Newsletter

RI Dihujani Doping Ganda: Stimulus Ekonomi-Dana Asing: Investor Cuan?

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
16 September 2025 06:13
Menteri Keuangan,  Purbaya Yudhi Sadewa dan Menteri Perekonomian, Airlangga Hartarto saat konpres di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/9/2025). (CNBC Indonesi/Tri Susilo)
Foto: Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa dan Menteri Perekonomian, Airlangga Hartarto saat konpres di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/9/2025). (CNBC Indonesi/Tri Susilo)

Pada perdagangan hari ini, Selasa (16/9/2025), tampaknya tidak banyak sentimen penting yang dapat membuat warna pada pergerakan pasar hari ini. Investor masih akan menanti hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI serta pengumuman suku bunga acuan bank sentral AS (The Fed).

Meski demikian, sejumlah kabar penting tetap menjadi sorotan, mulai dari rilis data utang luar negeri (ULN) Indonesia, peluncuran program paket stimulus ekonomi 2025, hingga sinyal pelemahan dari data ekonomi China.

Kembalinya investor asing ke pasar saham serta stimulus pemerintah diharapkan bisa menjadi sentimen positif pasar saham hari ini. Di sisi lain,  melandainya indeks dolar AS diharapkan bisa membantu rupiah.

Meski demikian, sejumlah kabar penting tetap menjadi sorotan, mulai dari rilis data utang luar negeri (ULN) Indonesia, peluncuran program paket stimulus ekonomi 2025, hingga sinyal pelemahan dari data ekonomi China.

Berikut rangkuman sentimen utama yang akan membentuk arah IHSG hingga rupiah :


Asing Kembali ke Pasar Saham

Investor asing akhirnya mencatat net buy pada perdagangan Senin kemarin dengan nilai jumbo Rp 1,047 triliun. Net buy ini adalah yang pertama dalam 12 hari terakhir.

Seperti diketahui, asing ramai kabur dari Indonesia sejak politik memanas di tengah aksi demo menentang tunjangan DPR serta kesejahteraan pekerja.

Dalam 12 hari perdagangan beruntun 27 Agustus -12 September 2025, asing selalu mencatat net sell. Nilainya pun tembus Rp 12,39 triliun.
Kembalinya investor asing menunjukkan jika mereka mulai kembali percaya pada pasar saham Indonesia dan menilai Indonesia menarik untuk dijadikan tempat investasi.



Chief Economist PT Bank Mandiri, Andry Asmoro melihat inflow asing tak bisa dilepaskan dari prospek tren penurunan Fed Funds Rate (FFR) yang didasarkan atas sinyal dan 'guidance' The Fed. Dimana dalam jangka pendek berpeluang turun sebanyak 2 kali dari level 4,5% menjadi 4%, yang berlanjut di tahun mendatang ke level 3,5% serta berpotensi turun ke 3%-3,25% di tahun 2027.

Meski demikian, agresivitas penurunan suku bunga The Fed masih akan sangat tergantung dengan perkembangan data inflasi AS setelah diterapkannya tarif impor Presiden Donald Trump. Kondisi ekonomi AS yang mulai melandai sudah menjadi alasan yang cukup bagi The Fed untuk menurunkan suku bunga.

Bagi Indonesia, turunnya suku bunga The Fed bisa menjadi katalis positif bagi daya tarik pasar keuangan negara emerging market seperti Indonesia. Bank Indonesia juga memiliki ruang untuk kembali menurunkan BI Rate 25 bps hingga akhir tahun 2025 mengingat posisi Rupiah dan Inflasi yang masih sangat terjaga.

Diharapkan kebijakan suku bunga ini bisa semakin menarik capital inflow ke Tanah Air, meski daya tarik ini butuh didukung oleh narasi pertumbuhan ekonomi di tengah persaingan dengan kawasan ASEAN.

Indeks Dolar dan Imbal Hasil US Treasury Melandai

Indeks dolar ditutup di posisi 97, 33 pada perdagangan kemarin, posisi terendahnya sejak 23 Juli 2025 atau hampir dua bulan. Melemahnya indeks dolar mencerminkan investor tengah menjual investasi berdenominasi dolar.

Harapannya, mereka mulai mengalihkan investasi ke instrumen di Emerging Markets, terutama ke Indonesia. Dengan demikian, rupiah akan   bangkit.

Di sisi lain, imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun juga melandai ke 4,03% pada perdagangan kemarin, posisi terendahnya sejak 3 April 2025.

Melandainya imbal hasil US Treasury diharapkan bisa ikut menekan imbal hasil SBN tenor 10 tahun.


Utang Luar Negeri RI Turun Pada Juli 2025

Posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia kembali mengalami penurunan pada Juli 2025.

Berdasarkan rilis Bank Indonesia (BI) pada Senin (15/9/2925), tercatat nilai ULN berada di angka US$432,5 miliar, lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai US$434,1 miliar.

Secara tahunan, pertumbuhan ULN tercatat 4,1% (yoy), melambat dari laju 6,3% (yoy) pada Juni 2025. BI menjelaskan bahwa pelemahan ini terutama dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan di sektor publik serta penguatan dolar AS terhadap mayoritas mata uang dunia, termasuk rupiah.

"Perkembangan tersebut terutama bersumber dari perlambatan pertumbuhan ULN sektor publik. Posisi ULN Juli 2025 juga dipengaruhi oleh faktor penguatan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk Rupiah," tulis BI dalam siaran pers, Senin (15/9/2025).

Rinciannya, ULN pemerintah tercatat sebesar US$211,7 miliar, tumbuh 9,0% (yoy). Namun, angka ini lebih rendah dibanding pertumbuhan 10% pada Juni 2025. Perlambatan tersebut dipicu oleh moderasi pertumbuhan pinjaman luar negeri dan penerbitan surat utang pemerintah.

Sementara itu, ULN swasta relatif stabil di kisaran US$195,6 miliar. Pertumbuhannya masih mengalami kontraksi tipis sebesar 0,3% (yoy), sama seperti bulan sebelumnya. Perusahaan non-keuangan mencatat kontraksi lebih dalam hingga 1,2% (yoy), sementara ULN lembaga keuangan justru tumbuh lebih tinggi sebesar 3,6% (yoy).

BI juga menekankan bahwa struktur utang luar negeri Indonesia tetap sehat, dengan rasio terhadap PDB menurun menjadi 30,0% dari 30,5% pada Juni. Selain itu, utang jangka panjang mendominasi dengan porsi 85,5% dari total ULN.

"Dalam rangka menjaga agar struktur ULN tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN. Peran ULN juga akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian," tambah BI.

Suku Bunga BI

Bank Indonesia (BI) akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada hari ini dan besok, Selasa dan Rabu (16-17/9.2025) dan akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuan nya pada Rabu (17/9/2025).

Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI terakhir pada 19-20 Agustus 2025, BI memutuskan untuk kembali memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,0%. Suku bunga Deposit Facility juga turun menjadi sebesar 4,25% dan suku bunga Lending Facility turun menjadi 5,75%.

Hal tersebut sekaligus mencatatkan pemangkasan suku bunga keempat dalam tahun ini.

Dengan total penurunan mencapai 100 basis poin sejak awal 2025. Kebijakan ini ditempuh sejalan dengan proyeksi inflasi yang tetap terjaga di rentang2,5% plus minus 1% pada 2025, stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga, serta upaya memperkuat pertumbuhan ekonomi sesuai dengan kapasitas nasional.

Pemerintah Luncurkan Program Paket Ekonomi 2025

Pada Senin (15/9/2025), Pemerintah resmi meluncurkan Program Paket Ekonomi 2025 yang terdiri dari delapan program akselerasi hingga akhir tahun, empat program lanjutan pada 2026, serta lima program khusus terkait kendaraan pemerintah untuk penyerapan tenaga kerja.

Program ini diumumkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Senin (15/9/2025), didampingi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

Airlangga menjelaskan, kebijakan ini menjadi salah satu langkah strategis Presiden Prabowo Subianto untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi sekaligus memperluas kesempatan kerja.

"Tadi hadir bersama bapak presiden membahas terkait dengan kebijakan yang akan diambil yang kita beri nama Program Paket Ekonomi 2025. Program ini terdiri delapan program akselerasi di tahun 2025, empat program yang dilanjutkan di 2026, dan lima program terkait kendaraan pemerintah untuk tenaga kerja," ujar Airlangga.

Program ini antara lain mencakup magang lulusan perguruan tinggi dengan uang saku setara UMP, bantuan pangan, subsidi iuran pekerja informal, hingga padat karya tunai dan program perkotaan untuk UMKM. Total anggaran delapan program tersebut mencapai Rp16,23 triliun.

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan lanjutan insentif pajak bagi UMKM dan sektor pariwisata di 2026, serta program penyerapan tenaga kerja seperti operasionalisasi Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, kampung nelayan merah putih, hingga modernisasi kapal nelayan.

FOMC The Fed

Selain Bank Indonesia, pada hari ini, bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) juga akan melakukan pertemuan pada Federal Open Market Committee (FOMC) 16-17 September.

Investor memperkirakan The Fed akan mulai memangkas suku bunga acuan untuk pertama kalinya sejak Desember 2024.

Berdasarkan alat pantau CME Group FedWatch, para pelaku pasar menilai terdapat peluang sebesar 93% bahwa The Fed akan memangkas suku bunga federal funds rate sebesar 25 basis poin, sehingga turun ke kisaran 4,00% hingga 4,25%. Meski demikian, sebagian kecil pelaku pasar masih memperkirakan adanya kemungkinan pemangkasan lebih agresif hingga 50 basis poin.

Penjualan Ritel China Turun, Hingga Kekhawatiran Akan Ekonomi 

Perekonomian China kembali menunjukkan tanda-tanda pelemahan pada Agustus 2025. Sejumlah indikator utama yang dirilis Biro Statistik Nasional China (NBS) meleset dari perkiraan analis, yang semakin menegaskan lemahnya permintaan dalam negeri di tengah kebijakan pemerintah menekan kelebihan kapasitas industri.

Pada Senin (15/9/2025), rilis terbaru memperlihatkan penjualan ritel hanya naik 3,4% (yoy), di bawah ekspektasi pasar sebesar 3,9% dan melambat dari Juli yang tumbuh 3,7%. Produksi industri juga melambat dengan hanya tumbuh 5,2%, turun dari 5,7% pada Juli sekaligus menjadi level terlemah sejak Agustus 2024.

Investasi aset tetap sepanjang Januari-Agustus 2025 pun hanya meningkat 0,5%, anjlok dibandingkan 1,6% pada periode tujuh bulan pertama tahun ini dan jauh di bawah perkiraan konsensus 1,4%. Sektor properti kembali menjadi titik lemah, dengan investasi real estate yang merosot tajam hingga 12,9%.

"Pertumbuhan investasi manufaktur bersifat moderat dan tidak merata, terutama didukung oleh investasi BUMN yang digerakkan kebijakan di infrastruktur, teknologi tinggi, dan modernisasi industri. Namun, aktivitas real estate tetap lemah," ujar Yuhan Zhang, Principal Economist di The Conference Board's China Center dikutip dari CNBC International.

NBS juga melaporkan tingkat pengangguran perkotaan berbasis survei naik tipis ke 5,3% pada Agustus dari 5,2% bulan sebelumnya, dipengaruhi oleh musim kelulusan mahasiswa.

"Kita harus menyadari masih banyak faktor yang tidak stabil dan penuh ketidakpastian di lingkungan eksternal. Perkembangan ekonomi nasional masih menghadapi berbagai risiko dan tantangan," tulis NBS dalam rilis resminya.

Dari sisi konsumsi, penjualan perhiasan emas, perak, dan permata naik 16,8%, produk olahraga dan hiburan melonjak 16,9%, serta furnitur meningkat 18,6%. Namun, permintaan untuk produk minyak bumi, tembakau, dan alkohol tercatat melemah.

Menurut Lisheng Wang, Ekonom Goldman Sachs, pelemahan konsumsi ritel disebabkan oleh turunnya permintaan barang elektronik dan peralatan rumah tangga setelah efek subsidi "trade-in" dari Beijing yang mulai memudar.

"Kami memperkirakan pertumbuhan konsumsi akan melambat lebih signifikan mulai September karena efek basis yang kurang mendukung. Easing tambahan yang lebih terarah sangat diperlukan pada kuartal-kuartal mendatang," kata Wang dikutip dari CNBC International.

Sementara itu, menurut beberapa analis perlambatan ini sudah diperkirakan sebelumnya.

"Perlambatan ini bukan kejutan bagi pasar. Investor memang sudah memperkirakan pelemahan pertumbuhan pada kuartal ketiga setelah dorongan ekspor dan stimulus fiskal Beijing mulai pudar," ujar Zhiwei Zhang, Presiden & Kepala Ekonom Pinpoint Asset Management.

Meski ada peluang kebijakan fiskal akan lebih mendukung di periode mendatang, para ekonom menilai Beijing kemungkinan tidak akan meluncurkan stimulus besar kecuali target pertumbuhan 5% untuk tahun ini terancam gagal tercapai.

(evw/evw)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular