Revolusi Wall Street: 5 Raksasa AI Ini Bisa Menggeser Magnificent 7

Gelson Kurniawan, CNBC Indonesia
30 September 2025 18:40
FILE - In this Oct. 14, 2020 file photo, the American Flag hangs outside the New York Stock Exchange in New York.Stocks were posting strong gains in early trading Thursday, May 13, 2021, following three days of losses and the biggest one-day drop in the S&P 500 since February.  (AP Photo/Frank Franklin II, File)
Foto: Bendera Amerika tergantung di luar Bursa Efek New York di New York (AP/Frank Franklin II)

Jakarta, CNBC Indonesia - Selama bertahun-tahun, pasar saham global seolah hanya memiliki satu narasi yaitu "Magnificent 7". Namun, posisi mereka kini terancam.

Kelompok "Magnificent 7" merujuk pada tujuh raksasa teknologi mulai dari Apple, Microsoft, Google, Amazon, Nvidia, Tesla, dan Meta Platforms yang telah menjadi motor penggerak utama Wall Street.

Mereka menyumbang hampir seluruh keuntungan indeks S&P 500 pada tahun 2023 hingga belakangan ini. Namun kini narasi cerita dominasi tunggal tersebut mulai retak dan pudar.

Kinerja yang tidak lagi seragam dan valuasi yang menjulang tinggi telah membuat investor gelisah. Muncul pertanyaan krusial: Jika era keemasan Magnificent 7 akan berakhir, siapa yang siap mengambil alih tahta? Jawabannya terletak pada pergeseran fokus dari "memiliki AI" menjadi "siapa yang paling jelas menghasilkan uang dari AI".

Mengapa Narasi Magnificent 7 Mulai Pudar?

Dominasi Magnificent 7 sebagai satu blok yang solid mulai kehilangan pijakan karena beberapa alasan fundamental, salah satunya yaitu kinerja yang tidak seragam.

Jika dulu mereka bergerak kurang lebih bersamaan, kini terjadi divergensi tajam. Nvidia terus melesat berkat monopoli chip AI-nya, sementara Apple menghadapi kekhawatiran atas inovasi dan Tesla berjuang melawan persaingan ketat di pasar kendaraan listrik. Mereka tidak lagi bergerak sebagai satu kesatuan seperti dahulu kala.

Kemudian dari sisi valuasi yang dinilai sudah terlalu tinggi. Harga saham yang meroket membuat valuasi mereka sangat mahal sehingga investor mulai mempertanyakan apakah potensi pertumbuhan di masa depan masih sepadan dengan harga premium yang harus dibayar hari ini mencapai PE Ratio hingga lebih dari 200x.

Masalah juga terjadi terkait cara monetisasi AI seperti raksasa Google dan Meta, AI generatif saat ini lebih merupakan cost center masif untuk mempertahankan bisnis utama mereka yaitu iklan, daripada menjadi sumber pendapatan baru yang signifikan.

Hal ini dialami Sam Altman di OpenAI, mengubah teknologi AI canggih menjadi bisnis yang profitabel dalam skala besar adalah tantangan besar, dan pasar mulai menyadari hal ini.

Jejak Sejarah "Geng Saham Jawara"

Pengelompokan saham-saham dominan bukanlah hal baru. Sejarah pasar mencatat beberapa "geng" yang pernah mendefinisikan sebuah era, sebelum akhirnya memudar atau berevolusi:

  1. The Nifty Fifty (1970-an): Sekelompok 50 saham blue-chip seperti IBM dan Coca-Cola yang dianggap sebagai investasi "beli dan tahan selamanya". Euforia ini berakhir saat pasar jatuh dan mengajarkan bahwa valuasi tetaplah penting.

  2. The Four Horsemen (Akhir 1990-an): Cisco, Intel, Microsoft, dan Dell sebagai pemimpin revolusi internet. Narasi mereka runtuh bersamaan dengan pecahnya gelembung dot-com.

  3. FAANG (2010-an): Pendahulu langsung Mag 7 (Facebook/Meta, Apple, Amazon, Netflix, Google) yang mendominasi era internet mobile. Akronim ini menjadi usang karena kinerja Netflix mulai tertinggal dan pemain baru seperti Nvidia dan Tesla menjadi terlalu penting untuk diabaikan.

  4. BAT (2010-an): "FAANG-nya China" (Baidu, Alibaba, Tencent) yang narasinya memudar akibat tekanan regulasi pemerintah China dan munculnya kompetitor-kompetitor dengan model yang lebih canggih dan juga baru.

Kandidat Pewaris Tahta di Era AI

Jika narasi lama memudar, narasi baru akan lahir. Pengganti Magnificent 7 kemungkinan besar bukanlah tujuh perusahaan dengan model bisnis serupa, melainkan sekelompok perusahaan dengan peran yang jelas dan jalur monetisasi yang terbukti dalam ekosistem AI. Berdasarkan diskusi kita, berikut adalah para kandidat utamanya:

Menurut analisa tim riset CNBC Indonesia, perusahaan yang menyediakan perangkat keras krusial untuk membangun AI adalah perusahaan yang mampu menjadi pengganti The Magnificent 7. Contohnya adalah :

1.Broadcom (AVGO)

Perusahaan ini menjual chip jaringan dan semikonduktor penting lainnya yang menjadi tulang punggung data center tempat AI dijalankan. Permintaan untuk produk mereka dijamin tetap berjalan seiring dengan narasi AI masih tetap berlanjut. Beberapa erusahaan yang menggunakan jasa Broadcom adalah Apple, Google, Cisco, dan Microsoft.

2. Nvidia (NVDA)

Meskipun bagian dari Mag 7, narasinya adalah yang paling kuat dan fokus saat ini. Sebagai raja "penjual mesin AI", Nvidia mendesain dan menjual GPU (seperti H100 & Blackwell) yang menjadi standar emas untuk pelatihan AI.

Dengan posisi nyaris monopoli di segmen ini, jalur monetisasi mereka adalah yang paling jelas dan langsung di antara semua saham teknologi lainnya. Beberapa perusahaan yang menggunakan jasa Nvidia adalah Amazon Web Services (AWS), Nasdaq, Meta, OpenAI, Foxconn, Shell, dan Tesla.

3. Oracle (ORCL)

Menyediakan infrastruktur cloud dan secara cerdas mengintegrasikan layanan AI ke dalam basis data dan aplikasi enterprise mereka, membuka jalur upselling yang jelas kepada ribuan pelanggan korporat yang sudah ada (B2B). Beberapa perusahaan besar yang menggunakan jasa Oracle adalah JPMorgan, AT&T, Verizon, Red Bull Racing, Dow Jones, dan lembaga pemerintahan.

4.TSMC (TSM)

Sebagai pabrik chip  tercanggih di dunia, TSMC adalah landasan pacu tempat seluruh perlombaan AI berlangsung. Mereka memproduksi chip paling canggih untuk Nvidia, Apple, dan AMD. Posisi mereka nyaris monopoli secara teknologi, menjadikan mereka taruhan paling fundamental di industri ini, meskipun dibayangi oleh risiko geopolitik. Beberapa perusahaan yang menggunakan chip TSMC di antaranya adalah Nvidia, AWS, Qualcomm, Intel, AMD, dan Apple.

5.Palantir Technologies (PLTR)

Perusahaan ini menjual platform AI untuk membantu organisasi menganalisis data internal mereka guna pengambilan keputusan. Dengan model kontrak B2B bernilai tinggi, jalur monetisasi mereka sangat jelas dan tidak terbebani oleh biaya operasional AI konsumer.

Berikut beberapa perusahaan yang menggunakan produk dari Palantir yaitu pemerintah Amerika Serikat, PwC, Scuderia Ferrari, Morgan Stanley, dan British Petroleum.

Era dominasi segelintir raksasa teknologi yang seragam akan segera berakhir. Pasar kini lebih cerdas dan mencari perusahaan yang tidak hanya memiliki teknologi hebat, tetapi juga model bisnis yang solid untuk menghasilkan keuntungan darinya di masa yang akan datang.

Masa depan kemungkinan bukan tentang "Magnificent 7" yang baru, melainkan tentang ekosistem perusahaan yang lebih beragam-mulai dari pabrik pembuat chip, penyedia infrastruktur, hingga platform aplikasi-yang masing-masing memainkan peran krusial dan profitabel dalam revolusi kecerdasan buatan.

Berdasarkan dari hasil riset ini, CNBC Indonesia memberikan nama 5 Saham ini menjadi "Fabulous Five"

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(gls/gls)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation