
Defisit RI Cetak Rekor Terburuk, Portofolio RI Berdarah-darah

Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) Kembali mengalami defisit pada kuartal II-2025. Defisit dipicu derasnya arus keluar modal asing di saham dan obligasi. Kondisi ini membuat defisit neraca transaksi finansial membengkak.
Data Bank Indonesia mencatat defisit NPI pada kuartal II-2025 tercatat mencapai US$6,74 miliar,sekaligus menjadi defisit yang tertinggi sejak kuartal II-2023.
Bila dibandingkan dengan periode kuartal pertama tahun ini, terjadi kenaikan defisit yang sangat besar, dimana pada kuartal I-2025 defisit NPI tercatat sebesar US$800 juta. Artinya terjadi kenaikan deficit NPI sebesar US$5,94 miliar.
Peningkatan defisit pada NPI disebabkan makin besarnya defisit transaksi berjalan serta transaksi finansial.
Transaksi Berjalan Catat Defisit Tertinggi Lima Tahun
Transaksi berjalan membukukan defisit sebesar US$3,01 miliar pada kuartal II-2025 atau 0,8% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit tersebut adalah yang tertinggi sejak kuartal I-2020 yang tercatat sebesar US$3,36 miliar.
Defisit pada transaksi berjalan ditengarai oleh meningkatnya defisit pada pendapatan primer, yang tercatat defisit sebesar US$35,87 miliar di kuartal II-2025, naik dari defisit di periode sebelumnya yakni US$9,04 miliar.
Kondisi ni diperparah dengan menurunnya surplus pada neraca perdagangan barang. Pada kuartal II- 2025, tercatat surplus US$10,6 milia turun dibandingkan periode sebelumnya yang tercatat surplus US$13 miliar.
"Perkembangan ini dipengaruhi oleh penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas, di tengah defisit neraca perdagangan migas yang lebih kecil. Surplus neraca perdagangan nonmigas menurun dipengaruhi oleh peningkatan impor yang melampaui peningkatan ekspor," ujar Bank Indonesia.
Perlu diingat, pada awal kuartal II-2025 ada berita penting dari Amerika Serikat (AS), dimana Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif resiprokal terhadap banyak negara yang menciptakan ketidakpastiaan secara global.
Trump mengumumkan tarif resiprokal pada Liberation Day pada 2 April 2025 atau dua hari setelah masuk kuartal II. Kebijakan Trump ini memicu gelombang runtuhnya pasar keuangan global, baik saham ataupun obligasi. Indonesia tak luput dari korban.
Asing ramai-ramai kabur dari Emerging Markets menghindari risiko dan kerugian.
Hal ini tercermin pada transaksi finansial pada kuartal II-2025 yang tercatat mengalami defisit sebesar US$5,11 miliar menjadikan defisit kali ini sebagai yang terbesar sejak defisit di kuartal III-2022.
Seperti diketahui, neraca transaksi finansial dibangun dari dua bagian besar yakni investasi langsung dan portofolio. Terdapat dua bagian lainnya dalam porsi kecil yakni derivatif finansial dan investasi lainnya.
Investasi langsung merujuk pada penanaman modal perusahaan modal asing yang langsung masuk ke suatu perusahaan atau aset produktif di dalam negeri, seperti membangun pabrik. Sementara itu, investasi portofolio lebih pada membeli aset keuangan seperti saham dan obligasi yang sangat dipengaruhi oleh gejolak pasar.
Instrumen investasi langsung mencatat surplus US$ 2,62 miliar pada Aptil-Juni 2025 lebih besar dibandingkan kuartal I-2025 yang tercatat US$ 2,51 miliar.
Sebaliknya, investasi portofolio mengalami defisit sangat besar yakni US$8,07 miliar, padahal di kuartal I-2025 investasi portofolio masih mencatatkan surplus senilai US$1,04 miliar, hal ini semakin mengkonfirmasi bahwa investor asing keluar dari pasar keuangan tanah air sepanjang kuartal II-2025 imbas dari tarif dagang AS yang mulai diumumkan di awal April 2025.
"Investasi portofolio mencatat defisit terutama didorong oleh aliran keluar modal asing dalam bentuk surat utang domestik," tulis Bank Indonesia.
Defisit Investasi Portofolio Tertinggi Sepanjang Sejarah
Investasi portofolio mencatat defisit sebesar US$8,07 miliar pada kuartal II-2025. Defisit adalah rekor tertinggi defisit pada investasi portofolio sepanjang sejarah, setidaknya sejak data yang terekam di rilis BI sejak 2004.
Sebagai catatan, investasi portofolio adalah investasi yang keuntungannya didapatkan dari investasi di surat-surat berharga seperti saham dan obligasi.
"Investasi portofolio mencatat defisit terutama didorong oleh aliran keluar modal asing dalam bentuk surat utang domestik," tulis Bank Indonesia.
Pada kuartal II-2025, investasi portofolio di sisi kewajiban sektor publik/pemerintah tercatat terjadi net outflow sebesar US$4,3 miliar, hal ini bersumber dari keluarnya asing dari instrument jangka pendek Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) yang mencatatkan aliran keluar asing sebesar US$2,6 miliar.
Selain itu, dana asing juga keluar dari instrument jangka Panjang seperti sukuk dan global bond pemerintah yang tercatat outflow sebesar US$2,5 miliar dan US$0,8 miliar.
Asing juga tercatat keluar dari portofolio sektor swasta yang tercatat sebesar US$3,7 miliar dengan bobot terbesar dari pasar saham. Investor asing tercatat melakukan aksi jual sebesar US$1,9 miliar di sepanjang triwulan kedua 2025. Namun hal ini sejatinya lebih rendah dibandingkan kuartal I-2025.
Selain saham, asing juga keluar dari portofilio sektor swasta di pasar surat utang, dengan net outflow asing sebesar US$1,7 miliar. Menurut BI, "net outflow tersebut bersumber dari kenaikan pembayaran surat utang korporasi, baik global maupun domestik yang jatuh tempo."
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)