5 Kekeringan Paling Berdarah dalam Sejarah Dunia, Hancurkan Peradaban

Rania Reswara Addini, CNBC Indonesia
19 August 2025 15:50
Wheat plants stand next to cracked soil on a field at the drought-hit Qian county in Xianyang, Shaanxi province, China May 29, 2025. REUTERS/Florence Lo
Foto: REUTERS/Florence Lo

Jakarta, CNBC Indonesia - Perubahan iklim membawa dampak buruk terhadap bumi, termasuk kekeringan. Sejarah mencatat kekeringan hebat pernah melanda umat manusia bahkan mengubah peradaban.

Kekeringan menjadi salah satu bencana yang memberikan kerugian paling banyak, memberikan dampak terhadap kestabilan keberlangsungan manusia: mengganggu ketahanan pangan, kesehatan, serta perpindahan dan migrasi penduduk.

Sebagai contoh, Korea Utara sedang mengalami kekeringan terburuk dalam 37 tahun terakhir. Di sisi lain, wilayah Kanal Panama sedang mengalami periode kekeringan paling kering selama lima bulan terakhir ini, menurut otoritas setempat.

Studi yang dilakukan oleh NASA menyebutkan bahwa aktivitas manusia telah memperburuk kekeringan selama satu abad terakhir.

Institut Goddard untuk Studi Luar Angkasa (GISS) NASA membandingkan curah hujan historis dan data cincin pohon antara tahun 1900 dan 2005, dan menemukan bahwa ada "jejak manusia" melalui polutan gas rumah kaca yang telah memberikan dampak signifikan terhadap risiko kekeringan global.

Laporan tersebut berpendapat bahwa dampak manusia ini akan terus terjadi dan berpotensi menimbulkan konsekuensi bagi umat manusia. Kekeringan dapat terjadi lebih sering dan parah, menyebabkan kekurangan makanan dan air, kebakaran hutan yang merusak, serta konflik antar manusia yang saling berebut sumber daya.

Para ilmuwan mengatakan bahwa suhu dunia yang semakin tinggi membuat daratan di sebagian Afrika sering kali tidak layak huni bagi manusia. Kekeringan dapat membatasi akses terhadap sumber daya penting, memaksa penduduk untuk bermigrasi keluar dari benua tersebut demi mencari kebutuhan hidup.

Periode kering terpanjang yang pernah tercatat berlangsung selama 172 bulan, dari 10 Oktober 1903 hingga 1 Januari 1918 di Arica, Chili. Kemudian, daftar panjang peristiwa kekeringan diperkirakan akan semakin mengular.

Kekeringan yang Meruntuhkan Mesir Kuno dan Bangsa Maya

Arkeolog yang meneliti makam kerajaan dari Kerajaan Lama Mesir menemukan bukti adanya kekeringan yang melanda Timur Tengah dan sebagian Eropa sekitar 4.500 tahun yang lalu.

Beberapa pakar mengatakan bahwa bukanlah konflik sipil, yang menyebabkan runtuhnya kekuasaan para firaun yang telah memerintah Mesir Kuno selama 3.000 tahun, tetapi bencana kekeringan yang menyebabkan kekacauan tatanan masyarakat.

Selain itu, Kekaisaran Maya di Mesoamerika dilanda kekeringan pada saat yang paling rentan dalam sejarahnya.

Pertumbuhan populasi yang sangat cepat bertepatan dengan berkurangnya curah hujan tahunan hingga separuhnya sekitar 1.200 tahun lalu, menyebabkan panen gagal dan perang dengan bangsa-bangsa tetangga karena sumber daya air yang menipis. Hal ini pada akhirnya mempercepat runtuhnya peradaban Maya.

Kekeringan yang Menyebarkan Penyakit Mematikan

Kekeringan yang terjadi membentuk Dust Bowl di wilayah Midwest AS dan Kanada pada pertengahan 1930-an, memaksa dua juta orang meninggalkan tanah mereka dan memicu wabah penyakit.

Dust Bowl sendiri adalah sebuah area lahan di mana vegetasi telah hilang dan tanah berkurang menjadi debu serta mengalami erosi, terutama sebagai akibat dari kekeringan atau praktik pertanian yang tidak sesuai.

Pada saat itu, banyak yang tidak menyadari bahwa debu dapat menularkan penyakit-penyakit seperti campak, influenza, dan penyakit paru-paru akibat jamur yang disebut Valley Fever. Bagi orang-orang yang sudah melemah akibat kekurangan gizi, penyakit-penyakit ini sering kali berakibat fatal.

Kekeringan "Paling Petaka" di China

Meskipun China telah mengalami banyak kekeringan parah sepanjang sejarahnya, bisa dikatakan bahwa kekeringan tahun 1928-1930 adalah yang paling menyengsarakan pada abad ke-20 di China.

Kekeringan tersebut menyebabkan kelaparan besar yang merenggut antara tiga juta hingga sepuluh juta jiwa.

Kemudian baru-baru ini, pada pertengahan 2017, otoritas Tiongkok mengatakan bahwa sebagian luas dari wilayah Utara mengalami kekeringan terparah dalam catatan sejarah, dengan perubahan iklim disebut sebagai penyebab pola cuaca ekstremnya.

China menjadi negara yang mencatatkan korban jiwa terbanyak akibat bencana kekeringan. Jumlah korban jiwa akibat bencana kekeringan yang melanda Tiongkok pada 1928 mencapai 3 juta jiwa.

Kemudian Bangladesh menyusul di peringkat kedua dengan korban jiwa akibat kekeringan pada tahun 1043 mencapai 1.900.000.

10 Negara yang Paling Berisiko Mengalami Kekeringan, Indonesia Ada?

Terdapat beberapa negara yang lebih berisiko mengalami kekeringan dibanding yang lain. Dilansir dari World Population Review, skor risiko kekeringan adalah sebuah indeks yang menentukan tingkat risiko suatu negara terhadap kekeringan. Risiko ini diukur berdasarkan kerentanan suatu negara terhadap dampak sosial ekonomi dan kerugian pertanian.

Sebagian besar negara dengan skor risiko kekeringan tertinggi berada di Afrika, meskipun Afghanistan terletak di Asia Selatan. Berikut adalah daftar negara yang paling berisiko mengalami kekeringan di dunia:

Dari data tersebut, Somalia menempati peringkat pertama negara paling berisiko mengalami kekeringan. Somalia berada di kawasan Horn of Africa yang cenderung kering, dengan curah hujan sangat tidak menentu. Namun, Somalia amat bergantung pada musim hujan untuk kegiatan pertaniannya. Kekeringan di sana akan langsung berdampak pada krisis pangan.

Untungnya, Indonesia sendiri menempati peringkat yang cukup rendah dalam daftar. Indonesia mendapatkan skor 2.44 dalam penilaian risiko, setara dengan Sri Lanka. Kedua negara ini lebih berisiko daripada negara ASEAN lain seperti Malaysia dengan skor risiko 3.32 dan Vietnam sebesar 3.4. Singapura menjadi negara dengan risiko terkecil, hanya mendapatkan skor sebesar 1.

Ethiopia, Negara Paling Kering di Dunia

Saat ini, Ethiopia adalah negara yang paling parah dilanda kekeringan di dunia. Negara ini terletak di Tanduk Afrika. Ethiopia sedang mengalami kekeringan terpanjang dan paling parah yang pernah tercatat. Saat ini, ada lebih dari sepuluh juta orang di Ethiopia yang membutuhkan bantuan akibat dampak kekeringan. Banyak dari mereka bergantung pada pemerintah dan lembaga kemanusiaan untuk bertahan hidup.

Kekeringan ini diperparah oleh kondisi iklim seperti El Nino kuat tahun 2023. Hal ini menyebabkan kegagalan panen dan kematian ternak secara luas. Banyak orang yang tinggal di Ethiopia bergantung pada pertanian dan peternakan untuk mata pencaharian serta kelangsungan hidup mereka.

Meskipun begitu, Ethiopia tidak termasuk dalam sembilan besar negara dengan skor risiko kekeringan, karena skor ini bukanlah skor negara yang saat ini sedang mengalami kekeringan. Skor tersebut hanya mengukur risiko yang ditimbulkan kekeringan berdasarkan kerentanan suatu negara terhadap dampak sosial ekonomi dan kerugian pertanian.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

 

(mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation