Diam-Diam Ekspor Karang Ilegal, RI Ditangkap Eropa

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
14 August 2025 18:40
KKP Kaji Fenomena Pemutihan Karang Waspadai Naiknya Suhu Air Laut. (Dok. BKKPN Kupang, KKP)
Foto: KKP Kaji Fenomena Pemutihan Karang Waspadai Naiknya Suhu Air Laut. (Dok. BKKPN Kupang, KKP)

Jakarta, CNBC Indonesia- Terumbu karang adalah salah satu ekosistem laut paling kaya di dunia, menjadi rumah bagi ribuan spesies dan penopang kehidupan masyarakat pesisir. Namun di balik keindahannya, karang termasuk kelompok organisme yang rentan atau endangered.

Tekanan datang dari berbagai arah mulai dari pembangunan pesisir, pariwisata, penangkapan ikan dengan cara merusak, perubahan iklim, hingga bencana alam.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada 2019, hanya sekitar 28,8% terumbu karang di Indonesia yang masuk kategori baik hingga sangat baik. Sisanya berada pada kondisi cukup (37,38%) dan buruk (33,82%). Papua menjadi salah satu wilayah dengan proporsi karang sangat baik yang relatif tinggi, sementara provinsi seperti Kalimantan Selatan memiliki 78,15% area karang dalam kondisi rusak.

Upaya perlindungan dilakukan lewat perluasan kawasan konservasi perairan (KKP) yang pada 2023 telah mencakup sekitar 28,94 juta hektare, tersebar di 409 kawasan.

Kebijakan ini dibarengi dengan instrumen lain seperti kuota penangkapan, larangan alat tangkap destruktif, dan penegakan sanksi. Laporan BPS menunjukkan jumlah peraturan di bidang kelautan dan perikanan relatif tinggi, meski fluktuatif, mencapai 266 regulasi pada 2023.

Sejarah mencatat, Indonesia pernah menjadi raksasa dalam perdagangan karang dunia. Kajian berbasis data CITES periode 1998-2007 yang dirilis pada 2010 mencatat bahwa Indonesia memasok sekitar 92% perdagangan coral pieces dari Asia Tenggara.

Pasar utamanya adalah Amerika Serikat (61%), Uni Eropa (21%), dan Jepang (7%). Dalam kurun tersebut, sekitar 17,83 juta potong dan 2,36 juta kilogram karang tercatat diperdagangkan, baik dalam bentuk karang hidup untuk akuarium laut maupun karang mati atau bagian-bagiannya untuk ornamen.

Sejak 2003, porsi marikultur meningkat, dengan Indonesia melaporkan sumbernya sebagai ranch-raised, sementara negara lain seperti Vietnam dan Malaysia lebih banyak mengklaim sebagai captive-bred.

Namun, perdagangan karang bukan tanpa sorotan. Laporan TRAFFIC mengenai penyitaan satwa liar yang masuk daftar CITES di Uni Eropa pada 2023 mencatat, total 285 kilogram dan 2.264 potong karang berhasil disita di lebih dari 600 catatan kasus.

Lebih dari sepertiga penyitaan ini dilaporkan Jerman, disusul Prancis dan Denmark (masing-masing 15%), Spanyol (6%), dan Hungaria (6%). Menariknya, sebagian besar karang ini disita saat masuk Uni Eropa melalui bagasi penumpang, menandakan modus yang kerap terkait oleh-oleh atau ornamen.

Negara asalnya beragam, namun lima terbesar adalah Mesir (9%), Thailand (8%), Indonesia (7%), Maladewa (5%), dan Mauritius (5%). Spesies yang sering muncul termasuk Blue Coral (Heliopora coerulea), yang masuk App. II/Annex B CITES dan berstatus Terancam atau Near Threatened di daftar IUCN.

Pola ini menunjukkan bahwa meskipun regulasi di dalam negeri semakin ketat, risiko karang Indonesia masuk ke jalur perdagangan ilegal masih ada. Uni Eropa sendiri telah memperketat pengawasan, terutama pada arus yang datang lewat penumpang individu.

Bagi eksportir resmi, situasi ini menjadi pengingat pentingnya memastikan sumber asal legal terutama dari marikultur lengkap dengan izin CITES dan dokumen pendukung. Apalagi, perdagangan karang kini bukan hanya soal nilai ekonomi, tetapi juga reputasi keberlanjutan di mata dunia.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(emb/emb)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation