HUT TNI ke-80 Tahun 2025

F-35 Hingga Rafale, Inilah Daftar Senjata Paling Laku di Dunia

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
05 October 2025 12:00
Pesawat tempur Rafale buatan Dassault Aviation, unit pertama akan tiba di Indonesia pada tahun 2026, dari sejumlah 42 unit pengadaan Kemhan untuk meningkatkan kekuatan TNI AU. (Instagram @kemhanri)
Foto: Pesawat tempur Rafale buatan Dassault Aviation, unit pertama akan tiba di Indonesia pada tahun 2026, dari sejumlah 42 unit pengadaan Kemhan untuk meningkatkan kekuatan TNI AU. (Instagram @kemhanri)

Jakarta, CNBC Indonesia — Industri pertahanan global masih menunjukkan pola yang sama, sebagian besar negara pembeli memilih produk dari sepuluh eksportir utama dunia. Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) mencatat sejumlah kontrak besar senjata utama yang sudah dipesan atau sedang dalam tahap pemilihan untuk pengiriman setelah 2024.

Daftar tersebut memperlihatkan arah baru dalam perdagangan persenjataan internasional. Pesawat tempur tetap menjadi komoditas paling diminati, diikuti kapal perang besar, sistem pertahanan udara, tank, dan rudal strategis. Negara-negara pembeli didorong oleh kebutuhan modernisasi, serta meningkatnya ketegangan kawasan di Eropa, Timur Tengah, dan Asia Pasifik.

Amerika Serikat mendominasi daftar dengan kontrak pengiriman pesawat tempur F-35 ke berbagai negara NATO, serta paket rudal Patriot dan HIMARS yang masih dalam antrean produksi.

Diikuti Prancis melalui penjualan jet Rafale, kapal perang Belharra-class, dan kapal selam Scorpène. Sementara Rusia masih mencatat beberapa kontrak lama, namun mulai kehilangan pasar ke Turki, Korea Selatan, dan China yang muncul sebagai pemain baru dengan teknologi sendiri.

Pola pesanan global tersebut menunjukkan pergeseran strategi. Negara-negara Eropa meningkatkan kontrak besar sejak perang Rusia-Ukraina pecah, sementara Asia Tenggara memperkuat armada udara dan laut untuk menjaga keseimbangan kawasan.

Selain itu, tren baru muncul dari masuknya pemain non-tradisional seperti Korea Selatan dan Turki, yang kini menyaingi negara Barat dalam ekspor alat utama sistem senjata (alutsista). Keberhasilan mereka didorong oleh harga kompetitif, transfer teknologi fleksibel, serta pengalaman langsung di medan konflik.

Laporan SIPRI juga menyoroti perubahan pola pembelian. Negara-negara kini cenderung menandatangani kontrak jangka panjang dengan jadwal pengiriman bertahap, bukan lagi pembelian besar sekali waktu. Model ini memberi ruang bagi stabilitas industri pertahanan dan kepastian suplai, terutama bagi produsen besar seperti AS, Prancis, dan Jerman.

Di sisi lain, meningkatnya permintaan ini menandakan era baru dalam politik keamanan global. Perdagangan senjata bukan lagi sekadar urusan ekonomi, tetapi juga instrumen diplomasi dan aliansi strategis. Setiap kontrak besar menjadi simbol kedekatan politik dan kepercayaan antarnegara di tengah dunia yang kian bergejolak.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(emb/emb)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation