
Mari Tepuk Tangan! Rupiah Pimpin Asia Tendang Dolar

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar mata uang Asia terpantau cukup beragam terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Kamis (9/10/2025).
Melansir data Refinitiv, per pukul 10.05 WIB, rupiah Garuda berhasil mencatat sebagai mata uang di Asia yang mengalami penguatan paling besar terhadap dolar AS. Sementara itu, baht Thailand justru menjadi mata uang dengan pelemahan terbesar.
Nilai tukar rupiah terapresiasi hingga 0,24% ke level Rp16.515/US$. Menyusul di bawahnya, won Korea dan dolar Taiwan sama-sama menguat 0,21% ke posisi KRW 1.418,32/US$ dan TWD 30,482/US$.
Sedangkan beberapa mata uang Asia lainnya juga menguat, seperti peso Filipina yang menguat 0,14% ke level PHP 57,853/US$, serta yen Jepang dan dolar Singapura yang juga sama-sama menguat 0,12%.
Sementara itu, empat mata uang Asia justru tengah menghadapi tekanan dari greenback. Baht Thailand tercatat melemah hingga 0,34% ke posisi THB 32,56/US$, sedangkan yuan China berada di bawah baht dengan pelemahan sebesar 0,14% di level CNY 7,129/US$.
Dong Vietnam dan Rupee India turut melemah namun hanya tipis sebesar 0,04% dan 0,03% di level VND 26.346/US$ dan INR 88,768/US$.
Pergerakan nilai tukar mata uang Asia hari ini turut dipengaruhi oleh dinamika indeks dolar AS (DXY) yang melemah 0,19% ke level 98,725. Meski mengalami koreksi, DXY masih berada dalam tren penguatan jangka pendek setelah mencatat kenaikan tiga hari beruntun hingga penutupan perdagangan Rabu (8/10/2025), di mana DXY menguat 0,34% ke level 98,915.
Ketidakpastian politik di Prancis dan Jepang menekan nilai tukar euro dan yen, sehingga memberikan keuntungan bagi dolar AS. Mata uang greenback sempat melanjutkan penguatannya pada perdagangan kemarin, usai rilis risalah rapat FOMC The Fed yang bernada hawkish.
Dalam risalah tersebut, sebagian besar pembuat kebijakan menilai pelonggaran moneter masih diperlukan hingga akhir tahun, namun mayoritas juga menyoroti risiko kenaikan inflasi yang perlu diwaspadai.
Meski demikian, sentimen terhadap dolar AS tertahan oleh kekhawatiran atas penutupan pemerintahan AS yang telah memasuki pekan kedua atau hari ke sembilan. Kondisi ini menjadi faktor penekan bagi dolar karena semakin lama penutupan berlangsung, semakin besar potensi dampaknya terhadap aktivitas ekonomi.
Kekhawatiran fiskal tersebut mendorong pelaku pasar beralih ke aset berisiko, termasuk mata uang negara berkembang seperti rupiah dan mata uang Asia lainnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)