Harta Karun RI Ini Diburu Pecinta Parfum Dunia-Diincar Komunitas Ganja

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
30 August 2025 18:00
Patchouli/nilam
Foto: Pexels

Jakarta, CNBC Indonesia- Aroma patchouli mungkin tidak sepopuler vanila atau lavender di pasaran umum, namun bagi komunitas tertentu kerap disebut stoners, atau mereka yang akrab dengan ganja, daun asal Indonesia ini punya tempat istimewa.

Sejak era hippie tahun 1960-an, patchouli atau nilam dikenal sebagai "penanda budaya tandingan" untuk relaksasi, juga untuk menyamarkan bau ganja yang khas dan membandel.

Hingga kini, wangi earthy yang pekat dari patchouli tetap jadi favorit di kalangan stoner, melekat sebagai simbol kebebasan dan ketenangan batin.

Di luar sisi kultural, patchouli punya rekam jejak ilmiah yang solid. Menurut USDA/NIFA, patchouli alcohol senyawa utama dalam minyak patchouli terbukti memiliki sifat antibakteri, antijamur, anti-inflamasi, hingga antivirus influenza. Riset lain yang dipublikasikan di PubMed Central menyebutkan ekstrak patchouli efektif mengatasi infeksi kulit dan membantu proses penyembuhan luka.

Healthline pun menyoroti khasiatnya dalam aroma terapi, mulai dari meredakan stres, memperbaiki mood, hingga memperlambat penuaan kulit. Jadi, daun yang akrab dengan citra bohemian ini sejatinya juga punya nilai medis dan komersial tinggi.

Patchouli, Emas Hijau Parfum Dunia

Bagi industri parfum dan kosmetik dunia, tanaman patchouli ibarat "emas hijau".

Patchouli (Pogostemon cablin) merupakan tanaman tropis dari keluarga mint yang daunnya menghasilkan minyak atsiri bernilai tinggi. Indonesia bahkan menjadi salah satu pemasok patchouli oil terbesar di dunia, 

Melansir dari Van Aroma, Indonesia menguasai lebih dari 80% produksi patchouli dunia, dengan sentra utama di Sulawes dan Sumatra.

Kualitas minyak patchouli asal Indonesia dikenal paling pekat, dengan kadar patchoull tinggi, menjadikannya standar emas bagi industri wewangian internasional.

Minyak patchouli dikenal sebagai base note andalan parfum mewah internasional. Aromanya yang hangat, earthy, musky, dan sensual membuatnya menjadi fixative alami yang menjaga wangi parfum bertahan lebih lama. Tak hanya itu, minyak ini juga banyak digunakan dalam lotion, sabun, lilin aroma, hingga produk perawatan tubuh premium.

Patchouli bahkan punya sejarah panjang dalam perdagangan global. Pada abad ke-19, minyak ini digunakan untuk melindungi kain sutra dan wol dari ngengat saat diekspor dari Asia ke Eropa. Hingga kini, patchouli tetap hadir sebagai pewangi lemari dan tekstil.

Dengan aroma eksotis dan daya guna yang luas, patchouli tak sekadar tanaman herbal, melainkan komoditas strategis yang diam-diam menopang industri miliaran dolar di kancah internasional.

Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan lonjakan signifikan dalam ekspor patchouli Indonesia beberapa tahun terakhir. Setelah sempat turun pada 2021, nilainya melonjak drastis hingga tembus lebih dari US$1,1 juta pada 2024 lonjakan tiga kali lipat dibanding tahun sebelumnya.

Tren ini mengindikasikan permintaan global yang semakin kuat, baik dari industri kecantikan, kesehatan, maupun pasar niche seperti komunitas pecinta ganja yang terus mencari aroma "grounding" untuk melengkapi gaya hidup mereka.

Melonjaknya ekspor patchouli juga membuka ruang bagi Indonesia untuk memperkuat branding komoditas ini, sebagai bahan parfum, juga bagian dari tren wellness global. Dengan pasar yang semakin menghargai produk alami, sustainable, dan bernuansa etnik, patchouli asal Indonesia bisa menjadi komoditas budaya sekaligus ekonomi wangi yang lahir dari tanah nusantara, disukai stoner, dan kini mendunia.

Budi Daya Nilam
Dikutip dari Outlook Nilam 2024 dari Kementerian Pertaian, perkebunan patchouli atau nilam di Indonesia mengalami penurunan setiap tahun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir sebesar rata-rata -1,52%.

Luas areal perkebunan nilam pada 2015 tercatat sebesar 18,63 ribu ha dan di 2024 menjadi 16,78 ribu ha.

Kebun nilam di AcehFoto: Kementerian Pertanian
Kebun nilam di Aceh

Perkebunan kakao menurut status pengusahaan dalam periode yang sama seluruhnya merupakan Perkebunan Rakyat (100%). Sebaran perkebunan nilam di Indonesia terpusat hanya di tiga pulau yakni Sumatra, Sulawesi dan Jawa.

Terjadi pergeseran sentra utama areal perkebunan nilam dari Sulawesi ke Sumatra dalam beberapa tahun ke belakang.

Hal ini karena nilam tidak dapat ditanam di lahan yang sama dalam waktu lama disebabkan nilam merupakan tanaman yang memerlukan kondisi tanah tertentu untuk menghasilkan tanaman yang baik berupa unsur hara serta komposisi kandungan minyak tertentu pada tanah yang akan habis seiring berjalannya waktu. Hal inilah yang menyebabkan perkebunan nilam cenderung berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

Luas lahan dan panen nilam IndonesiaFoto: Kementerian Pertanian
Luas lahan dan panen nilam Indonesia

Perkembangan produksi nilam Indonesia pada periode sepuluh tahun terakhir (2015-2024) juga berfluktuasi dengan rata-rata pertumbuhan naik sedikit di kisaran 2,08% per tahun.

Pada 2015 produksi nilam Indonesia sebesar 1,99 ribu ton kemudian di 2024 (estimasi Ditjen Perkebunan) naik menjadi sebesar 2,22 ribu ton.

Kebun nilam di AcehFoto: Kementerian Pertanian
Kebun nilam di Aceh

 

Peningkatan yang terjadi pada rata-rata produksi nilam terjadi karena adanya perbaikan produktivitas. Berdasarkan hasil estimasi Ditjen Perkebunan, produksi nilam pada 2024 (2,22 ribu ton) akan turun signifikan sebesar 14,17% dibandingkan di 2023 (2,59 ribu ton).

Produksi tertinggi terjadi pada 2021 yaitu sebesar 2,94 ribu ton, sedangkan produksi terendah tercatat pada  2019 dengan hasil produksi 1,94 ribu ton. Pertumbuhan produksi tertinggi 26,96% terjadi di 2020 dan terendah -29,59% di 2022. 

Harga nilam di tingkat petani di pasar domestik cukup menggembirakan karena memiliki nilai tinggi yakni di kisaran Rp. 400.000-500.000/kg. Perkembangan harga rata-rata nilam Indonesia dalam wujud minyak nilam di tingkat produsen atau petani di pasar domestik pada periode tahun 2018-2023 berfluktuatif namun cenderung meningkat.

Pada 2018, harga nilam sebesar Rp. 396.321/kg kemudian pada tahun 2023 meningkat menjadi Rp. 476.126/kg atau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 4,49% per tahun. Harga nilam tertinggi pada periode tersebut terjadi pada2021 yang menembus harga Rp. 539.306/kg dan terendah di tahun 2018 sebesar Rp. 396.321/kg.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation