakan ini juga memperkuat tata kelola perusahaan pelat merah agar lebih efisien dan adil. Sebab, menurutnya, peran komisaris seharusnya fokus pada fungsi pengawasan, bukan bagian dari manajemen aktif.
Ia juga menegaskan, skema bonus hingga 45% dari bonus direktur tidak lagi relevan. "Tidak ada perusahaan di ASEAN atau dunia yang masih menerapkan tantiem untuk komisaris," pungkasnya.
Pemerintah Kaji Penurunan Tarif PPN di Tengah Pelemahan Penerimaan Pajak
Pemerintah tengah menimbang opsi penurunan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai langkah menjaga daya beli masyarakat, seiring tren pelemahan penerimaan pajak di tahun berjalan.
Saat ini, tarif PPN masih berlaku 11%, meski dalam UU HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan) sebenarnya direncanakan naik menjadi 12% pada 2025. Namun, karena adanya penolakan publik, kenaikan tersebut hanya diterapkan untuk barang-barang mewah, sementara tarif umum tetap 11% dengan skema dasar pengenaan pajak (DPP) 11/12.
Selain mempertimbangkan penyesuaian tarif, pemerintah juga memperpanjang insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk sektor properti. Stimulus berupa pembebasan PPN 100% atas penyerahan rumah tapak dan satuan rumah susun akan berlaku hingga 31 Desember 2027, diperpanjang dari rencana semula 2026.
Menurut Purbaya, kebijakan ini diambil setelah mendengar masukan dari pelaku industri properti dan diharapkan mampu menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. "Perpanjangan ini penting untuk mendorong sektor perumahan, sekaligus menopang konsumsi rumah tangga," ujarnya.
Data Inflasi Produsen (Producer Price Index/PPI), Penjualan Ritel AS (retail sales) & Klaim Pengangguran
Dua data penting ekonomi Amerika Serikat akan menjadi sorotan pasar pada Kamis, 16 Oktober 2025. Malam ini waktu Indonesia, Washington akan merilis data inflasi produsen (Producer Price Index/PPI) dan penjualan ritel (retail sales) untuk periode September-dua indikator kunci yang kerap dijadikan barometer arah inflasi dan daya beli konsumen AS.
Data ini krusial, terutama setelah laporan bulan Agustus menunjukkan sinyal campuran antara perlambatan harga di tingkat produsen dan ketahanan konsumsi masyarakat.
Pada Agustus 2025, inflasi produsen di AS tercatat turun 0,1% (mom), penurunan pertama dalam empat bulan terakhir, menurut U.S. Bureau of Labor Statistics. Koreksi ini jauh di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan 0,3%, seiring anjloknya biaya jasa sebesar 0,2%-penurunan terdalam sejak April.
Pasar kini menantikan hasil rilis terbaru September untuk melihat apakah tren tersebut berlanjut. Jika inflasi produsen tetap terkendali namun konsumsi bertahan kuat, The Fed mungkin akan memiliki ruang lebih besar untuk menahan suku bunga di level saat ini. Namun jika tekanan harga kembali meningkat, pasar bisa bersiap menghadapi narasi baru soal risiko inflasi yang kembali menguat di akhir tahun.
AS pada hari ini juga akan mengumumkan klaim pengangguran per 4 Oktober 2025.
Sebagai catatan, klaim pengangguran awal di Amerika Serikat menurun sebanyak 14.000 dari minggu sebelumnya menjadi 218.000 pada minggu ketiga September, jauh di bawah konsensus pasar yang memprediksi kenaikan kembali ke 235.000, menandai angka terendah dalam dua bulan terakhir.
(emb/emb)