
Intip Kinerja BUMN Karya di Semester I/2025: Siapa Saja yang Merugi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Sederet emiten BUMN Karya masih mencatat kinerja keuangan loyo. Bahkan ada yang berbalik rugi dari sebelumnya untung.
Setidaknya enam emiten BUMN karya yang masuk dalam catatan kami sudah merilis laporan keuangan sepanjang paruh pertama tahun ini.
Mereka adalah PT Adhi Karya Tbk (ADHI), PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) berserta anak usahanya PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) dan PT Wijaya Karya Gedung Tbk (WEGE), PT Waskita Karya Tbk (WSKT), dan PT PP Presisi Tbk (PPRE).
WIKA
WIKA menjadi salah satu yang mengalami kinerja paling berat tahun ini. Rugi bersih tercatat sebesar Rp1,66 triliun sampai Juni 2025. Padahal, untuk periode yang sama tahun sebelumnya masih untung Rp401,95 miliar.
Kerugian ini tak lepas dari kinerja top line yang turun tajam 22,25% secara tahunan (yoy) menjadi Rp5,85 triliun, dari sebelumnya Rp7,53 triliun.
Pendapatan WIKA mayoritas disumbang oleh segmen infrastruktur dan gedung senilai Rp2,34 triliun, lalu industri mencapai Rp1,61 triliun, serta energi dan industrial plant sebanyak Rp1,53 triliun.
Di sisi lain, WIKA berhasil menurunkan beban pokok hingga 21,82% yoy menjadi Rp5,39 triliun. Sayangnya, meski sudah ditekan, masih belum mampu menahan penurunan pendapatan yang membuat laba kotor drop hingga 26,79% yoy dari Rp645,52 miliar menjadi Rp472,56 miliar.
WTON
Anak usaha WIKA, yaitu WTON, mencatatkan laba sebesar Rp 4,38 miliar pada semester I/2025, anjlok hingga 75,7% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 17,89 miliar.
Penurunan laba ini sejalan dengan turunnya pendapatan usaha yang merosot 28,6% menjadi Rp 1,56 triliun di akhir Juni 2025, dari sebelumnya Rp 2,19 triliun di Juni 2024. Secara rinci, pendapatan perusahaan masih didominasi oleh segmen produk putar sebesar Rp 785,73 miliar, diikuti oleh produk non-putar sebesar Rp 588,49 miliar, jasa Rp 153,12 miliar, dan konstruksi Rp 41,94 miliar.
Meski pendapatan menurun, beban pokok pendapatan juga ikut turun menjadi Rp 1,47 triliun, dari Rp 2,05 triliun pada semester I tahun lalu.
Namun demikian, penurunan ini belum mampu menjaga profitabilitas, sehingga laba bruto turun 37,41% yoy menjadi Rp 90,82 miliar, dari sebelumnya Rp 145,11 miliar.
WEGE
Laba bersih WEGE anjlok tajam hingga 97,84% yoy menjadi hanya Rp 400,19 juta pada semester I/2025.
Penurunan ini terjadi di tengah pelemahan pendapatan yang turun 34,23% yoy menjadi Rp 907,81 miliar.
Namun di sisi lain, strategi efisiensi yang dijalankan perusahaan mulai menunjukkan hasil. Rasio beban pokok pendapatan berhasil ditekan dari 92,42% menjadi 88,13%, mendorong margin laba kotor naik dari 7,58% menjadi 11,87%.
Hasilnya, laba kotor justru tumbuh 2,93% yoy menjadi Rp 107,72 miliar, menandakan upaya perusahaan dalam menjaga profitabilitas di tingkat operasional berjalan efektif di tengah tekanan pasar.
WSKT
WSKT masih membukukan rugi bersih sebesar Rp2,14 triliun pada semester I/2025. Meski kerugian ini sedikit menyusut 0,85% yoy dibanding periode yang sama tahun lalu, kinerja perseroan masih berada di zona merah.
Pendapatan usaha tercatat anjlok 30,63% yoy menjadi hanya Rp3,1 triliun, dengan mayoritas disumbang oleh jasa konstruksi sebesar Rp2,11 triliun, disusul oleh pendapatan dari jalan tol sebesar Rp579,81 miliar.
Di sisi biaya, sejumlah pos beban mengalami penurunan. Beban pokok pendapatan tercatat turun 37,31% yoy menjadi Rp2,44 triliun, sementara beban penjualan serta umum dan administrasi ikut turun 5,37% menjadi Rp738,33 miliar.
Tekanan masih datang dari beban lain-lain yang justru melonjak tajam 111,55% yoy menjadi Rp426,81 miliar, ini menjadi salah satu faktor yang menahan perbaikan kinerja WSKT lebih lanjut.
ADHI
ADHI mencatatkan laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 7,54 miliar pada semester I/2025, turun 45,2% yoy dibandingkan dengan Rp 13,77 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Penurunan laba bersih ini terjadi di tengah melemahnya pendapatan usaha yang turun 32,9% yoy, dari Rp 5,68 triliun menjadi Rp 3,81 triliun. Seiring itu, beban pokok pendapatan juga menyusut dari Rp 5,1 triliun menjadi Rp 3,2 triliun, sehingga laba kotor tercatat naik tipis menjadi Rp 571,8 miliar dari sebelumnya Rp 521,6 miliar.
Namun, di sisi lain, beban penjualan meningkat menjadi Rp 5,8 miliar, dan beban umum dan administrasi naik menjadi Rp 378,2 miliar. Akibatnya, total beban usaha naik menjadi Rp 384 miliar, sehingga laba usaha hanya tumbuh terbatas menjadi Rp 188,8 miliar, dari Rp 138,6 miliar pada semester I/2024.
Di luar operasional utama, kontribusi dari ventura bersama turun signifikan menjadi Rp 186,2 miliar dari Rp 327,8 miliar, sementara bagian rugi entitas asosiasi tercatat Rp 3,3 miliar. Di sisi lain, beban keuangan turun menjadi Rp 339,8 miliar, dan pendapatan lainnya tercatat sebesar Rp 75,2 miliar.
Setelah memperhitungkan pajak penghasilan final yang juga menurun dari Rp 126,6 miliar menjadi Rp 82,3 miliar, maka laba sebelum pajak tercatat hanya Rp 24,7 miliar.
Terakhir, setelah dikurangi pajak penghasilan bersih sebesar Rp 5,2 miliar, maka laba tahun berjalan ADHI pada paruh pertama 2025 turun menjadi Rp 19,58 miliar, dibandingkan Rp 29,06 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
PPRE
Menariknya, PPRE menjadi satu-satunya emiten yang justru mencatat lonjakan signifikan pada laba bersih di tengah tren penurunan pendapatan.
Selama semester I/2025, pendapatan bersih PPRE tercatat sebesar Rp1,64 triliun, turun 9,12% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,81 triliun.
Pendapatan ini mayoritas disumbang oleh segmen konstruksi senilai Rp1,5 triliun. Sementara itu, segmen pertambangan memberikan kontribusi Rp106,73 miliar, segmen penyewaan Rp34,13 miliar, dan ready mix Rp6,01 miliar.
Penurunan pendapatan ini diiringi pula oleh turunnya beban pokok pendapatan dari Rp1,48 triliun menjadi Rp1,32 triliun per akhir Juni 2025.
Laba kotor PPRE ikut turun tipis sebesar 1,81% menjadi Rp321,50 miliar, dibandingkan Rp327,44 miliar pada semester I 2024.
Namun, salah satu penyumbang utama perbaikan kinerja adalah lonjakan pendapatan lainnya, yang melonjak menjadi Rp43,07 miliar dari sebelumnya hanya Rp11,72 miliar.
Dengan pengurangan berbagai beban, laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk mencapai Rp4,62 miliar, melejit 332,44% secara tahunan dibandingkan Rp1,06 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Berikut rincian dari kinerja profitabilitas dari sederet emiten BUMN Karya :
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)