
Dana Asing ke RI Tembus Rekor: Hati-Hati Jangan Mabuk Euforia

- Pasar keuangan Indonesia berakhir di zona hijau, IHSG dan rupiah sama-sama menguat
- Wall Street ambruk di tengah wait and see investor menunggu laporan keuangan Nvidia
- Dana asing, rebalancing MSCI hingga sinyal pemangkasan The Fed masih menjadi sentimen pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia- Pasar keuangan Indonesia kompak ditutup menguat pada perdagangan kemarin. Dari pasar saham hingga rupiah berakhir di zona hijau.
Pasar keuangan Indonesia diharapkan melanjutkan tren positif hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 arytikel ini.
Pasar saham Indonesia ditutup bergairah, berdasarkan data Refinitiv, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,87% atau menguat 68 poin ke 7.926,91 pada penutupan perdagangan Senin (25/8/025).
IHSG pun semakin mendekati posisi penutupan tertinggi sepanjang masa di 7.943 dan level psikologis 8.000. Mayoritas sektor perdagangan hijau, dengan penguatan terbesar dicatatkan oleh sektor konsumer non primer dan utilitas.
Sebanyak 449 saham menguat, 215 sham melemah, dan 143 stagnan. Investor asing masih mencatat net buy sebesar Rp 731,6 miliar pada perdagangan kemarin.
Selain itu, penguatan IHSG juga didorong oleh penguatan mata uang rupiah terhadap dolar AS.
Dari pasar obligasi, imbal hasil tenor Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun melandai ke 6,33%, terendah sejak September 2023 atau hampir dua tahun.
Imbal hasil yang terus melandai ini menandai besarnya minat investor untuk membeli SBN. Saat permintaan naik,harga SBN akan menguat sehingga imbal hasil melandai.
Beralih ke pasar valuta asing, seperti disebutkan tadi, nilai tukar mata uang garuda berhasil ditutup menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) efek dari sinyal The Federal Reserve (The Fed) yang berpotensi melakukan pemangkasan suku bunga AS.
Melansir dari Refinitiv, pada perdagangan pertama pekan ini, Senin (25/8/2025) rupiah ditutup terapresiasi sebesar 0,52% di posisi Rp16.250/US$. Hal ini sekaligus mematahkan tren pelemahan rupiah dalam lima hari beruntun sejak 18 Agustus 2025.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) pada pukul 15.00 WIB terpantau menguat 0,15% di level 97,86 setelah pada penutupan perdagangan sebelumnya, Jumat (22/8/2025) DXY ditutup terkoreksi tajam hingga 0,92% di level 97,71.
Dari Amerika Serikat, saham-saham Wall Street melemah pada Senin atau Selasa aktu Indonesia karena investor menanti laporan kinerja Nvidia yang akan dirilis akhir pekan ini.
Indeks teknologi Nasdaq ditutup turun 0,22% ke level 21.449,29. Indeks pasar luas S&P 500 melemah 0,43% menjadi 6.439,32, sementara indeks berisi 30 saham unggulan Dow Jones Industrial Average ditutup anjlok 349,27 poin atau 0,77% ke 45.282,47.
Nasdaq sempat terdorong di awal sesi berkat kenaikan saham Nvidia yang berakhir naik sekitar 1%, sebelum keuntungan itu terpangkas. Saham produsen chip kecerdasan buatan tersebut mendapat banyak rekomendasi positif dari para analis menjelang laporan keuangan yang akan diumumkan Rabu malam waktu AS.
Saham Intel juga sempat melanjutkan reli dari sesi sebelumnya setelah Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick pada Jumat lalu mengungkapkan bahwa pemerintah AS telah mengambil 10% kepemilikan di perusahaan chip itu.
Langkah ini dipandang sebagai bagian dari strategi pemerintahan Donald Trump untuk membentuk sovereign wealth fund (dana kekayaan negara), sebagaimana ditegaskan penasihat ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett pada Senin.
"Saya yakin akan ada lebih banyak transaksi serupa, jika bukan di industri ini maka di industri lain," kata Direktur Dewan Ekonomi Nasional dalam program "Squawk Box" CNBC International.
Presiden Trump juga menyuarakan hal serupa, dengan mengatakan pada Senin pagi bahwa ia akan melakukan kesepakatan seperti investasi di Intel itu "sepanjang hari."
Namun, saham Intel pada akhirnya berbalik melemah sekitar 1%.
Pergerakan ini terjadi setelah pasar saham menguat tajam pada Jumat lalu, yang mendorong Dow mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Reli tersebut dipicu oleh pidato Ketua Federal Reserve Jerome Powell, yang memberi sinyal bahwa bank sentral bisa mulai melonggarkan kebijakan moneter bulan depan.
Menurut alat FedWatch milik CME Group, probabilitas pemangkasan suku bunga seperempat poin pada September kini sekitar 84%.
Meski demikian, Sam Stovall dari CFRA Research menilai wajar jika pasar kini mengambil jeda.
"Sebagian besar kenaikan yang kita lihat pada Jumat lalu lebih karena aksi short covering, karena banyak investor khawatir The Fed akan berkata Kami tidak akan memangkas suku bunga hingga akhir tahun,'" ujar Kepala Strategi Investasi CFRA itu.
Dia menambahkan pasar AS masih punya banyak agenda hingga 17 September, sehingga meskipun sempat menikmati euforia pada Jumat lalu, pasar tetap harus melewati banyak hal sebelum yakin The Fed benar-benar akan memangkas suku bunga.
Pasar keuangan menatap hari kedua pekan ini dengan sejumlah sentimen serta rangkaian kejadian kelam selimuti domestik juga global di hari Senin (25/8/2025) kemarin.
Masuknya investor asing ke pasar saham menjadi kabar positif bagi Indonesia. Sinyal pemangkasan suku bunga dari The Fed juga diperkirakan masih mendorong sentimen positif.
Berikut beberapa sentimen lokal dan internasional:
Demo Indonesia Gelap
Demo panas membayangi Jakarta, Senin (25/8/2025) di tengah cerita panasnya politik domestik. Demonstrasi ratusan orang di depan DPR RI yang mengusung tajuk "Indonesia Gelap, Revolusi Dimulai" berujung ricuh. Massa yang awalnya berkumpul di gerbang utama Jalan Gatot Subroto bergeser ke arah gerbang Pancasila. Polisi merespons dengan water cannon dan gas air mata, setelah lemparan benda ke arah aparat memicu eskalasi.
Tuntutan massa terang-terangan mengguncang fondasi politik. Mulai dari seruan "Turunkan Prabowo-Gibran", pembubaran DPR RI dan Kabinet Merah-Putih, hingga penolakan terhadap RKHUAP serta transparansi gaji dan tunjangan anggota dewan.
Ada beberapa poin yang dituntut, antara lain
1.Turunkan Prabowo-Gibran
2.Bubarkan Kabinet Merah-Putih
3.Bubarkan DPR RI
4.Hentikan proyek penulisan ulang sejarah Indonesia
5.Tangkap dan adili Fadli Zon atas penyangkalan terhadap tragedi pemerkosaan massal 1998 6.Tolak Rancangan Kitab Hukum Undang-Undang Anti-Pemerasan (RKHUAP)
7.Transparansi gaji anggota DPR
8.Batalkan kebijakan tunjangan rumah anggota DPR
9.Gagalkan rencana kenaikan gaji anggota DPR
Dana Asing Rekor
Investor asing masih membanjiri pasar saham Indonesia. Aliran net inflow bahkan mencetak rekor pada bulan ini. Data Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat net inflow sudah menembus 10 hari beruntun dengan total Rp 10,2 triliun. Ini adalah kali pertama net inflow mampu menembus 10 hari beruntun sepanjang tahun ini.
Catatan luar biasa ini menunjukkan masih besarnya minat investor asing ke pasar keuangan Indonesia.
Kabar positif lainnya adalah volume perdagangan yang terus melonjak hingga mencapai 40 miliar saham per hari dengan nilai terus mendekati Rp 20 triliun. Kondisi ini menunjukkan gairah investor saham Indonesia.
Rebalancing MSCI
Dari dalam negeri, investor juga tengah bersiap menghadapi momen penting, yakni cut-off date rebalancing MSCI edisi Agustus 2025 yang jatuh pada hari ini, Selasa (26/8/2025).
Sejak pengumuman rebalancing pada 7 Agustus lalu, aliran dana asing sudah deras masuk ke pasar saham Indonesia. Hingga penutupan pekan lalu (22/8), asing tercatat memborong saham dengan net buy Rp4,45 triliun, sehingga total akumulasi sebulan penuh mencapai Rp6,71 triliun.
Perhatian terbesar tertuju pada dua nama baru yang berhasil masuk ke MSCI Global Standard Indexes. Pertama adalah PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) milik Prajogo Pangestu, yang akhirnya menembus indeks bergengsi ini setelah beberapa kali gagal. Kedua, saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) dari Grup Sinarmas, meski dengan penyesuaian foreign inclusion factor (FIF) sebesar 0,5 sehingga estimasi inflow akan lebih kecil dari perkiraan awal.
Di sisi lain, PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) harus rela terdepak dari Global Standard Index dan turun kelas ke Small Cap Index, bergabung dengan lima emiten lain: AADI, KPIG, PTRO, RATU, dan TAPG. Sementara itu, dari daftar Small Cap ada juga nama besar yang keluar, seperti MBMA dan PNLF.
Setelah cut-off hari ini, indeks hasil kocok ulang akan efektif berlaku pada 27 Agustus 2025. Itu berarti dua hari ini pasar berpotensi dibanjiri aliran dana asing sebelum perhitungan indeks resmi dilakukan. Investor lokal perlu mencermati momentum ini, karena pergeseran indeks global seperti MSCI kerap menjadi pemicu lonjakan volatilitas sekaligus peluang bagi saham-saham terpilih.
Gaza Memanas
Awal pekan tidak hanya diwarnai oleh kalkulasi pasar dan pidato bank sentral, tetapi juga oleh tragedi kemanusiaan yang kembali menyelimuti Gaza.
Serangan udara Israel menghantam Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, menewaskan sedikitnya 15 orang termasuk empat jurnalis yang tengah meliput.
Rekaman siaran langsung Reuters terputus seketika ketika salah satu korbannya, kameramen Hossam al-Masri, terkena ledakan pertama. Serangan susulan justru mengenai tim penyelamat dan warga sipil yang bergegas menolong.
Daftar korban menambah panjang catatan kelam dunia pers di Gaza. Selain al-Masri, tercatat fotografer Al Jazeera Mohammed Salama, kontributor internasional Mariam Abu Daqa, dan jurnalis lepas NBC Moaz Abu Taha ikut meregang nyawa. Namun hingga kini, militer Israel dan kantor Perdana Menteri Netanyahu belum memberi komentar resmi atas insiden ini.
Agenda Ekonomi dari Berbagai Penjuru Dunia
Hari ini, Selasa (26/8/2025), sorotan pasar global tertuju pada pidato pejabat Federal Reserve Thomas Barkin. Setiap komentar pejabat bank sentral AS kini menjadi bahan bakar spekulasi, mengingat Chairman Jerome Powell pekan lalu di Jackson Hole memberi sinyal paling jelas bahwa era pengetatan moneter sudah berakhir. Powell mengakui inflasi melandai, sementara pasar tenaga kerja mulai melemah, sehingga kebijakan saat ini dinilai terlalu restriktif.
Pasar menilai Powell sengaja berhati-hati, tidak menyebut kapan langkah pemangkasan dilakukan, namun nada yang lebih dovish dibandingkan tahun lalu membuat investor hampir bulat memperkirakan pemangkasan bunga 25 bps pada FOMC 16-17 September mendatang.
Prospek ini menurunkan ketidakpastian global, mengurangi tekanan biaya pinjaman, dan menjadi kabar baik bagi negara berkembang termasuk Indonesia.
Di sisi lain, Powell juga tidak menutup mata terhadap risiko baru dari kebijakan Presiden Donald Trump mulai dari tarif impor yang berpotensi memicu inflasi kembali naik, pembatasan imigrasi yang menekan suplai tenaga kerja, hingga defisit fiskal yang makin melebar. Tarik-menarik antara independensi Fed dan desakan politik Gedung Putih menambah drama kebijakan moneter tahun ini, membuat investor makin sensitif terhadap setiap kata dari pejabat Fed, termasuk Barkin malam nanti.
Bagi Indonesia, pemangkasan bunga The Fed berarti potensi arus modal masuk lebih deras, yang bisa memperkuat rupiah dan IHSG. Bank Indonesia pun memperoleh ruang tambahan untuk melonggarkan kebijakan moneter tanpa khawatir pelemahan mata uang yang berlebihan. Namun, jika The Fed menunda atau memberi nada hawkish, pasar bisa kembali tertekan.
Selain pidato Barkin, investor juga menantikan rilis Durable Goods Orders Juli. Data ini dianggap sebagai barometer investasi korporasi di sektor manufaktur.
Pada Juni lalu, pesanan barang tahan lama anjlok -9,3% MoM, penurunan terdalam sejak pandemi, meski versi inti (ex-transportation) masih tumbuh tipis 0,2%. Kontraksi tajam terutama dipicu oleh pesanan transportasi, khususnya pesawat, yang sangat volatil.
Jika Juli kembali mencatat penurunan besar, pasar akan menilai pelemahan ekonomi AS semakin nyata, memperkuat argumen pemangkasan bunga. Sebaliknya, jika kontraksi mulai mereda atau versi inti tetap positif, Fed mungkin lebih berhati-hati.
Sentimen ini sangat memengaruhi imbal hasil obligasi AS, yang pada gilirannya menggerakkan aliran dana ke emerging markets termasuk Indonesia.
Dari sektor perumahan, malam ini akan rilis S&P/Case-Shiller Home Price Index dan FHFA House Price Index untuk Juni. Data ini krusial karena pasar properti AS erat kaitannya dengan konsumsi rumah tangga dan stabilitas perbankan. Pada Mei, Case-Shiller hanya naik 2,8% YoY, laju paling lambat dalam hampir dua tahun, sementara FHFA masih mencatat pertumbuhan stabil sekitar 3,0% YoY.
Jika harga rumah terus melemah, itu bisa menjadi sinyal pasar perumahan kehilangan tenaga di tengah bunga hipotek tinggi, berpotensi menekan konsumsi. Namun, jika harga tetap bertahan atau naik, artinya daya beli rumah tangga masih relatif kokoh, memberi ruang bagi Fed untuk tidak tergesa menurunkan bunga. Perbedaan tren antara Case-Shiller yang lebih volatile dan FHFA yang stabil akan jadi bahan diskusi penting pasar hari ini.
Berikut sejumlah agenda ekonomi hari ini:
-
Sharing Session: The Future EV in Mining Industry at Bimasena, The Dharmawangsa, Jakarta Pusat.
-
Ombudsman menggelar diskusi publik "Paradoks Kebijakan Hulu-Hilir Perberasan Nasional" di Gedung Ombudsman, Jakarta Selatan.
-
Rapat Paripurna DPR di ruang Rapat Paripurna DPR, Senayan, Jakarta Pusat.
-
Webinar ISEI Jakarta tentang perpajakan dengan narasumber antara lain Menteri Keuangan dan Direktur Jenderal Pajak.
-
RUPSLB PT PGN Tbk. di kantor pusat PGN, Jakarta Pusat.
-
Konferensi pers tingkat bunga penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan di kantor LPS, Gedung Pacific Century Place, Jakarta Selatan.
-
Peluncuran logo baru dan produk Great Eastern Indonesia bersama OCBC di The Groove Suites by Grand Aston, Kawasan Rasuna Epicentrum, Jakarta Selatan.
-
Digital Transformation Summit 2025 di Arion Suites Kemang, Jakarta Selatan.
-
Press conference "EMC Grha Kedoya Resmi Meluncurkan PET/CT Biograph Vision Quadra Whole-Body Pertama di Asia dan Pusat Kedokteran Nuklirnya" yang akan diselenggarakan di RS EMC Grha Kedoya, Jakarta Barat.
-
Opening Pameran Langkah Merdeka by Siloam Hospitals di Global Auction (Neo Gallery), Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Berikut agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- RUPSLB PT PGN Tbk. di kantor pusat PGN, Jakarta Pusat.
- RUPS: KRYA, KINO
- Public Exppose: KRYA
Berikut untuk indikator ekonomi Indonesia terkini:
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(emb/emb) Next Article Indonesia Menunggu Kebangkitan Rupiah di Tengah Huru-Hara Dunia
