Jangan Kaget! RI Jual Ratusan Ton Cicak - Tokek ke Eropa & China

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
13 August 2025 17:50
Ilustrasi Cicak. (Dok. Freepik)
Foto: Ilustrasi Cicak. (Dok. Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia- Ekspor reptil Indonesia, yang masuk dalam pos tarif HS01062000 (reptil hidup), selama lima tahun terakhir menunjukkan nilai yang relatif stabil meski volume terus menyusut.

Dari dermaga Asia sampai etalase butik Eropa. Nilainya memang tak beranjak jauh dari US$2,7-3,3 juta setahun dalam lima tahun terakhir, tapi volumenya perlahan menyusut.

Tahun 2024, ekspor tercatat US$2,85 juta naik tipis 3,16% dibanding 2023 namun hanya mengirim 145,42 ton, turun lebih dari 11% dalam setahun. Dibanding 2020, nilainya berkurang 6%, volumenya menyusut hampir 16%.

 



Pasarnya tak banyak bergeser: Korea Selatan, Singapura, Amerika Serikat, Hong Kong, Jerman, Jepang, dan Ceko. Barang yang dibawa pun terbagi dua: kulit reptil terutama Python reticulatus atau sanca kembang untuk industri high end dan spesimen hidup atau kering seperti Gekko gecko (tokek) serta beberapa biawak, yang punya dua wajah pasar, hobi peliharaan dan bahan baku obat tradisional.

Hong Kong menjadi simpul penting. Tokek Indonesia mengalir ke sana untuk pasar Traditional Chinese Medicine (TCM), sebagian lagi untuk koleksi reptil. Pada 2024 ketergantungan kota ini pada pasokan dari Indonesia dan Vietnam, lengkap dengan celah pencatatan yang membuat rantai pasok sulit dilacak.

Pemerintah Hong Kong melalui AFCD pun mensyaratkan izin CITES untuk setiap kiriman. Bahkan sempat perdagangan tokek 2013-2019 yang melebihi kuota resmi.

Korea Selatan tengah dilanda demam reptil peliharaan, tapi pintu masuknya dijaga ketat. Semua impor hewan eksotik wajib lolos karantina APQA dan mengantongi dokumen CITES. Singapura lebih keras lagi hampir semua reptil dilarang jadi peliharaan.

Arus ke negeri ini biasanya hanya untuk kebun binatang, penelitian, atau transit, di bawah pengawasan NParks dan izin CITES.

Amerika Serikat banyak mengimpor kulit sanca untuk industri kulit mewah, plus sebagian reptil hidup untuk komunitas hobi.

Semua masuk lewat jalur USFWS, wajib deklarasi Form 3-177, izin CITES, dan patuh pada Lacey Act. IUCN mencatat ratusan ribu kulit sanca kembang dipanen tiap tahun dari Indonesia dan Malaysia untuk pasar UE dan AS.

Di Eropa, Jerman dan Ceko jadi dua pintu besar. Uni Eropa memberlakukan regulasi perdagangan satwa liar yang mengadopsi CITES namun bisa lebih ketat. Jerman mengimpor kulit dan reptil hidup untuk fesyen dan hobi, sementara Ceko dikenal sebagai pusat breeder reptil eksotik di Eropa Tengah.

Jepang juga menjadi tujuan penting, terutama untuk pasar hobi. Semua masuk di bawah kendali MOEJ dengan izin CITES sebagai syarat utama.

Per 7 Februari 2025, CITES menempatkan Gekko gecko, Python reticulatus, dan sebagian besar Varanus spp. dalam Appendix II. Artinya, semua ekspor dari Indonesia wajib punya CITES export permit, dan untuk beberapa pasar seperti Uni Eropa, importir juga butuh import permit tambahan.

Bagi eksportir, kuncinya ada di tiga hal: jelas spesies dan asalnya-termasuk HS code dan nama latin, hafal aturan tiap negara tujuan, dari izin hingga karantina dan menjaga reputasi dengan due diligence pemasok, apalagi untuk komoditas sensitif seperti tokek.

Kulit python mungkin masih laris di panggung fashion dunia, tapi di era ini, transparansi dan keberlanjutan adalah aksesori yang tak kalah berharga dari produknya sendiri.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)
Tags

Most Popular
Recommendation