
Asing Kabur, Jalanan Memanas: Mampukah IHSG Tembus Rekor?

Pagi ini pasar kembali dibayangi deretan isu dari dalam dan luar negeri. Dari dalam negeri, sorotan jatuh pada aksi buruh nasional yang akan memadati Jakarta. Sementara itu, dari Washington, dunia menunggu rilis PDB kuartal II Amerika Serikat, yang akan jadi barometer kekuatan ekonomi terbesar dunia.
IHSG sendiri kini tengah mengejar rekor penutupan tertinggi sepanjang masa (all time high/ATH) IHSG yang berada di level 7.943,82 pada Rabu (20/8/2025). Namun, di tengah upaya ini, asing justru mulai meninggalkan pasar keuangan Indonesia.
Asing Berbalik Arah Net Sell
Investor asing mencatat net sell pada perdagangan kemarin dengan nilai Rp212,5 miliar. Net sell ini adalah yang pertama dalam 11 hari terakhir.
Beberapa saham yang dijual adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO), PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), dan PT Elang Mahkota Internasional Tbk (EMTK).
Net sell ini diharapkan tidak berlanjut pada hari ini mengingat peran besar investor asing dalam mendongkrak kinerja IHSG sekaligus kepercayaan pasar.
Demo Buruh Nasional
Ribuan buruh dari berbagai daerah bersiap turun ke jalan pada Kamis (28/8/2025). Aksi ini dipimpin oleh Partai Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), serta didukung sejumlah serikat pekerja lain.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menegaskan, ada enam tuntutan utama yang akan disuarakan. Pertama, penghapusan sistem outsourcing yang dinilai membuat buruh tidak memiliki kepastian kerja. Kedua, penolakan terhadap kebijakan upah murah. Ketiga, desakan agar upah minimum 2026 naik 8,5-10,5%.
Keempat, pencabutan PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang aturan outsourcing. Kelima, pembentukan satgas khusus untuk menghentikan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang marak belakangan ini. Dan terakhir, keenam, reformasi sistem pajak, termasuk menaikkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari Rp4,5 juta menjadi Rp7,5 juta per bulan.
Aksi buruh akan dipusatkan di dua titik utama ibu kota Gedung DPR RI, Senayan, dan Istana Kepresidenan Jakarta. Massa diperkirakan masuk melalui berbagai jalur, dari Cikarang lewat tol arah DPR, dari Cikupa Balaraja lewat tol menuju Jakarta, dari Bogor-Depok via Jalan Raya Bogor, serta dari Pulo Gadung-Sunter melewati jalur arteri menuju Senayan.
Lifting Minyak 2026
Rabu kemarin (27/8/2025), kabar penting datang dari Senayan. Dalam rapat bersama Komisi VII DPR, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengetuk palu kesepakatan mengenai asumsi harga minyak Indonesia (ICP) serta target lifting minyak tahun 2026. Keputusan ini menjadi salah satu fondasi RAPBN 2026 yang sedang dibahas pemerintah dengan legislatif.
"Target harus realistis, tidak muluk-muluk, agar fiskal kita tetap aman," tegas Bahlil dalam rapat tersebut. Ia menyebut penentuan angka ICP mengacu pada dinamika harga global, sementara target lifting minyak menyesuaikan kapasitas produksi domestik yang belakangan stagnan.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartanto menambahkan bahwa angka lifting migas krusial karena berhubungan langsung dengan penerimaan negara dan kebijakan subsidi energi. Ia mengingatkan bahwa penurunan lifting bisa memperbesar beban impor BBM.
Kesepakatan ini datang di tengah harga minyak global yang masih volatil. Dengan ICP yang ditetapkan hati-hati, pemerintah berharap APBN 2026 tidak terlalu rentan terhadap gejolak harga energi dunia.
Sawit, Kakao & Karet Bebas Tarif AS
Sementara itu, kabar menggembirakan datang dari Washington. Pemerintah Amerika Serikat memutuskan tidak mengenakan tarif 19% pada ekspor sawit, kakao, dan karet asal Indonesia. Keputusan yang diumumkan Selasa (26/8/2025) ini disambut lega oleh pelaku usaha, mengingat ketiga komoditas tersebut menyumbang devisa besar dan menyerap jutaan tenaga kerja.
"Kami menunggu tanggapan mereka (AS), tetapi dalam pertemuan itu pada dasarnya (pengecualian tarif 19 persen) telah disepakati untuk produk-produk yang tidak diproduksi di AS, seperti minyak sawit, kakao, dan karet akan nol atau mendekati nol (persen)," kata Airlangga dalam wawancara dengan Reuters, Selasa (26/8).
Seperti diketahui, tanpa tambahan bea masuk, produk Indonesia bisa tetap kompetitif di pasar AS.
Namun, kabar baik ini dibayangi ketegangan lain. Hubungan dagang AS dan India memanas akibat saling tuding soal tarif dan akses pasar. Kondisi ini tetap bisa menekan sentimen global, terutama bagi negara-negara eksportir komoditas.
Bagi Indonesia, terbebasnya sawit, kakao, dan karet dari tarif tinggi adalah angin segar, dengan PR ke depan menjaga keberlanjutan produksi dan memperkuat posisi tawar di tengah ketidakpastian geopolitik.
Data PDB Amerika Serikat
Dari global, sorotan pasar malam ini (28/8/2025, pukul 19.30 WIB) adalah rilis estimasi kedua (second estimate) Produk Domestik Bruto AS kuartal II-2025 oleh Bureau of Economic Analysis (BEA).
Produk Domestik Bruto (PDB) riil Amerika Serikat pada kuartal II-2025 tercatat tumbuh 3,0% secara tahunan (annualized). Kinerja ini membalikkan kontraksi -0,5% yang terjadi pada kuartal pertama, menandakan adanya perbaikan momentum ekonomi di tengah ketidakpastian global. Mengutip rilis resmi Biro Analisis Ekonomi AS (BEA), lonjakan ini sebagian besar didorong oleh penurunan impor yang secara teknis menambah perhitungan GDP serta peningkatan konsumsi rumah tangga.
Dari sisi nominal, currentdollar GDP atau PDB harga berlaku naik lebih tajam, yakni 5,0% pada kuartal II.
![]() BEA |
Kenaikan ini mencerminkan kombinasi pertumbuhan output dan harga yang masih terjaga. Namun, bila melihat indikator permintaan domestik murni, final sales to private domestic purchasers hanya tmbuh 1,2%, yang menunjukkan daya dorong ekonomi AS masih cukup terbatas ketika faktor perdagangan internasional dikeluarkan dari perhitungan.
Tekanan harga juga tercatat lebih moderat. Gross domestic purchases price index hanya naik 1,9%, lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya. Sementara itu, indeks belanja konsumsi pribadi (PCE price index) naik 2,1%, sedangkan versi inti tanpa pangan dan energi (core PCE) masih berada di level 2,5%. Angka ini menunjukkan inflasi memang melandai, tetapi masih sedikit di atas target jangka panjang The Fed sebesar 2%.
BEA menekankan bahwa meski headline GDP melonjak, kekuatan domestik masih bercampur antara sinyal positif dari konsumsi dan sinyal hati-hati dari investasi swasta. Penurunan laju inflasi khususnya pada core PCE memberi ruang tambahan bagi bank sentral AS untuk mempertimbangkan pelonggaran kebijakan moneter pada rapat-rapat berikutnya.
Rilis malam ini penting karena memperhitungkan data perdagangan dan inventori terbaru. Jika revisinya lebih tinggi dari 3,0%, pasar akan melihat AS masih tangguh meski suku bunga The Fed tinggi. Namun bila lebih rendah, sentimen resesi kembali mencuat.
Pasar global, termasuk mata uang garuda dan IHSG, cenderung reaktif terhadap data ini karena PDB AS jadi acuan utama arah suku bunga The Fed berikutnya.
(emb/emb)
