Awas, Serangan Dolar! IHSG, Rupiah Hingga Obligasi Bisa Jadi Korban
- Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam pada perdagangan kemarin, IHSG menguat sementara rupiah melemah dan SBN diobral asing
- Wall Street beda arah menjelang rapat The Fed
- Negoisasi dagang, data ekonomi AS, dan rapat The Fed akan menjadi penggerak sentimen hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia- Awal pekan dibuka dengan sentimen dari dua poros dunia Washington dan Frankfurt. Di satu sisi, pasar menyambut kesepakatan dagang baru antara Amerika Serikat dan Uni Eropa. Di sisi lain, pasar mata uang dibayangi rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan digelar. Perbedaan ini membuat pasar keuangan Indonesia beda arah.
Meskipun kesepakatan Trump dengan Komisi Eropa menurunkan tensi dagang, pasar tidak serta merta optimis. Dolar AS justru menguat signifikan, mendorong pelemahan rupiah yang makin dalam. Sementara itu, IHSG melanjutkan tren naik, meski penguatannya agak terpangkas oleh koreksi dadakan dari saham Sinar Mas.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,94% atau naik 71,26 poin ke level 7.614,77 pada perdagangan Senin (28/7/2025). Ini memperpanjang reli pasar sejak awal Juli, sekaligus menjadi penutupan tertinggi baru sepanjang 2025.
Sebanyak 363 saham menguat, 244 melemah dan 199 stagnan. Asing masih mencatat net buy sebesar Rp 49,57 miliar pada perdagangan kemarin.
Sektor utilitas menjadi bintang dengan kenaikan 4,44%, disusul barang baku (1,49%) dan industri (1,27%). Namun, penguatan IHSG sedikit terkikis setelah saham asuransi Grup Sinar Mas, PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA), berbalik arah: sempat ARA di sesi pertama, lalu ditutup terkoreksi 5% lebih dan menjadi pemberat IHSG.
Di sisi lain, energi milik PT Barito Renewables Energy (BREN) melonjak 3,59% dan menjadi penggerak utama hari ini, menyumbang lebih dari 10 indeks poin. Saham PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) juga turut menopang dengan kenaikan 1,55% ke Rp 3.940.
Dari sisi teknikal, IHSG masih berada dalam jalur bullish kuat. Setelah menembus resistance-resistance utama pekan lalu, kini indeks ditopang oleh level psikologis baru di 7.530-7.614. Namun, euforia ini tetap dibayangi oleh enam gap teknikal yang belum tertutup, menciptakan potensi koreksi teknikal sewaktu-waktu.
Beralih ke pasar valuta asing, nilai tukar rupiah ditutup melemah 0,15% ke level Rp16.335/US$ pada perdagangan Senin (28/7/2025), seiring penguatan indeks dolar AS (DXY) yang menanjak ke level 98,04 (+0,41%).
Lonjakan indeks dolar ni terjadi setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan kesepakatan dagang dengan Uni Eropa, termasuk tarif 15% atas sebagian besar produk Eropa kecuali sektor pesawat, farmasi, dan bahan kimia tertentu. Walau tidak setinggi ancaman 30% yang sempat dilontarkan Trump, tarif ini tetap menjadi tekanan baru bagi pasar global.
Meski demikian, kejelasan arah kebijakan dagang AS dinilai mengurangi ketidakpastian, memberi sedikit napas lega untuk pelaku pasar.
Namun, fokus kini tertuju ke rapat Federal Open Market Committee (FOMC) bank sentral AS Teh Federal Reserve (The Fed) pada Selasa dan Rabu waktu AS (29-30 Juli 2025), yang diperkirakan akan mempertahankan suku bunga di 4,25-4,50%. Dengan inflasi AS masih 2,7% (yoy), pasar menimbang apakah The Fed akan tetap hawkish atau mulai longgar di semester II ini.
Dari pasar obligasi, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun terus merangkak naik ke 6,54% atau tertinggi dalam enam hari. Lonjakan imbal hasil ini menandai adanya aksi jual investor secara besar-besaran sehingga harga turun dan imbal hasil naik.
(emb/emb)