2 dari 3 Petani RI Berusia Tua, Siapa yang Menanam Padi?

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
29 September 2025 12:25
Prabowo bakal Guyur Subsidi Pupuk Rp 44 T,
Cukup Buat Petani?
Foto: Infografis/Prabowo bakal Guyur Subsidi Pupuk Rp 44 T, Cukup Buat Petani?/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia- Regenerasi petani masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Indonesia. Data Badan Pusat Statistik/BPS (Sensus Pertanian 2013 & 2023) menunjukkan dominasi petani berusia tua semakin menguat, sementara minat generasi muda untuk turun ke sawah masih terbatas. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keberlanjutan pangan nasional di masa depan.

Pada 2013, sekitar 60,79% pengelola usaha pertanian (UTP) berusia 45 tahun ke atas.

Sepuluh tahun kemudian, angkanya meningkat menjadi 66,44%. Artinya, hampir dua pertiga petani Indonesia kini berada di kelompok usia menjelang pensiun. Sebaliknya, porsi petani muda di kelompok usia 15-34 tahun justru menyusut, padahal kelompok inilah yang seharusnya menjadi tulang punggung regenerasi.

Selain faktor usia, tantangan regenerasi petani juga terkait dengan tingkat pendidikan. Sebanyak 60,72% petani hanya berpendidikan SD ke bawah, sedangkan yang menamatkan SMP ke atas baru mencapai 39,28%. Rendahnya pendidikan tentu berdampak pada lambatnya adopsi teknologi pertanian modern, yang sebenarnya bisa membuat sektor ini lebih menarik bagi generasi muda.

Persoalan lain adalah luas lahan. Mayoritas rumah tangga usaha pertanian (RTUP) di Indonesia termasuk kategori gurem, yakni menguasai lahan kurang dari 0,5 hektare.

Pada 2013, persentasenya 55,33%, dan melonjak menjadi 60,87% pada 2023. Fragmentasi lahan yang sempit membuat pendapatan petani sulit bersaing dengan sektor lain, sehingga semakin mengurangi daya tarik profesi ini.

Tak bisa dipungkiri, regenerasi petani erat kaitannya dengan kesejahteraan. Data BPS menunjukkan petani skala kecil hanya memperoleh pendapatan Rp44.507 per hari kerja pada 2023, atau 43,8 kali lebih rendah dibanding petani non-skala kecil. Kondisi ini menjadi salah satu alasan kuat mengapa anak-anak petani enggan melanjutkan profesi orang tuanya.

Meski demikian, ada secercah harapan. Data 2024 menunjukkan peningkatan lahan pertanian berkelanjutan hingga 33,51%, serta membaiknya akses perempuan atas hak kepemilikan lahan. Artinya, meskipun regenerasi petani tersendat, ada upaya struktural untuk memperkuat fondasi pertanian melalui aspek keberlanjutan dan kesetaraan gender.

Ke depan, dengan cita-cita swasembada, regenerasi petani hanya bisa terjadi jika sektor pertanian dipandang menjanjikan secara ekonomi, modern secara teknologi, dan adil secara akses. Tanpa terobosan di aspek pendidikan, kesejahteraan, dan tata kelola lahan, mimpi swasembada pangan bisa jadi hanya akan tinggal sejarah.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation