
Vietnam Jadi "Darling" Asing, Benarkah Pesona RI Meredup?

Jakarta, CNBC Indonesia - Vietnam makin menjadi "darling" bagi investor asing. Pencapaian investasi dari pemodal asing terus melonjak sementara sebaliknya Indonesia justru melandai.
Berdasarkan laporan capaian realisasi investasi oleh Kementerian Investasi dan Hilirisasi (BPKM), tercatat realisasi investasi Semester I-2025 sebesar Rp942,9 triliun, tumbuh 13,6% secara tahunan (year on year/YoY). Pertumbuhannya melambat dibanding Semester I-2024 yang naik 22,3% yoy menjadi Rp829,9 triliun.
Porsi Penanaman Modal Asing (PMA) mencapai Rp432,6 triliun atau 45,9% dari total, lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu yakni 50,8% atau Rp421,7 triliun. Investasi asing tumbuh 2,6%. Ini adalah kali pertama pertumbuhan PMA gagal mencapai double digit sejak era Pandemi Covid-19 pada 2020.
Adapun subsektor yang menjadi tujuan realisasi PMA mulai dari industri logam dasar menjadi penyerap terbesar yaitu senilai US$7,3 miliar atau berkontribusi sebesar 27% terhadap total PMA, disusul pertambangan, jasa transportasi,logistik, telekomunikasi, dan industri kimia farmasi. Hal ini menggambarkan strategi hilirisasi yang konsisten namun perlu terus didorong agar porsi PMA bernilai tambah tinggi makin besar.
Sementara itu negara tetangga sekaligus pesaing investasi asing bagi Indonesia yakni Vietnam menunjukkan akselerasi penanaman modal asing (PMA) yang kian terarah ke transaksi berskala besar.
Vietnam berhasil menarik investor asing atau Foreign Direct Investment (FDI) senilai US$24,09 miliar pada Januari hingga Juli 2025 atau sekitar Rp392,2 triliun (kurs Rp16.280/US$) angka ini naik 27,3% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Lonjakan terbesar berasal dari penyesuaian modal yang naik 95,3% menjadi hampir US$10 miliar, serta pembelian saham yang meningkat 61% menjadi lebih dari US$4 miliar.
Adu Pertumbuhan Penanaman Modal Asing
Pada 2025, realisasi PMA Indonesia pada Semester I mencapai Rp432,6 triliun atau tumbuh 2,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meski pertumbuhannya tidak terlalu signifikan, capaian ini melanjutkan tren kenaikan dan tetap menempatkan Indonesia di atas Vietnam dari sisi nilai investasi.
Sebaliknya, Vietnam mencatat pertumbuhan jauh lebih agresif, dengan realisasi PMA sebesar Rp392,2 triliun pada tujuh bulan pertama 2025 atau mengalami kenaikan 27,3% yoy dari Rp308,2 triliun pada periode yang sama di 2024.
Lonjakan ini memperkecil selisih nominal dengan Indonesia menjadi hanya sekitar Rp40,4 triliun, jauh mengecil dibanding selisih lebih dari Rp113 triliun pada 2024.
Sejak 2019, peta persaingan pertumbuhan investasi asing antara kedua negara telah mengalami perubahan besar. Vietnam mendominasi periode 2019-2021, bahkan di 2019 selisihnya cukup lebar dengan capaian Rp328,9 triliun berbanding Rp212,8 triliun milik Indonesia.
Titik balik terjadi pada 2022 ketika PMA Indonesia tumbuh signifikan menjadi Rp310,4 triliun, sementara Vietnam justru turun ke Rp253 triliun.
Momentum Indonesia berlanjut pada Semester I 2023 dan 2024, dengan pertumbuhan masing-masing 17% dan 16,1%, didorong hilirisasi industri, pembangunan infrastruktur, dan besarnya pasar domestik.
Sebaliknya, pertumbuhan Vietnam pada periode tersebut cenderung rendah, bahkan sempat terkoreksi pada 2024. Namun, data dengan periode yang sama di 2025 menunjukkan kebangkitan kembali Vietnam melalui pertumbuhan dua digit yang ditopang arus modal ke sektor manufaktur berteknologi tinggi dan kesepakatan investasi berskala besar.
Adu pertumbuhan ini memperlihatkan bahwa Indonesia masih unggul dalam skala total investasi, sementara Vietnam menjadi lawan tangguh dengan momentum pertumbuhan yang kini jauh lebih cepat. Persaingan ini akan semakin menarik, mengingat keduanya sama-sama mengincar posisi sebagai pusat investasi asing utama di Asia Tenggara.
Ini Alasan Vietnam Menguat dari Sisi Investasi Asing
Menurut Badan Investasi Asing Vietnam, lonjakan terbesar terjadi pada penyesuaian modal yang naik 95,3% menjadi hampir US$10 miliar, serta modal melalui pembelian saham yang melonjak 61% menjadi lebih dari US$4 miliar. Juli 2025 bahkan mencatat nilai penyesuaian modal lebih dari dua kali lipat menjadi US$1,04 miliar, sementara pembelian saham naik 84,5% menjadi hampir US$790 juta.
Peningkatan ini mencerminkan pergeseran ke arah investasi yang lebih selektif dan berskala besar.
Kepercayaan investor juga diperkuat oleh masuknya proyek strategis seperti pabrik Coherent senilai US$127 juta di Dong Nai yang merupakan salah satu kota manufaktur di Vietnam, yang memposisikan Vietnam sebagai pusat produksi global, pengembangan produk, dan inovasi teknologi fotonik.
Pemerintah Vietnam menilai investasi ini akan memperkuat posisi Vietnam dalam rantai pasok semikonduktor global bersama perusahaan raksasa teknologi dunia seperti Nvidia, Apple, Google, dan Intel.
Ditambah dengan Ho Chi Minh yang menjadi motor penggerak Utama investasi asing, dengan FDI mencapai hampir US$6,2 miliar pada periode yang sama di 2025,angka ini melonjak hingga 45,67% dibanding tahun sebelumnya.
Nilai tersebut berasal dari proyek baru, penambahan modal pada proyek yang sudah ada, serta akuisisi saham di perusahaan lokal. Kawasan pengolahan ekspor dan industri mencatat arus modal US$2,43 miliar, dengan sektor teknologi tinggi menyerap lebih dari US$1 miliar.
Pertumbuhan pesat ini juga didorong oleh penggabungan wilayah administratif pada 1 Juli 2025, ketika Ho Chi Minh bergabung dengan provinsi Binh Duong dan Ba Ria-Vung Tau. Integrasi ini membuka ruang pertumbuhan baru di sektor manufaktur, logistik, energi, dan pariwisata, sekaligus memperluas kapasitas ekonomi untuk menarik investasi berskala besar.
Kendati demikian, tantangan pun masih ada. Menteri Keuangan Vietnam, Nguyen Van Thang mengakui bahwa Vietnam masih kekurangan proyek-proyek besar berteknologi tinggi. Bahkan, nilai FDI baru yang terdaftar pada tujuh bulan pertama 2025 tercatat turun 11,1% menjadi sedikit di atas US$10 miliar.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)