Newsletter

Asing Masih Ramai Kabur, Sanggupkah IHSG & Rupiah Bangkit?

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
10 September 2025 06:20
Ilustrasi Trading (Stok Market)
Foto: Ilustrasi Trading (Stok Market)
  • Pasar keuangan Indonesia kompak melemah, bursa saham dan rupiah sama-sama melemah
  • Wall Street berpesta pora dan mencetak rekor
  • Dampak reshuffle kabinet dan data ekonomi AS akan menjadi penggerak pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air sepanjang perdagangan kemarin Selasa (9/9/2025) kompak jeblok. Bursa saham dan rupiah sama-sama  melemah.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih volatile hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjun 1,78% ke posisi 7.627,60. Sudah tiga hari indeks pasar saham RI terjerembab di zona merah. 

Transaksi yang terjadi sepanjang hari kemarin terbilang ramai sampai Rp24,85 triliun, melibatkan 39,66 miliar lembar saham yang berpindah 2,36 juta kali. Adapun 222 saham menguat, 465 saham melemah, dan 118 saham stagnan.

Asing keluar cukup deras dari pasar saham pada kemarin sampai Rp4,55 triliun.

Saham perbankan big caps paling banyak dilego, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) diguyur sampai Rp2,10 triliun, diikuti saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rp1,37 triliun, lalu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) masing-masing Rp468,6 miliar dan Rp223,5 miliar.

Seiring dengan arus keluar dana asing itu, pasar nilai tukar juga merespon terlihat dari rupiah yang bertekuk lutut terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Merujuk data Refinitiv, rupiah melemah signifikan pada kemarin sampai 1,04% ke posisi Rp16.470/US$.

Pelemahan rupiah ini sekaligus menandai pelemahan harian terbesar sejak 8 April 2025, yang kala itu rupiah melemah 1,84% imbas dari pengumuman resiprokal tarif Presiden AS Donald Trump.

Pelemahan rupiah pada perdagangan Selasa kemarin masih dipengaruhi oleh pergantian menteri keuangan dari Sri Mulyani digantikan oleh Purbaya Yudhi Sadewa yang resmi diumumkan pada Senin sore (8/9/2025), artinya setelah perdagangan rupiah ditutup, sehingga efeknya baru terasa pada perdagangan kemarin.

Menurut Rully Wisnubroto, Ekonom senior Mirae Asset Sekurita Indonesia, pergantian ini memberi sinyal adanya pergeseran arah kebijakan ekonomi pemerintah Presiden Prabowo.

"Hal ini akan sangat berpengaruh karena merupakan sebuah sinyal pergeseran arah kebijakan ekonomi untuk memperkuat kendali dan menekankan prioritas baru," ujar Rully.

Rully turut memperkirakan akan adanya tren pelemahan pada nilai tukar rupiah, indeks saham gabungan (IHSG), hingga pasar obligasi dalam beberapa hari kedepan.

Pasar obligasi pada kemarin juga ikut terkoreksi, terpantau dari yield obligasi acuan RI tenor 10 tahun yang mengalami kenaikan sebesar 3,6 basis poin (bps) dari 6,42% menjadi 6,46%.

Perlu dipahami dalam pergerakan obligasi, harga dan yield itu berlawanan arah. Jadi, kalau yang terjadi saat ini yield naik, artinya harga tengah koreksi yang menunjukkan investor banyak jualan.

Dari pasar saham AS, bursa Wall Street kompak menguat bahkan mencetak rekor pada perdagangan Selasa atau Rabu dini hari waktu Indonesia. Indeks menguat seiring investor mulai mengabaikan kekhawatiran tentang kondisi ekonomi Amerika Serikat.

S&P 500 ditutup naik 0,27% ke level 6.512,61, sementara Nasdaq Composite menguat 0,37% ke 21.879,49, yang juga mencetak rekor intraday terbaru. Dow Jones Industrial Average berakhir terapresiasi 196,39 poin, atau 0,43%, ke 45.711,34, didorong lonjakan saham UnitedHealth.

Kekhawatiran investor bahwa ekonomi mungkin tidak sekuat perkiraan sebelumnya meningkat setelah Bureau of Labor Statistics (BLS) merevisi data ketenagakerjaan untuk 12 bulan hingga Maret. Revisi tersebut memangkas pertumbuhan total payroll sebesar 911.000 pekerjaan, ini adalah penurunan terbesar dalam catatan sejak 2002 dan jauh di atas perkiraan Wall Street.

"Saya pikir ekonomi sedang melemah. Apakah itu menuju resesi atau hanya sekadar pelemahan, saya belum tahu." ujar CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon, kepada CNBC International.

Meskipun data itu hanya berdampak kecil pada pergerakan saham Selasa karena menyangkut periode enam bulan lalu, laporan tersebut bisa memperkuat seruan agar The Federal Reserve (The Fed) lebih agresif memangkas suku bunga tahun ini.

"Gambaran ketenagakerjaan terus memburuk, dan meskipun hal itu seharusnya memudahkan The Fed memangkas suku bunga musim gugur ini, kondisi itu juga bisa meredam reli pasar belakangan ini," kata Chris Zaccarelli, Chief Investment Officer di Northlight Asset Management.

Wall Street sendiri baru saja menutup sesi perdagangan positif sebelumnya, dengan saham raksasa chip Broadcom dan Nvidia mendorong Nasdaq ke rekor baru. Namun pada perdagangan Selasa, saham Broadcom berbalik arah, turun lebih dari 2% setelah reli dalam dua hari terakhir. Meski begitu, penguatan Broadcom selama sepekan masih hampir 13%.

Kini, investor menanti dua data inflasi utama yang bisa menentukan arah kebijakan The Fed pada pertemuan pekan depan. Pekan lalu, laporan tenaga kerja yang lemah menambah optimisme bahwa suku bunga akan turun. Namun, bila inflasi menunjukkan penguatan mengejutkan, prospek tersebut bisa terganggu. Indeks harga produsen (PPI) Agustus akan dirilis Rabu pagi, sementara indeks harga konsumen (CPI) dijadwalkan Kamis.

"Jika CPI Kamis nanti menunjukkan tren inflasi yang lebih tinggi, pasar akan mulai khawatir soal stagflasi. Pasar bullish tahun ini sangat tangguh, tetapi kita bisa saja sedang mendekati titik balik di mana ketahanannya akan diuji lagi," kata Zaccarelli.

Sentimen pasar sejauh ini masih diliputi efek reshuffle Kabinet Merah Putih, tetapi perkembangan fokus pasar mulai kembali menanti sejumlah rilis data ekonomi.

Pada Rabu hari ini (10/9/2025) banyak sentimen dari eksternal mulai dari negeri Paman Sam terkait pasar tenaga kerja ada update revisi non farm payroll yang sudah rilis kemarin malam, kemudian menanti data indeks harga produsen nanti malam.

Dari kawasan regional, pagi hari ini akan ada rilis inflasi China, sementara dari dalam negeri ada rilis penjualan ritel dan indeks kepercayaan konsumen.

Berikut rekap beberapa sentimen yang potensi berpengaruh ke pasar keuangan Tanah Air hari ini :

Asing Masih Keluar

Aliran modal asing masih deras keluar dari pasar saham Indonesia. Outflow sudah terjadi selama sembilan hari terakhir dengan total Rp 10,87 triliun. Outflow yang tercatat Selasa kemarin (Rp 4,55 triliun) adalah yang terbesar sejak 16 April 2025 (Rp 8,22 triliun).

Pasar Tenaga Kerja AS Mengecewakan Lagi

Pada kemarin malam, Departemen Tenaga Kerja AS merevisi -911.000 pekerjaan dari data yang dilaporkan dalam 12 bulan yang berakhir Maret 2025. Ini artinya, data non farm payroll yang merepresentasikan pasar tenaga kerja AS jauh lebih lemah daripada yang dilaporkan sebelumnya sebanyak -818.000 pekerjaan.

Dengan kondisi pasar tenaga kerja AS yang melemah, hal ini akan semakin mendorong bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) untuk segera memangkas suku bunga pada pertemuan minggu depan.

Menurut alat pengukur CMEFedWatch Tool, probabilitas penurunan suku bunga the Fed pada September sudah mencapai 90%.

Indeks Harga Produsen AS Agustus

Berikutnya pada Rabu malam, AS juga akan merilis Indeks Harga Produsen (IHP) periode Agustus 2025.

Sebelumnya, IHP AS naik jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan pada bulan Juli, memberikan indikasi potensial bahwa inflasi masih menjadi ancaman bagi perekonomian AS, menurut laporan Biro Statistik Tenaga Kerja.

IHP yang mengukur harga barang dan jasa permintaan akhir, melonjak 0,9% pada bulan tersebut, dibandingkan dengan estimasi Dow Jones sebesar 0,2%. Ini merupakan kenaikan bulanan terbesar sejak Juni 2022.

Tidak termasuk harga pangan dan energi, IHP inti naik 0,9%, lebih tinggi dari perkiraan 0,3%. Tidak termasuk harga pangan, energi, dan jasa perdagangan, indeks naik 0,6%, kenaikan terbesar sejak Maret 2022.

Secara tahunan, IHP utama naik 3,3%, kenaikan 12 bulan terbesar sejak Februari dan jauh di atas target inflasi Federal Reserve sebesar 2%.

Inflasi sektor jasa menjadi pendorong utama kenaikan, naik 1,1% pada bulan Juli, mencatat kenaikan terbesar sejak Maret 2022. Margin jasa perdagangan naik 2%, di tengah perkembangan berkelanjutan dalam penerapan tarif Presiden Donald Trump.

Selain itu, 30% peningkatan sektor jasa berasal dari kenaikan 3,8% pada penjualan grosir mesin dan peralatan. Biaya manajemen portofolio juga melonjak 5,4% dan harga jasa penumpang maskapai naik 1%.

Menanti Rilis Inflasi China

Beralih ke kawasan regional, dari negeri Tirai Bambu akan rilis data inflasi periode Agustus 2025. 

China dijadwalkan merilis dua indikator inflasi penting, yakni indeks harga konsumen (IHK) dan indeks harga produsen (PPI).

Goldman Sachs memperkirakan inflasi PPI masih akan mencatatkan penurunan tajam sebesar 2,9% secara tahunan, meskipun secara bulanan berpotensi positif berkat kebijakan "anti-involusi" Beijing yang menekan perang harga berlebihan, serta terdorong oleh kenaikan harga bahan baku di hulu.

Sementara itu, bank Wall Street tersebut juga memprediksi inflasi IHK utama tetap lesu, dengan penurunan 0,2% pada bulan lalu dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kepercayaan Konsumen Indonesia Agustus

Masih di hari yang sama Rabu (10/9/2025), BI juga akan merilis data kepercayaan konsumen Indonesia periode Agustus 2025. Sebelumnya, kepercayaan konsumen Indonesia naik sedikit menjadi 118,1 pada Juli 2025, naik dari 117,8 pada Juni, mencapai level tertinggi sejak April.

Empat dari enam sub-indeks menunjukkan peningkatan yakni prospek ekonomi (naik 0,7 poin menjadi 129,6), harapan pendapatan untuk enam bulan ke depan (naik 3,2 poin menjadi 136,4), ketersediaan pekerjaan secara keseluruhan (naik 0,9 poin menjadi 125,0), dan ketersediaan pekerjaan dibandingkan dengan enam bulan yang lalu (naik 1,2 poin menjadi 95,3).

Namun, penurunan tercatat pada dua sub-indeks lainnya yakni persepsi kondisi ekonomi saat ini (turun 0,1 poin menjadi 106,6) dan tingkat pendapatan saat ini (turun 2,4 poin menjadi 117,8).

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Indeks harga produsen AS

  • Kepercayaan Konsumen Indonesia periode Agustus 2025

  • Pemaparan Public Expose Live 2025 dan Press Conference

  • Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (PERURI) BUMN di bidang teknologi keamanan tinggi bersama PT Xynexis International

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • Cum date dividen BPII

  • Berakhirnya perdagangan warant BBNI, BMRI, dan BBCA

  • RUPS BNBR, CLAY, dan NSSS

  • Public Expose BBTN, BLOG, BTPS, DMAS, HEAL, ITMG, MDLA, MEDC, NSSS, PGAS, dan WIFI

 

Berikut untuk indikator ekonomi RI :

 

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.




Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular