"Diamond in The Forest": Gaharu Indonesia Tengah Menderita

Rania Reswara Addini, CNBC Indonesia
08 August 2025 18:50
A Saudi man holds a handful of Oud or Agarwood at his shop in Riyadh, 10 October 2007. Oud, also known by the names Agrawood and Aloeswood, in the resinous aromatic heartwood of the Aquilaria tree, native to southeast Asia, that is highly valued for its pleasing fragrance and thus used as incense. Oud is one of the products that Saudi Muslims traditionally stock-up on in preparation for the Eid al-Fitr festivities that mark the end of Ramadan. AFP PHOTO/HASSAN AMMAR (Photo credit should read HASSAN AMMAR/AFP via Getty Images)
Foto: Kayu Gaharu (Photo HASSAN AMMAR/AFP via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tidak hanya komoditas emas batangan, Indonesia juga kaya akan jenis emas lain yang sering disebut emas hijau. Emas jenis ini tidak digarap dari tambang, tetapi tumbuh dari bibit tanaman. Komoditas yang dimaksud di sini adalah kayu gaharu yang memiliki harga selangit.

Bahkan, di beberapa negara, harga gaharu berkualitas tinggi bisa menembus ribuan dolar per kilogram, terutama di pasar Timur Tengah dan Asia, di mana komoditas ini memiliki nilai spiritual dan religius yang kuat.

Di pasar lokal, harga Gaharu berkualitas tinggi dapat mencapai Rp 53 juta per kilogram, sementara di pasar internasional harganya bisa melonjak hingga Rp 133 juta per kilogram.

Kayu Gaharu, atau dikenal sebagai agarwood, merupakan salah satu jenis kayu termahal di dunia. Keistimewaannya terletak pada aroma harum yang dihasilkan oleh resin yang terbentuk akibat infeksi jamur pada pohon Aquilaria. Aroma ini, yang awam disebut sebagai oud, sangat dihargai dalam industri parfum dan wewangian.

Permintaan global terhadap Gaharu sangat tinggi, terutama dari negara-negara Timur Tengah dan Asia Timur. Pohon Gaharu tumbuh optimal di daerah dengan curah hujan tinggi dan tanah yang baik drainasenya.

 

Harga komoditas yang mahal tentunya memerlukan pemrosesan yang tidak sembarangan. Proses penanaman memerlukan perawatan khusus, termasuk inokulasi jamur untuk menghasilkan resin beraroma khas. Pengolahan Gaharu melibatkan ekstraksi resin dan pengeringan sebelum siap dipasarkan.

Di Indonesia, gaharu banyak ditemukan di Sumatera. Kerajaan-kerajaan kuno sudah melakukan ekspor atas kayu gaharu. Kerajaan Sriwijaya, misalnya, sudah menjual gaharu ke para pedagang Arab selama masa eksistensi sejak abad ke-7 sampai ke-11 Masehi.

Iklim tropis mendukung Indonesia menjadi salah satu eksportir gaharu terbesar di dunia. Namun, ekspor gaharu Indonesia menunjukan tren penurunan dari sisi berat pada 2024.

Melansir data Badan Pusat Statistik (BPS), volume ekspor gaharu menurun sejak periode 2022 hingga 2024 secara berturut-turut setelah mengalami lonjakan tinggi pada tahun 2021. Ekspor gaharu pernah mencapai 2.008,4 ton pada tahun 2021, kemudian terus menurun hingga menjadi 929,4 ton di tahun 2024.

Pada tahun 2024, baik dari sisi nilai maupun berat ekspor, keduanya mengalami penurunan. Nilai ekspor turun sebesar 23,00 persen, sementara beratnya menurun sebesar 19,70 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Menariknya, selama 2020 hingga 2023, terdapat pola berlawanan yang konsisten antara pertumbuhan nilai ekspor dan pertumbuhan beratnya. Artinya, saat berat ekspor turun, nilai ekspor justru naik, atau sebaliknya.

Hal ini mengindikasikan adanya fluktuasi harga rata-rata ekspor gaharu di pasar internasional, yang bisa dipengaruhi oleh variasi kualitas, permintaan pasar khusus, atau perubahan harga global.

Jika melihat data per negara tujuan ekspor, mayoritas volume ekspor ke negara-negara utama tujuan ekspor gaharu menurun pada tahun 2024.

Arab Saudi menjadi negara ekspor utama yang mendominasi pada tahun 2024, dengan nilai ekspor yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara lain. Ekspor gaharu ke Arab Saudi mencapai US$8,5 juta atau setara dengan 66,37 persen dari total ekspor komoditas ini. Selain Arab Saudi, negara tujuan utama lainnya adalah Uni Emirat Arab, Korea Selatan, Singapura, dan Qatar.

Sebagian besar negara tujuan utama mengalami penurunan pangsa pasar ekspor gaharu.

Penurunan terlihat pada ekspor ke Arab Saudi, Korea Selatan, Singapura, dan Qatar. Kendati demikian, ekspor ke Uni Emirat Arab justru mengalami peningkatan signifikan sebesar 43,34 persen, dengan nilai ekspor mencapai US$1,6 juta pada tahun 2024.

Di kancah global, Indonesia menghadapi persaingan ketat dari Malaysia dan Vietnam. Malaysia, misalnya, telah mengembangkan industri gaharu secara terintegrasi dengan akses pasar yang lebih stabil ke Timur Tengah.

Meski demikian, gaharu Indonesia tetap unggul dalam kualitas dan aroma yang lebih kompleks serta tahan lama, terutama yang berasal dari Sumatra dan Kalimantan.

Agarwood Gaharu. Dok. Ina ExportFoto: Agarwood Gaharu. Dok. Ina Export
Agarwood Gaharu. Dok. Ina Export

 

Dengan permintaan yang tetap tinggi, industri gaharu Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang. Namun, perlu ada strategi berkelanjutan untuk meningkatkan daya saing global, seperti, pengembangan budidaya gaharu secara komersial, regulasi ketat terhadap penebangan liar dan juga peningkatan akses pasar internasional.

Mengenal Gaharu

Gaharu, juga dikenal sebagai "agarwood," merupakan jenis kayu langka dan mahal yang berasal dari pohon Aquilaria. Gaharu memiliki aroma khas yang dihasilkan dari infeksi alami pohon oleh mikroorganisme tertentu, menjadikannya bahan baku utama dalam pembuatan parfum, dupa, dan produk kesehatan.

Saking berharganya, kayu satu ini sampai mendapatkan sebutan "liquid gold", "black gold", hingga "diamond in the forest", dan harga perkilonya bisa mencapai miliaran rupiah. Di beberapa negara, harga gaharu berkualitas bisa mencapai ribuan dolar per kilogram.

Pohon gaharu (Aquilaria malaccensis) adalah pohon asli hutan hujan di Asia Tenggara. Tanaman tersebut dapat dijumpai di Bangladesh, Bhutan, India, Indonesia, Iran, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Uniknya, untuk menghasilkan bau yang wangi, pohon ini harus terinfeksi dahulu oleh jamur.

Pohon Gaharu (tangkapan Layar via Tokopedia/Tukang Taman_Jakarta)Foto: Pohon Gaharu (tangkapan Layar via Tokopedia/Tukang Taman_Jakarta)
Pohon Gaharu (tangkapan Layar via Tokopedia/Tukang Taman_Jakarta)

Baunya yang wangi membuatnya menjadi sangat berharga di pasaran. Tanaman aromatik itu sempat dijadikan sebagai salah satu bahan utama pembuatan kosmetik, parfum, hingga obat-obatan.

Kayu gaharu sejak lama menjadi komoditas dagang dari kerajaan di Indonesia. Kerajaan Sriwijaya, yang eksis antara abad VII hingga XI masehi di Sumatra Selatan itu, menjadi pengekspor kayu ini sampai ke Arab.

"Ke Negeri Arab Sriwijaya mengekspor kayu gaharu, kapur barus, cendana, gading, timah, kayu ebony, kayu sapan, rempah," tulis Nia Kurnia Sholihat Irfan dalam buku Kerajaan Sriwijaya: Pusat Pemerintahan dan Perkembangannya (1983:63).

Setelah Sriwijaya bubar, kerajaan-kerajaan lain yang eksis di Sumatra dan daerah lainnya juga memperdagangkan kayu gaharu.

Para pedagang yang berdagang kayu gaharu tidak hanya orang Indonesia asli. Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Jaringan Asia (1996:29) menyebut kayu gaharu, bersama kayu cendana, lada, cengkeh dan pala melewati pelabuhan-pelabuhan di kawasan Sriwijaya dan sekitarnya.

Aquilaria malaccensis atau disebut dengan pohon gaharu. (Dok. indiabiodiversity)Foto: Aquilaria malaccensis atau disebut dengan pohon gaharu. (Dok. indiabiodiversity)
Aquilaria malaccensis atau disebut dengan pohon gaharu. (Dok. indiabiodiversity)

Perdagangan kayu gaharu dari Sumatra pada masa lalu bukan lagi komoditas pedagang lokal tapi juga pedagang dari luar negeri. Marwati Djoened Poesponegoro dkk dalam Sejarah Nasional Indonesia Volume 3 (1984:277) menyebut para pedagang itu berasal dari Campa dan Siam juga ikut berdagang kayu gaharu.

Kayu gaharu diminati pula oleh pedagang dari Gujarat, India. Tsuyoshi Kato, dalam tulisannya Rantau Pariaman: Dunia Saudagar Pesisir Minangkabau dalam buku Indonesia Dalam Kajian Sarjana Jepang (1986:81) berdasar The Suma Oriental of Tome Pires menyebut kapal-kapal dari Gujarat mendatangi Pariaman, Sumatra Barat, untuk mendapatkan kayu gaharu dan komoditas lainnya.

"Tiap tahun, satu, dua atau tiga kapal dari Gujarat berkunjung ke Pariaman, sambil membawa pakaian untuk ditukarkan dengan emas (dalam jumlah banyak), kayu gaharu, kapur barus, sutra, lilin dan dan madu," catat Kato.

Kala itu, produksi kain di Indonesia masih kalah dibanding India dan China.

Kayu ini sebenarnya berwarna terang. Warna gelap kayu ini dihasilkan oleh getah yang merupakan infeksi jamur yang muncul sebagai respon pertahanan.

Agarwood adalah kayu yang terbentuk dari inti batang pohon Aquilaria, atau Aquilaria malaccensis. Kayu ini merupakan salah satu kayu termahal di dunia. Bahkan, harga 1 kg Agarwood bisa berkisar dari US$20.000-US$100.000 (sekitar Rp324 juta-Rp1,6 miliar rupiah).

Banderol harga yang fantastis tersebut disebabkan oleh aroma khas pada agarwood yang kompleks dan tidak ditemukan di manapun. Meski begitu, tidak semua batang pohon Aquilaria bisa dibanderol dengan harga miliaran.

Untuk mendapatkan sensasi aromatik, agarwood harus terinfeksi jamur Phialophora parasitica atau mengalami luka lebih dulu. Saat 'sakit', agarwood akan mengeluarkan getah sebagai bentuk perlindungan diri. Nah, getah itulah yang memberikan Agarwood aroma khasnya.

Selain itu, proses pengolahannya yang rumit juga menjadi alasan mengapa agarwood mahal. Mulai dari proses identifikasi kayu yang sudah terselubung getah, proses ekstraksi inti batang, hingga pemrosesan, semuanya memerlukan skill khusus.


CNBC Indonesia Research

[email protected]

(mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation