
IMF Beri Kabar Baik Buat RI di Tengah Was-was Keputusan The Fed

Pasar keuangan global akan menunggu momen penting pada hari ini hingga Kamis dini hari. The Fed akan mengumumkan kebijakan suku bunga pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia.
Sejumlah data penting juga akan diumumkan AS pada hari ini.
Dari dalam negeri, pemerintah mencatatkan realisasi investasi yang kuat hingga paruh pertama 2025, mencapai hampir setengah dari target tahunan.
Revisi ke atas proyeksi pertumbuhan dari Dana Moneter Internasional (IMF) diharapkan menjadi kabar baik bagi Indonesia.
Berikut sentimen-sentimen yang diperkirakan akan menggerakkan pasar hari ini:
IMF Merevisi ke Atas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia & Indonesia
Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) edisi Juli 2025, IMF memperkirakan ekonomi dunia akan tumbuh 3,0% pada 2025 dan 3,1% pada 2026.
Proyeksi ekonomi dunia untuk 2025 ini 0,2 poin persentase lebih tinggi dibandingkan proyeksi dalam World Economic Outlook (WEO) edisi April 2025, dan 0,1 poin persentase lebih tinggi untuk tahun 2026.
Selain ekonomi dunia, IMF juga merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan AS menjadi 1,9% pada 2025, dari sebelumnya 1,8%. Ekonomi China juga diperkirakan akan tumbuh sekitar 4,8%. Jauh di atas proyeksi sebelumnya yakni 4,0%.
Di negara-negara berkembang dan ekonomi pasar berkembang (emerging market and developing economies), pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar 4,1% pada 2025 dan 4,0 persen pada 2026.
Dibandingkan dengan proyeksi bulan April, pertumbuhan China pada 2025 direvisi naik sebesar 0,8 poin persentase menjadi 4,8%. Revisi ini mencerminkan aktivitas ekonomi yang lebih kuat dari perkiraan pada paruh pertama tahun 2025 serta penurunan signifikan tarif antara AS dan China.
Pemulihan akumulasi inventaris (inventory accumulation) diperkirakan akan sebagian mengimbangi perlambatan permintaan akibat percepatan pembelian (front-loading) pada paruh kedua 2025.
Untuk Indonesia, IMF juga merevisi ke atas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,8% pada 2025 dan 2026. Proyeksi ini lebih tinggi dari sebelumnya yang ada di 4,7%.
Revisi naik ini mencerminkan adanya akselerasi permintaan yang lebih kuat dari perkiraan sebagai antisipasi terhadap kenaikan tarif; tarif efektif rata-rata AS yang lebih rendah dibandingkan yang diumumkan pada April.
Faktor lainnya adalah perbaikan kondisi keuangan global, termasuk akibat melemahnya dolar AS serta ekspansi fiskal di beberapa negara utama.
Inflasi global secara keseluruhan diperkirakan turun menjadi 4,2% pada tahun 2025 dan 3,6 persen pada tahun 2026, sejalan dengan jalur yang diproyeksikan pada April.
Namun, gambaran agregat ini menyembunyikan perbedaan yang cukup mencolok antarnegara, dengan proyeksi menunjukkan bahwa inflasi akan tetap di atas target di Amerika Serikat, namun lebih terkendali di ekonomi besar lainnya.
IMF mengingatkan risiko terhadap prospek ekonomi global masih condong ke arah negatif. Kenaikan kembali tarif efektif dapat menyebabkan perlambatan pertumbuhan. Ketidakpastian yang tinggi dapat semakin membebani aktivitas ekonomi, terutama jika batas waktu untuk pengenaan tarif tambahan berlalu tanpa adanya kemajuan pada kesepakatan yang substantif dan permanen.
Ketegangan geopolitik berpotensi mengganggu rantai pasok global dan mendorong harga komoditas naik. Defisit fiskal yang membesar atau meningkatnya keengganan investor mengambil risiko dapat mendorong naik suku bunga jangka panjang dan memperketat kondisi keuangan global. Jika ditambah dengan kekhawatiran akan fragmentasi global, hal ini bisa memicu kembali volatilitas di pasar keuangan.
Namun, ada juga sisi positif: pertumbuhan global bisa terdongkrak apabila negosiasi dagang menghasilkan kerangka kerja yang lebih dapat diprediksi serta penurunan tarif secara umum.
Keputusan The Fed
The Fed akan mengumumkan kebijakan suku bunga pada Rabu waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia. Kebijakan ini sangat ditunggu-tunggu dunia mengingat akan ikut menentukan perkembangan ekonomi dunia.
Seperti diketahui, The kembali menahan suku bunganya di level 4,25-4,50% pada Juni lalu tetapi The Fed masih memberikan sinyal pemangkasan dua kali hingga Desember 2025..
The Fed telah mengerek suku bunga sebesar 525 bps sejak Maret 2022 hingga Juli 2023. Mereka kemudian menahan suku bunga di level 5,25-5,50% pada September 2023-Agustus 2024 atau lebih dari setahun sebelum memangkasnya pada September 2024 dan dilanjutkan pada November serta Desember 2024 dengan total 100 basis poin (bps) di tahun kemarin.
Pasar memperkirakan The Fed masih akan menahan suku bunga pada bulan ini. Namun, yang ditunggu-tunggu market adalah sinyal The Fed ke depan. Pasar memperkirakan The Fed akan memangkas suku bunga mulai September mendatang atau pertemuan berikutnya setelah malam nanti.
Jika The Fed masih bernada hawkish maka ini akan sangat mengecewakan pasar, investor, hingga dunia.
Pasalnya, upaya pendongkrakan ekonomi AS dari jalur suku bunga akan terus tertahan.
Realisasi Investasi Indonesia Penuhi Target
Realisasi investasi Indonesia hingga semester I-2025 mencapai Rp942,9 triliun, tumbuh 13,6% secara tahunan (yoy). Capaian ini sudah memenuhi 49,5% dari target investasi tahun 2025 sebesar Rp1.905,6 triliun. Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani menyebutkan bahwa investasi ini terdiri dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp510,3 triliun (54,1%) dan penanaman modal asing (PMA) sebesar Rp432,6 triliun (45,9%).
Secara kuartalan, investasi asing yang terealisasi pada kuartal II-2025 mencapai Rp202,2 triliun, mengalami penurunan 12,23% dibandingkan kuartal I-2025 sebesar Rp230,4 triliun. Meski turun secara kuartalan, secara kumulatif semesteran realisasi PMA tetap menunjukkan kinerja yang cukup solid dengan kontribusi hampir setengah dari total investasi nasional.
Berdasarkan negara asal, Singapura menjadi penyumbang PMA terbesar dengan nilai US$8,8 miliar. Posisi selanjutnya ditempati oleh Hong Kong sebesar US$4,6 miliar, China US$3,6 miliar, Malaysia US$1,7 miliar, dan Jepang US$1,6 miliar. Kelima negara ini menjadi motor utama arus masuk investasi asing ke Indonesia selama paruh pertama 2025.
Dari sisi sebaran wilayah, Pulau Jawa menyerap investasi sebesar Rp466,9 triliun atau 49,5% dari total, sementara luar Jawa sedikit lebih tinggi dengan Rp476 triliun atau 50,5%. Realisasi investasi ini juga berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja. Kuartal II-2025 menyerap 665.764 tenaga kerja, dan secara keseluruhan semester I mencapai 1.259.868 orang tenaga kerja Indonesia.
Lima provinsi dengan realisasi investasi tertinggi hingga semester I-2025 adalah Jawa Barat (Rp141,0 triliun), DKI Jakarta (Rp140,8 triliun), Jawa Timur (Rp74,7 triliun), Sulawesi Tengah (Rp64,2 triliun), dan Banten (Rp60,7 triliun). Jawa Barat menjadi provinsi dengan PMA terbesar yakni USD4,0 miliar, disusul Sulawesi Tengah USD3,7 miliar, DKI Jakarta USD3,2 miliar, Maluku Utara USD2,5 miliar, dan Jawa Tengah USD1,6 miliar.
Sementara dari sisi PMDN, DKI Jakarta menduduki posisi tertinggi dengan Rp90,4 triliun atau 17,7%, disusul Jawa Barat Rp77,5 triliun, Jawa Timur Rp51,0 triliun, Banten Rp35,3 triliun, dan Kalimantan Timur Rp32,4 triliun. Peta ini menunjukkan bahwa meskipun Pulau Jawa masih menjadi pusat utama, investasi luar Jawa-seperti di Sulawesi dan Maluku Utara-juga terus meningkat seiring dorongan hilirisasi dan pengembangan kawasan industri strategis.
Pasar Tenaga Kerja AS Mendingin, Lowongan Kerja Juni Turun
Jumlah lowongan kerja di Amerika Serikat menurun sebanyak 275.000 menjadi 7,437 juta pada bulan Juni 2025, lebih rendah dari ekspektasi pasar yang sebesar 7,55 juta.
Rasio lowongan terhadap pencari kerja dekati 1:1, tanda perekrutan makin selektif
Perekrutan (hires) pada bulan yang sama tercatat sebanyak 5,2 juta orang, sedangkan jumlah pemisahan tenaga kerja (separations), yang mencakup pengunduran diri dan pemutusan hubungan kerja, tercatat sebanyak 5,1 juta. Dari total pemisahan tersebut, pengunduran diri (quits) mencapai 3,1 juta, dan PHK serta pemutusan kerja lainnya sebesar 1,6 juta. Semua angka ini menunjukkan sedikit perubahan dibandingkan bulan sebelumnya.
Secara sektoral, penurunan signifikan lowongan kerja terjadi di sektor akomodasi dan jasa makanan (-308.000), layanan kesehatan dan bantuan sosial (-244.000), serta keuangan dan asuransi (-142.000). Sebaliknya, peningkatan tercatat di sektor perdagangan ritel (+190.000), informasi (+67.000), dan pendidikan pemerintah daerah (+61.000), menandakan pergeseran kebutuhan tenaga kerja ke sektor jasa berbasis layanan masyarakat dan digital.
Dari sisi rasio pasar tenaga kerja, terdapat 7,0 juta pencari kerja dibandingkan 7,4 juta posisi yang tersedia, atau sekitar 1,06 lowongan per pencari kerja. Ini mendekati keseimbangan 1:1 dan jauh dari kondisi "hot labor market" pascapandemi, ketika rasio ini sempat mencapai hampir 2:1. Artinya, tekanan upah dan keketatan perekrutan cenderung mereda.
Data Tenaga Kerja ADP
Hari ini, Rabu (30/7/2025), pelaku pasar global menanti rilis data ketenagakerjaan sektor swasta Amerika Serikat versi ADP yang akan diumumkan pukul 19:15 WIB. Data ini kerap dijadikan indikator awal untuk memprediksi laporan tenaga kerja resmi dari pemerintah (BLS) yang keluar beberapa hari setelahnya. Sentimen pasar bisa cepat berubah bila angka yang dirilis menyimpang jauh dari ekspektasi.
Sebagai catatan, rilis ADP terakhir pada Juni 2025 justru mengejutkan pasar karena mencatatkan penurunan 33.000 pekerjaan, jauh di bawah ekspektasi konsensus yang memperkirakan penambahan 99.000 pekerjaan. Ini juga menjadi kontraksi pertama sejak awal tahun. Sebagai perbandingan, pada Mei 2025, sektor swasta sempat mencatatkan kenaikan 29.000 pekerjaan, sementara April naik 62.000.
Dengan pelemahan ini, data ADP bulan ini menjadi semakin krusial. Jika kembali meleset dari ekspektasi, tekanan terhadap The Fed untuk mulai mempertimbangkan pelonggaran moneter bisa semakin menguat terutama di tengah tren melemahnya lowongan kerja dan naiknya tingkat pengangguran resmi.
(emb/emb)
