80 Tahun Indonesia Merdeka

Suka Protes Tapi Warga RI Diam-Diam Doyan Ngutangin Pemerintah

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
14 August 2025 13:40
Gold Coins and plant isolated on white background
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Memasuki usia delapan tahun kemerdekaan Indonesia, Surat Berharga Negara atau SBN semakin mendapat tempat istimewa di hati masyarakat terutama di kalangan generasi muda.

Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, menunjukkan porsi kepemilikan investor ritel terhadap Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) terus meningkat signifikan dalam delapan tahun terakhir.

Pada 2016 porsi kepemilikan investor ritel terhadap SBN hanya sebesar 3,26%, terdiri dari 2,53%n untuk SUN dan 7,76% untuk SBSN.

Empat tahun kemudian, tepatnya pada 2020, angkanya sedikit meningkat menjadi 3,39 persen, dengan SUN sebesar 2,96% dan SBSN sebesar 5,39%.

Lonjakan besar terjadi pada 2024 ketika total kepemilikan ritel terhadap SBN mencapai 8,98%, dengan porsi SUN sebesar 7,95% dan SBSN sebesar 13,44%.

Kenaikan yang hampir tiga kali lipat dibandingkan 2020 dan lebih dari dua kali lipat dari 2016. Hal ini mencerminkan perubahan signifikan dalam perilaku investasi masyarakat, terutama di kalangan generasi muda, yang kini semakin aktif berpartisipasi membiayai negara melalui instrumen yang aman dan berimbal hasil kompetitif.

Lonjakan Partisipasi Milenial dalam Investasi SBN

Peningkatan tersebut mencerminkan adanya pergeseran perilaku investasi masyarakat sekaligus menandakan semakin besarnya peran investor domestik dalam memperkuat ketahanan pasar keuangan nasional.

Jika sebelumnya pasar surat utang Indonesia lebih banyak bergantung pada investor institusi dan asing, kini investor ritel, terutama dari kalangan milenial, semakin menjadi tulang punggung dalam pembiayaan negara.

Kementerian Keuangan mencatat bahwa dalam beberapa tahun terakhir terjadi lonjakan partisipasi milenial dalam pembelian SUN.

Fenomena ini didorong oleh meningkatnya kesadaran akan pentingnya investasi, gencarnya edukasi dari pemerintah dan sektor keuangan, serta kemajuan teknologi yang memungkinkan proses pembelian SBN dilakukan secara lebih praktis dan cepat.

Perkembangan platform investasi digital dan aplikasi mobile membuat siapa pun dapat membeli SBN hanya melalui ponsel dengan proses yang transparan, biaya yang relatif rendah, dan waktu transaksi yang singkat. Kemudahan ini sangat sesuai dengan gaya hidup generasi muda yang mengutamakan kecepatan dan kenyamanan dalam bertransaksi.

Bukti nyata besarnya minat masyarakat Indonesia dalam membeli surat utang pemerintah tercermin dari lonjakan penerbitan. Dalam catatan Kementerian Keuangan, penjualan SBN Ritel pada mencapai Rp148,36 triliun dan berhasil menjaring 450.191 investor. Ada tujuh SBN ritel yang diterbitkan pada tahun lalu.

Pada awal penerbitan yakni pada 2006 hanya satu surat utang ritel yang dijual yakni ORI001 dengan total pemesanan Rp 27,44 triliun dan menjaring 16.561 investor.

Keamanan, Imbal Hasil, dan Kebanggaan Nasional

Selain faktor kemudahan, daya tarik SBN terletak pada kombinasi antara keamanan dan imbal hasil yang kompetitif.

Sebagai instrumen yang dijamin oleh negara, SBN memberikan rasa aman yang dibutuhkan oleh investor pemula yang cenderung konservatif. Imbal hasilnya yang relatif lebih tinggi dibandingkan deposito membuatnya menjadi pilihan menarik di tengah ketidakpastian global, terutama ketika volatilitas di pasar saham atau instrumen berisiko lainnya meningkat.


Jenis SBN ritel yang dijual semakin beragam sejalan dengan lonjakan minat masyarakat. Berikut jenis SBN ritel yang dijual ke masyarakat:

Kini, tidak sedikit generasi muda yang memandang investasi di SBN sebagai bentuk kontribusi langsung terhadap pembangunan nasional.

Ada rasa bangga ketika dana yang mereka tanamkan digunakan untuk membiayai infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan proyek strategis negara lainnya. Nilai sosial inilah yang membuat SBN memiliki dimensi emosional di luar sekadar instrumen investasi.

Peningkatan kepemilikan ritel terhadap SBN juga membawa dampak positif yang signifikan bagi perekonomian. Semakin besarnya porsi investor domestik membantu menekan volatilitas pasar akibat arus modal asing dan membuat pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menjadi lebih berdaulat.

Kepercayaan publik terhadap stabilitas ekonomi nasional pun semakin kuat, apalagi dengan kondisi inflasi yang terkendali dan kebijakan fiskal yang relatif hati-hati.

Bayang-Bayang Dampak Negatif bagi Perbankan

Meski demikian, tren ini juga memiliki sisi negatif yang perlu diantisipasi. Salah satunya adalah dampaknya terhadap perbankan. Tingginya minat masyarakat terhadap SBN, terutama ritel, membuat sebagian dana pihak ketiga (DPK) di perbankan tergerus karena nasabah lebih memilih menempatkan dananya di SBN yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi dibandingkan deposito.

Kondisi ini dapat memengaruhi strategi pendanaan perbankan dan mendorong bank bersaing menawarkan suku bunga simpanan yang lebih menarik, yang pada akhirnya dapat meningkatkan biaya dana mereka. Terlebih, jumlah penerbitanSBN ritel terus meningkat. 

Perbandingan ORI001 dengan ORI027

Salah satu instrumen Surat Berharga Negara yang ditujukan untuk investor ritel adalah Obligasi Negara Ritel (ORI). Seri ORI pertama kali diterbitkan pada tahun 2006 melalui ORI001 dengan tingkat kupon sebesar 12,05% dan tenor 3 tahun. Sementara itu, seri terbaru yang dirilis pemerintah adalah ORI027, yang ditawarkan pada 27 Januari-20 Februari 2025.

ORI027 mencatatkan rekor sebagai penerbitan SBN ritel dengan pemesanan tertinggi sepanjang sejarah, baik dari sisi nominal maupun jumlah investor.

Pemerintah berhasil menghimpun dana sebesar Rp37,3 triliun dari penerbitan ini, yang digunakan untuk mendukung target pembiayaan APBN tahun 2025. Dari sisi jumlah investor, ORI027 berhasil menarik 86.624 investor, dengan 25.087 di antaranya merupakan investor baru.

Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan ORI001, yang pada saat peluncuran di tahun 2006 menarik 16.561 investor, seluruhnya merupakan investor baru karena ini adalah SBN ritel pertama yang diterbitkan pemerintah.

Dari sisi demografi, ORI001 didominasi oleh kelompok usia 41-55 tahun yang menguasai sekitar 39% dari total pemesan. Kelompok usia di atas 55 tahun menyumbang sekitar 34%, sedangkan kelompok usia 25-40 tahun sekitar 24%. Sementara itu, pada ORI027, peta demografi investor menunjukkan perubahan signifikan.

Kelompok usia 25-45 tahun atau generasi milenial menguasai sekitar 45,9% dari total investor, diikuti oleh generasi X dengan rentang usia 46-60 tahun, dan generasi baby boomer yang berusia di atas 60 tahun mencatat porsi sekitar 17,1%.

Secara keseluruhan, dari ORI001 ke ORI027 terjadi kenaikan jumlah total investor sebesar 397,75% sedangkan jumlah investor baru naik 51,48%.

Perubahan komposisi ini mempertegas pergeseran tren investasi, di mana generasi milenial kini mendominasi kepemilikan surat utang ritel seperti ORI. Hal ini juga sejalan dengan perkembangan teknologi dan kemudahan akses pembelian SBN yang semakin mendekatkan instrumen ini kepada investor muda.

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/evw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation