
Prabowo Mau APBN Tanpa Defisit, Cek Daftar Negara Anggaran Surplus

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Prabowo Subianto menyampaikan Pidato Pengantar Nota Keuangan dan RAPBN 2026 di Gedung MPR/DPR RI, Jumat (15/8/2025). Dalam pidato kenegaraan perdananya, Prabowo menegaskan tekadnya untuk menekan defisit APBN hingga seminimal mungkin, bahkan bercita-cita mencapai APBN tanpa defisit sama sekali di masa pemerintahannya.
"Harapan saya, cita-cita saya, suatu saat apakah dalam 2027 atau 2028 saya ingin berdiri di depan podium ini menyampaikan bahwa kita berhasil punya APBN yang tidak ada defisitnya sama sekali," tegas Prabowo yang disambut tepuk tangan anggota dewan.
Ia juga menekankan pentingnya pembiayaan yang prudent dan berkelanjutan, serta keberanian politik untuk menghapus kebocoran anggaran.
Sejak 2010, Indonesia hampir selalu mencatat defisit anggaran, meskipun tetap dijaga dalam koridor batas maksimal 3% terhadap PDB sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pengecualian terjadi pada periode 2020-2021, ketika defisit melonjak akibat dampak pandemi Covid-19 yang memaksa pemerintah meningkatkan belanja untuk penanganan krisis kesehatan dan pemulihan ekonomi.
Defisit dianggap wajar untuk membiayai pembangunan, terutama infrastruktur dan program sosial. Namun, ambisi menuju APBN nol defisit berarti pemerintah harus meningkatkan penerimaan negara secara signifikan atau menekan belanja tanpa mengorbankan pembangunan.
Mimpi Presiden Prabowo Subianto untuk membawa Indonesia menuju APBN tanpa defisit memang terdengar ambisius. Namun, data menunjukkan bahwa sejumlah negara di dunia ternyata berhasil mencatatkan surplus anggaran yang bahkan cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nya.
Berdasarkan data dari The Global Economy pada 2022, Kuwait menjadi negara dengan surplus fiskal terbesar di dunia, yakni mencapai 30,41% dari PDB. Surplus jumbo ini tidak lepas dari lonjakan harga minyak dunia yang mengerek penerimaan negara melampaui belanja pemerintah.
Norwegia menyusul dengan surplus 25,56% dari PDB. Negara Skandinavia ini dikenal memiliki manajemen keuangan yang disiplin melalui Sovereign Wealth Fund (SWF) terbesar di dunia yang menyimpan keuntungan migas untuk pembiayaan masa depan.
Selain itu, deretan negara kaya minyak dan gas lain juga menonjol. Guinea Khatulistiwa 11,9%, Iraq 10,76%, Qatar 10,32%, dan Uni Emirat Arab 9,97% sama-sama mencatatkan surplus berkat melimpahnya penerimaan energi. Republik Kongo 8,9%, Azerbaijan 5,96%, dan Chad 5,4% pun memperoleh keuntungan serupa dari ekspor komoditas.
Menariknya, ada juga negara kecil seperti Samoa yang berhasil membukukan surplus 5,37% dari PDB, meski bukan negara kaya minyak. Hal ini menunjukkan bahwa disiplin fiskal, efisiensi belanja, dan strategi penerimaan yang tepat dapat menjadi faktor penting.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)