
Eropa - AS Bakal Makin Banyak "Minum" CPO RI, Laba AALI - DSNG Moncer!

Jakarta, CNBC Indonesia - Laba emiten perusahaan minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) pada paruh pertama 2025 kompak tumbuh moncer.
Prospeknya juga kian menjanjian usai Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) berkomitmen menyerap CPO lokal, apalagi harga komoditas minyak nabati ini juga mulai merangkak naik.
Merujuk data Refinitiv, harga komoditas CPO untuk kontrak yang berakhir tiga bulan pada perdagangan Kamis hari ini (7/8/2025) sampai pukul 11.00 WIB bertengger di MYR 4.240 per ton, sejak pembukaan turun sekitar 0,63%.
Jika hari ini turun akan menandai penurunan selama dua hari beruntun. Meski begitu, penyusutan ini masih belum bisa menutup pergerakan moncer kemarin lusa (5/8/2025) di mana harga CPO sempat melesat lebih dari 2,5% dalam sehari.
Sudah tiga bulan terakhir ini harga CPO bertahan dalam tren naik, kalau di tarik mundur secara kuartalan sudah naik sekitar 6,40%.
Berkat harga CPO yang moncer ini, laba dari sederet perusahaan sawit pun tak kalah ciamik.
Kami mencatat ada lima emiten sawit Tanah Air, diantaranya PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG), PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), dan PT Triputra Agro Persada Tbk (TAPG).
Dari tabel berikut, DNSG terpantau mencetak laba dengan pertumbuhan paling pesat sampai lebih dari 80% secara tahunan (yoy). TAPG mengikuti dengan laba tumbuh sekitar 75% yoy. Lalu ada SIMP dan AALI yang masing-masing tumbuh kisaran 40% yoy, terakhir LSIP tumbuh 19,4% yoy. Berikut rinciannya :
Prospek saham CPO juga kian menjanjikan usai Kemendag menyatakan komitmen Uni Eropa dan AS menyerap CPO lokal.
Uni Eropa mengakui kalau CPO Indonesia telah memenuhi aspek berkelanjutan,
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag Djatmiko B. Witjaksono mengatakan Uni Eropa telah mengakui bahwa CPO asal Indonesia telah memenuhi aspek keberlanjutan.
Sementara AS berencana akan mengecualikan tarif ekspor untuk minyak nabati ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah AS juga telah mengecualikan tarif 19% untuk ekspor CPO asal Indonesia ke negerinya.
"Sudah ada kesepakatan terkait komoditas yang dikecualikan, tinggal ditulis detailnya saja. Kemungkinan besar tarif untuk komoditas yang dikecualikan 0%," kata Airlangga di Banten, Jumat (1/8/2025).
Meski begitu, dalam jangka pendek tetap harus diperhatikan dari sikap pelaku pasr yang nampaknya mulai hati-hati menanti sejumlah data ekonomi Tiongkok, termasuk data perdagangan, inflasi konsumen (CPI), dan inflasi produsen (PPI) bulan Juli, mengingat negeri sang Naga Asia ini adalah salah satu pembeli utama CPO.
Investor juga menantikan laporan supply and demand dari Malaysian Palm Oil Board minggu depan, dengan Reuters memperkirakan bahwa stok minyak sawit naik untuk bulan kelima berturut-turut pada Juli ke level tertinggi dalam dua tahun terakhir, didorong oleh produksi yang kuat dan konsumsi domestik yang lesu.
Ekspor diperkirakan naik 3,2% menjadi 1,3 juta ton, meskipun kenaikannya terbatas karena persaingan ketat dari produsen utama Indonesia yang menawarkan diskon besar menjelang kenaikan tarif.
Sementara itu, di India, importir minyak sawit terbesar di dunia mencatat impor bulan Juli turun 10% menjadi 858.000 ton dari posisi tertinggi 11 bulan pada Juni, akibat pembatalan kontrak.
Penurunan harga tertahan oleh pernyataan Presiden AS Donald Trump bahwa Washington dan Beijing "sangat dekat" untuk memperpanjang gencatan dagang mereka setelah 12 Agustus.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)
