Apa Itu Logam Tanah Jarang, Senjata Pertahanan yang Diungkap Prabowo?

Jakarta, CNBC Indonesia- Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto, dalam pidato pengantar Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 di Rapat Paripurna DPR RI, Jumat (15/8/2025), menegaskan komitmen pengelolaan sumber daya alam strategis demi kedaulatan dan kemakmuran bangsa. Salah satu sorotan penting adalah potensi besar rare earth atau logam tanah jarang yang dimiliki Indonesia.
Prabowo menyebut, logam tanah jarang merupakan aset vital bagi teknologi modern, mulai dari perangkat elektronik, kendaraan listrik, hingga sistem pertahanan canggih.
"Alhamdulillah Yang Maha Kuasa telah memberi karunia kita. Kita memiliki mineral-mineral yang disebut tanah jarang. Rare earth kita punya semua rare earth di dunia, kita miliki," ujarnya.
Menurut Prabowo, keberadaan rare earth menjadi salah satu kunci dalam modernisasi alat dan sistem pertahanan Indonesia. Ia menegaskan bahwa pemanfaatan mineral ini harus ditopang oleh sumber daya manusia unggul agar bernilai strategis tinggi.
"Rare earth ini vital untuk kehidupan teknologi tinggi, untuk kehidupan modern dan juga pertahanan modern. Saudara-saudara, kita harus menciptakan SDM unggul agar semua SDA kita bisa dimanfaatkan secepatnya."
Apa Itu Logam Tanah Jarang?
Logam tanah jarang dikenal sebagai kelompok 17 unsur kimia yang memiliki peran krusial di berbagai industri, tetapi jumlahnya terbatas dan proses pengolahannya kompleks. Dalam perdagangan global, negara-negara seperti China selama ini mendominasi pasokan. Dengan pernyataan Prabowo, Indonesia berpeluang masuk ke peta pemain utama, asalkan memiliki hilirisasi yang kuat.
Meski namanya "tanah jarang", unsur-unsur ini sebenarnya cukup melimpah di kerak bumi, namun jarang ditemukan dalam konsentrasi tinggi yang layak secara ekonomi untuk ditambang.
![]() Potensi Logam Tanah Jarang |
Logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth elements (REE) adalah 17 unsur pada tabel periodik, terdiri dari 15 unsur lantanida plus skandium dan yttrium.
Meski namanya mengandung kata "jarang", beberapa di antaranya seperti serium dan neodimium justru lebih melimpah dari perak atau timah. Hanya saja, secara geokimia unsur ini tersebar merata, jarang terkonsentrasi di satu lokasi, sehingga sulit dan mahal untuk ditambang secara ekonomis.
LTJ umumnya ditemukan pada mineral pembentuk batuan seperti monasit, senotim, dan zircon, dan dikenal memiliki sifat magnetik, luminesens, serta elektrokimia yang unik. Keunggulan ini membuatnya vital untuk berbagai aplikasi teknologi tinggi, mulai dari pembuatan magnet permanen pada mobil listrik dan turbin angin, hingga perangkat elektronik seperti smartphone, laptop, dan LED.
Karena perannya yang krusial, LTJ kerap dijuluki "vitamin industri modern". Penggunaannya mencakup sektor sipil hingga militer, dari baterai kendaraan listrik hingga sistem pertahanan canggih. Tidak heran banyak negara berlomba mengamankan pasokan dan mengembangkan teknologi pengolahannya demi keuntungan strategis.
![]() Logam Tanah Jarang |
Namun, rantai pasok global LTJ sangat terkonsentrasi, dengan China mendominasi produksi dan pemrosesan dunia. Dominasi ini menjadikan LTJ senjata geopolitik yang efektif, terutama dalam perang dagang seperti yang terjadi antara AS dan China, sekaligus menegaskan betapa pentingnya diversifikasi sumber dan penguatan hilirisasi di dalam negeri.
Prabowo mengaitkan pengelolaan rare earth dengan strategi pertahanan rakyat semesta. "Kita harus kuasai, kendalikan, membela, dan mengelola semua kekayaan bangsa Indonesia," tegasnya, seraya mengingatkan sejarah panjang eksploitasi kekayaan alam Nusantara oleh pihak asing.
China, Penguasa Logam Tanah Jarang
Sejak 1980-an, China secara strategis mengembangkan industri rare earth-nya. Dengan menawarkan harga rendah dan menanggung biaya lingkungan, China kini menguasai dua pertiga produksi global.
Hasilnya, menurut U.S. Geological Survey, pada 2022:
- China menghasilkan sekitar 70% tambang unsur tanah jarang global
- Memproses lebih dari 90% pasokan dunia
- Menguasai 90% produksi magnet permanen berbasis tanah jarang
Dominasi ini memberi China pengaruh besar dalam konflik dagang. Contohnya, pada 2010 China membatasi ekspor logam tanah jarang ke Jepang karena perselisihan wilayah, yang menyebabkan lonjakan harga global. Hal ini menunjukkan bagaimana China siap menggunakan REE sebagai senjata geopolitik.
Amerika sangat rentan terhadap kebijakan unsur tanah jarang dari China, karena sejumlah alasan:
- Sekitar 70% impor unsur tanah jarang AS antara 2020-2023 berasal dari China
- Militer AS, termasuk jet F-35, rudal Tomahawk, dan drone Predator, sangat bergantung pada unsur tanah jarang berat
- Sektor manufaktur, khususnya pertahanan dan teknologi tinggi, menghadapi risiko keterlambatan dan kenaikan harga
AS hanya memiliki satu tambang unsur tanah jarang aktif, namun tidak mampu memproses unsur tanah jarang berat-bijihnya masih dikirim ke China. Sejak tahun 1980-an, industri unsur tanah jarang AS melemah setelah China mendominasi pasar global. Hal ini menjadi alasan Presiden Trump mendorong kerja sama mineral dengan Ukraina dan bahkan menunjukkan ketertarikan pada Greenland, wilayah dengan cadangan unsur tanah jarang terbesar ke-8 di dunia.
Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia juga semakin serius digarap yang berupa hasil tambang berjenis zirkonium dan thorium. Hal ini dibeberkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Indonesia memiliki logam tanah jarang di beberapa lokasi saja dengan total cadangan1,5 miliar ton, seperti monasit, senotim, zirkonium silikat, rare earth ferotitanat, bijih nikel laterit, dan potensi lainnya.
Berdasarkan "Kajian Potensi Mineral Ikutan pada Pertambangan Timah" yang dirilis Kementerian ESDM pada 2017, logam tanah jarang ini tersebar di beberapa daerah, antara lain Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi, dan Papua.
![]() Potensi Logam Tanah Jarang |
Kendati total cadangan LTJ Indonesia sebesar 1,5 miliar ton, namun pada dasarnya LTJ dapat dihasilkan dari produk samping timah, contohnya adalah monasit dan senotim.
Dilansir dari Booklet Kementerian ESDM2020 dicatatkan bahwa Indonesia telah memiliki sumber daya monasit sebesar 185.179 ton logam yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi cadangan. Sedangkan untuk senotim, Indonesia telah memiliki sumber daya senotim sebesar 20.734 ton logam yang dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi cadangan.
Namun, Indonesia memang belum melakukan eksplorasi lebih lanjut, sehingga belum diketahui pasti jumlah cadangannya. Dengan demikian, Indonesia juga belum memproduksi logam tanah jarang ini.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
