
Berhamburan! RI Mulai Banjir Uang, Tanda Ekonomi Mulai Bergairah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia mencatatkan kenaikan pada Uang Primer (M0) adjusted per September 2025 mencapai Rp2.152,4 triliun atau mengalami kenaikan 18,6% (year-on-year/yoy), kenaikan ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 7,3% yoy.
Sementara itu, Uang Primer (M0) atau base money yang non adjusted tumbuh 13,16% yoy, mencapai Rp1.763,4 triliun.
Sebagai catatan, uang primer atau base money atau uang dasar adalah uang yang dirilis oleh bank sentral, meliputi uang kartal (koin dan uang kertas) yang beredar di masyarakat dan cadangan bank, yakni simpanan bank umum di bank sentral.
Fungsi utamanya base money adalah sebagai dasar atau fondasi untuk penciptaan bentuk uang lain di perekonomian.
Sementara itu, catatan BI untuk posisi uang kartal yang beredar di masyarakat pada September 2025 mencapai Rp1.200,1 triliun atau naik 13,49% dari periode yang sama tahun lalu.
Uang kartal merupakan komponen penting dalam uang primer yang mencerminkan likuiditas langsung di perekonomian.
Naiknya uang kartal biasanya menjadi indikator meningkatnya konsumsi rumah tangga, belanja sektor informal, hingga aktivitas perdagangan menjelang akhir tahun.
Kenaikan uang kartal menjadi sinyal positif bahwa aktivitas ekonomi masyarakat mulai meningkat, sejalan dengan gencarnya stimulus fiskal dan pelonggaran moneter yang digencarkan pemerintah serta Bank Indonesia sepanjang tahun ini.
Ekonom Nilai Kenaikan Uang Primer Dorong Likuiditas, tapi Perlu Waspadai Risiko Inflasi
Kenaikan tajam uang primer (M0) pada September 2025 dinilai oleh dua ekonom sebagai sinyal peningkatan likuiditas di sistem keuangan yang dapat memberikan dorongan bagi perekonomian nasional.
Namun, ekonom juga mengingatkan bahwa dampak positif tersebut tetap bergantung pada transmisi perbankan dan kondisi permintaan kredit di sektor riil.
Ekonom Bank BCA, Victor Matindas, menjelaskan bahwa lonjakan uang primer adjusted sebesar 18,6% (yoy) utamanya disebabkan oleh pemindahan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun dari rekening di BI ke bank-bank Himbara.
"Terlihat dari giro bank umum di BI yang akselerasi tajam ke 37% yoy. Uang kartal juga akselerasi dari 12,1% ke 13,5%," ujarnya kepada CNBC Indonesia.
Menurut Viktor, peningkatan uang primer ini secara teori akan memperluas likuiditas perbankan dan menurunkan suku bunga antarbank, yang pada akhirnya diharapkan dapat menekan suku bunga kredit.
Namun, permintaan kredit tidak hanya ditentukan oleh suku bunga, tetapi juga oleh tingkat kepercayaan pelaku usaha, kebutuhan ekspansi bisnis, dan tren harga aset. Jika pertumbuhan kredit diikuti dengan kenaikan produksi, maka dampaknya positif terhadap PDB. Tapi kalau tidak, risiko yang muncul bisa berupa peningkatan impor, inflasi, hingga depresiasi nilai tukar.
Sementara itu, Ekonom Senior Bank Permata, Joshua Pardede, menilai lonjakan uang primer pada September lebih banyak bersumber dari arus fiskal domestik.
"Sumber utamanya adalah lonjakan giro bank umum di BI dari Rp366 triliun menjadi Rp535 triliun, disertai kenaikan uang kartal yang diedarkan dari Rp1.180 triliun menjadi Rp1.200 triliun," jelas Joshua.
Joshua juga menambahkan bahwa dorongan terbesar datang dari belanja pemerintah yang lebih deras ke perekonomian, seiring turunnya kewajiban BI kepada pemerintah pusat dari Rp451 triliun menjadi Rp239 triliun.
Hal Ini mencerminkan likuiditas yang bertambah di sistem keuangan. Di sisi lain, BI juga tetap aktif melakukan operasi moneter untuk menyerap kelebihan dana agar inflasi terkendali.
Menurutnya, komposisi likuiditas bulan September menunjukkan denyut transaksi domestik yang menguat dan bantalan likuiditas perbankan yang cukup longgar, menandakan perekonomian memiliki cukup tenaga untuk tumbuh menuju akhir tahun.
Namun, Joshua mengingatkan dua hal penting untuk diperhatikan supaya dampak pada perekonomian tetap sehat.
"Pertama, bila peningkatan likuiditas akibat belanja pemerintah hanya bersifat sementara, maka dorongan daya beli pun akan cepat hilang dan kedua, jika permintaan tunai terus meningkat tanpa diimbangi pasokan barang, tekanan harga bisa muncul," ujarnya.
Pada kesimpulannya kenaikan uang primer pada September ini menjadi sinyal positif bagi perekonomian, sekaligus menunjukkan meningkatnya aktivitas transaksi dan konsumsi di masyarakat, dan melonggarnya kondisi likuiditas perbankan.
Namun, tetap pentingnya menjaga keseimbangan agar peningkatan likuiditas ini dapat mendorong pertumbuhan tanpa menimbulkan tekanan inflasi di penghujung tahun.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)