Raksasa Tekstil Dunia Saling Sikut Berebut Kuasa, RI Sudah KO Duluan!

Rania Reswara Addini, CNBC Indonesia
12 August 2025 14:05
Ilustrasi Buruh Pabrik Tekstil
Foto: Getty Images/Jeremy Horner

Jakarta, CNBC Indonesia - Tekstil adalah salah satu industri terbesar dan terpenting dalam perdagangan internasional. Industri yang bergerak di bidang pakaian jadi, kain, dan bahan baku ini menghasilkan miliaran dolar setiap tahunnya, memasok pasar di seluruh Amerika Serikat, Eropa, Timur Tengah, dan wilayah lainnya.

Para eksportir besar tekstil acapkali bekerja sama dengan merek mode ternama untuk memproduksi deretan produk mereka, melakukan kerja sama produksi dalam skala yang besar sehingga harga yang ditawarkan menjadi kompetitif. Tren industri tekstil yang saat ini semakin condong mengutamakan praktik yang berkelanjutan membuat para eksportir juga ikut mengubah cara produksi mereka menjadi lebih ramah lingkungan.

Meskipun gejolak perang dagang berupa kenaikan tarif yang sedang berlangsung berpotensi memperlambat pertumbuhan, Industri ini tetap menjadi sektor yang dipandang utama.

Penguasa Tekstil Dunia

1. China

China memimpin dunia dalam penjualan tekstil, menghasilkan lebih dari US$300 miliar setiap tahun.

Negara ini memproduksi hampir semua jenis tekstil, mulai dari kain teknologi dan serat sintetis hingga kapas dan sutra. China mengekspor ke hampir semua negara di dunia, khususnya AS, Uni Eropa, Jepang, dan Asia Tenggara, berkat teknologi canggih, pabrik yang sangat besar, dan biaya produksi yang murah.

2. Bangladesh

Dengan total nilai US$40-50 miliar per tahun, Bangladesh menjadi salah satu industri pakaian jadi siap pakai yang besar.

Industri tekstil di negara ini utamanya memproduksi kaos, kemeja, dan celana panjang, dan menjadi negara eksportir pilihan bagi Walmart, Zara, dan H&M untuk menyuplai produk tekstil mereka. Daya saing eksportir Bangladesh di pasar AS dan Eropa dipertahankan berkat produksi skala besar dan tenaga kerja dengan harga terjangkau.

3. Vietnam

Vietnam mengekspor lebih dari $40 miliar tekstil setiap tahun, dengan spesialisasi pada produk rajutan, pakaian olahraga, seragam, dan jaket.

Dengan berbagai keunggulan yang ditawarkan eksportirnya seperti pengiriman cepat, didukung oleh perjanjian perdagangan bebas, dan jumlah pabrik ramah lingkungan yang meningkat menjadikannya sebagai mitra kuat bagi AS, Jepang, Korea Selatan, dan Eropa.

4. Turki

Ekspor tekstil Turki yang nilainya mencapai sekitar US$35-38 miliar ini mencakup produk denim, handuk, kain rumah tangga, dan pakaian katun premium.

Berlokasi dekat Eropa membuat Turki memiliki keunggulan dalam hal waktu tempuh logistik untuk negara importir utamanya seperti Jerman, Inggris, dan Italia. Tradisi tekstil yang kaya dan kapas berkualitas tinggi membantu mempertahankan reputasinya.

5. India

India dikenal dengan keragaman basis tekstilnya, mulai dari kapas, sutra, dan rami hingga kain sintetis, serta industri manufaktur pakaian modern.

Ekspornya mencakup pakaian, benang, dan peralatan rumah tangga, yang dikirim ke negara-negara seperti AS, Inggris, UEA, Bangladesh, dan Jerman. Dengan pekerja terampi dan pasokan bahan baku kapas lokal yang melimpah, India telah memantapkan diri sebagai salah satu pemain utama di pasar global.

A woman works at a workshop of a textile manufacturer in Binzhou, Shandong province, China February 11, 2019.   China Daily via REUTERS  ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. CHINA OUT.Foto: Seorang wanita bekerja di bengkel produsen tekstil di Binzhou, provinsi Shandong, China 11 Februari 2019. (China Daily via REUTERS)
A woman works at a workshop of a textile manufacturer in Binzhou, Shandong province, China February 11, 2019. China Daily via REUTERS ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. CHINA OUT.

6. Italia

Italia mengekspor produk tekstil yang nilainya mencapai US$37,1 miliar pada 2023, dengan fokus pada kain mewah, pakaian desainer, dan wol berkualitas tinggi. Dikenal dengan kualitas kainnya yang sangat tinggi, kain produksi Italia menjadi incaran pembeli berupa merek-merek premium, terutama di Prancis, Jerman, China, dan AS.

7. Jerman

Negara ini mengekspor sebesar $30,7 miliar produk tekstil pada tahun 2023.

Sebagian besar dari ekspor tekstil Jerman adalah tekstil berteknologi tinggi yang digunakan di sektor seperti konstruksi, kesehatan, dan otomotif. Negara ini memimpin pasar tekstil teknis di China, AS, dan Eropa berkat penelitian inovatif yang menjadi keunggulannya.

8. Amerika Serikat

AS mengekspor sekitar US$21,8 miliar tekstil, terutama kain teknis yang dirancang untuk fungsi tertentu, denim, serta bahan industri. Produk tekstil AS sering digunakan di sektor pertahanan, medis, dan otomotif. Pembeli utama produk tekstil negara ini berkisar dari Meksiko, Kanada, dan China.

9. Pakistan

Ekspor utama dari industri tekstil Pakistan senilai US$18,4 miliar meliputi pakaian, handuk, sprei, dan barang berbahan kapas.

Pasar utama termasuk AS, Inggris, dan Jerman, yang didukung oleh penanaman kapas yang kuat serta kemampuan produksinya dengan biaya terjangkau.

10. Spanyol

Ekspor tekstil Spanyol, yang mencakup tekstil rumah tangga, bahan teknologi, dan pakaian modis mencapai $14,6 miliar pada 2023. Citranya sebagai salah satu negara pengekspor terbesar didorong oleh permintaan pasokan dari merek seperti Zara dan Mango, dengan pasar utamanya adalah Prancis, Italia, dan Jerman.

Lalu, Bagaimana dengan Indonesia?

Dilansir dari Analisis Komoditas Ekspor 2024 dari Badan Pusat Statistik, nilai ekspor komoditas berbagai komoditas tekstil mayoritas menunjukkan penurunan setelah mencapai puncaknya di 2021 dan 2022. Sampai dengan 2024, ekspor tekstil belum berhasil kembali mencatatkan nilai yang setara dengan level tertingginya tersebut.

Komoditas industri pakaian jadi yang terdiri dari pakaian jadi, pakaian jadi rajutan, perlengkapan pakaian dari tekstil, kaus kaki tekstil dan sejenisnya, serta pakaian jadi dan perlengkapannya dari kulit mencapai nilai tertinggi ekspor sebesar $9,61 miliar pada 2022, kemudian mengalami dinamika yang fluktuatif dengan penurunan tajam 15,8% pada 2023. Pada tahun 2024, nilai ekspor sedikit pulih dibanding 2023 tetapi masih 11,9% di bawah nilai puncak pada 2022.

Di sisi lain, komoditas industri tekstil yang terdiri dari produk setengah jadi seperti serat stapel buatan, benang pintal, dan kain tenunan mencapai nilai tertingginya sebesar US$4,56 miliar pada 2021, kemudian turun konsisten hingga 2024 menjadi US$ 3,63 miliar. Total penurunan dari puncak nilai di 2021 ke 2024 adalah sebsar 20,5%.

Dampak penurunan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) memunculkan tekanan pada pasar tenaga kerja industri ini. Tekanan ini tidak hanya menyasar buruh pabrik, tetapi mulai merembet ke jajaran manajemen. Tak sedikit profesional di bidang ini memilih hijrah ke luar negeri demi menyelamatkan karir.

Ketua Bidang Teknologi Industri Tekstil Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI) Cecep Daryus mengungkapkan, para profesional level manajemen ikut terdampak dari gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi selama penurunan kinerja industri TPT.

"Anggota kami yang merupakan profesional tekstil di level manajemen turut terdampak dari PHK dan penurunan kinerja industri, meskipun tidak terlalu signifikan," kata Cecep dalam keterangannya, dikutip Selasa (5/8/2025).

Ratusan buruh tekstil melakukan longmarch dari IRTI menuju Patung Kuda Jakarta, Kamis (27/6/2024). Massa yang tergabung dalam aliansi IKM & Pekerja Tekstil Indonesia menuntut tanggung jawab atas badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang marak belakangan ini. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)Foto: Ratusan buruh tekstil melakukan longmarch dari IRTI menuju Patung Kuda Jakarta, Kamis (27/6/2024). Massa yang tergabung dalam aliansi IKM & Pekerja Tekstil Indonesia menuntut tanggung jawab atas badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang marak belakangan ini. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Ratusan buruh tekstil melakukan longmarch dari IRTI menuju Patung Kuda Jakarta, Kamis (27/6/2024). Massa yang tergabung dalam aliansi IKM & Pekerja Tekstil Indonesia menuntut tanggung jawab atas badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang marak belakangan ini. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

 

Bahkan, kondisi ini mendorong tren baru yang membuat semakin banyak profesional tekstil Indonesia melanjutkan karir di negara tetangga seperti Vietnam, Kamboja, dan Malaysia. Permintaan terhadap tenaga kerja level manajerial dari Indonesia kian meningkat seiring pertumbuhan investasi di kawasan tersebut.

Di sisi lain, jumlah investasi yang masuk ke sektor TPT mengalami kenaikan. Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin), realisasi investasi di sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta alas kaki tercatat mengalami lonjakan tajam sebesar 124,9% pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya, dengan nilai mencapai Rp4,53 triliun. Investasi ini juga disertai penyerapan tenaga kerja sebanyak 1.907 orang.

Meskipun begitu, efek pengganda dari investasi belum mampu menahan dampak badai PHK yang terjadi pada sektor ini. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman, bahwa utilisasi industri garmen skala kecil dan menengah yang mengandalkan pasar domestik masih rendah, dan bahkan belum mencapai 50%.

"Hingga saat ini utilisasi nasional industri garmen menengah kecil yang berorientasi pasar domestik masih berada di bawah 50%. Kita bisa lihat secara gamblang baik di toko offline maupun online dipenuhi oleh barang impor," ujar Nandi.

Ia juga menyampaikan, meski jumlah pelaku usaha konveksi bertambah akibat gelombang PHK, kondisi usahanya belum membaik. Banyak karyawan yang ter-PHK membanting setir jadi pengusaha konveksi, tetapi pesanan yang masuk masih minim.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Farhan Aqil Syauqi ikut memberi pernyataan senada terkait hal ini. Ia menyoroti perlunya jaminan pasar untuk menjaga keberlanjutan investasi. Namun kenyataannya, pasar domestik justru dibanjiri produk impor.

"Jangankan pasar ekspor yang sangat banyak tantangan dan hambatan, pasar dalam negeri pun dibanjiri produk impor," tegas dia.

Untuk mendorong sektor TPT agar kembali tumbuh, dibutuhkan investasi yang lebih besar serta penguatan integrasi industri, terutama di tengah kesepakatan dagang seperti tarif resiprokal dan IEU-CEPA. Perlindungan terhadap sektor tekstil dalam negeri perlu diperkuat agar industri tekstil Indonesia tidak tergerus oleh gempuran produk tekstil dari luar negeri.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

 

(mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation