Newsletter

Pekan Membara: RI Akan Digoyang The Fed, Deal Dagang, Inflasi & Lapkeu

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
28 July 2025 06:22
ilustrasi trading
Foto: Infografis/ Infografis, Kesepakatan Trump Prabowo/ Edward Ricardo Sianturi
  • Pasar keuangan Indonesia berakhir beragam pada akhir pekan lalu, IHSG dalam satu pekan menguat sementara rupiah melemah
  • Wall Street mencatatkan kinerja luar biasa pekan lalu di tengah laporan keuangan
  • Keputusan The Fed, negoisasi dagang, dan data ekonomi Indonesia serta China akan membayangi pasar keuangan hari ini dan sepanjang pekan ke depan

Jakarta, CNBC Indonesia- Pasar keuangan Tanah Air menutup perdagangan pekan lalu dengan kombinasi performa yang menarik, bursa saham menguat meski nilai tukar rupiah masih rentan.

Menyambut pekan ini, pelaku pasar bersiap menghadapi pekan yang sarat agenda global dari keputusan bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed), negosiasi dagang Amerika Serikat (AS)-China, hingga rilis data manufaktur China dan Indonesia.
Selengkapnya mengenai seetimen dan proyeksi pasar keuangan hari ini dan satu pekan ke depan bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,17% atau naik 12,6 poin ke level 7.543,5 pada perdagangan Jumat pekan lalu (25/7/2025). Ini menjadi level penutupan tertinggi sepanjang 2025 dan memperpanjang tren penguatan pasar dalam sepekan terakhir.

Meski mayoritas sektor melemah, IHSG mampu diselamatkan oleh saham-saham konglomerasi, terutama milik Sinar Mas dan Prajogo Pangestu. Saham PT Sinar Mas Multiartha Tbk (SMMA) melonjak 20% dan menjadi penyumbang terbesar terhadap IHSG (30,11 poin), disusul PT Barito Pacific Tbk (BRPT) (+11,71%) dan CDIA (+10%). Sebaliknya, saham-saham bank besar seperti pT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), PT Bank Mandiri (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia (BBNI) justru menjadi pemberat.

Masuknya kembali dana asing turut mendukung penguatan. Investor asing membukukan net buy sebesar Rp175,38 miliar di seluruh pasar dan Rp319,49 miliar di pasar reguler. Total kapitalisasi pasar pun naik ke Rp13.518 triliun.

Namun demikian, analis mengingatkan reli IHSG saat ini masih rapuh. Secara teknikal, indeks berada di area resistance dan telah meninggalkan sejumlah gap yang berisiko ditutup dalam waktu dekat. Dominasi saham konglomerat tanpa dukungan fundamental kuat membuat pasar ibarat "berjalan di atas es tipis."

Sementara IHSG menguat, rupiah belum sepenuhnya bangkit.

Beralih ke pasar valuta asing, pada Jumat (25/7/2025), Melansir dari Refinitiv, pada penutupan perdagangan Jumat (25/7/2025) rupiah berada di posisi Rp16.310/US$ atau melemah 0,18%.

Kinerja rupiah yang loyo tak lepas dari penguatan dolar AS yang berlanjut, didorong oleh naiknya inflasi AS, kekhawatiran pasar terhadap arah kebijakan The Fed, serta kebijakan tarif Presiden Trump. Indeks dolar (DXY) menanjak ke 98,46 pekan lalu.

Pasar kini menanti keputusan Federal Open Market Committee (FOMC) 29-30 Juli dan data Core PCE terbaru. Jika nada The Fed hawkish, tekanan pada rupiah bisa berlanjut. Namun jika dovish, ada ruang bagi mata uang Garuda untuk rebound.

Dari pasar obligasi,imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) terus menunjukkan kenaikan. Pada akhir pekan lalu, imbal hasil SBN tenor 10 tahun menembus 6,522% atau tertinggi dalam enam hari terakhir.
Imbal hasil yang naik menandai harga SBN yang turun karena tengah dijual investor.

Bursa saham AS berpesta pora pada akhir pekan lalu. Indeks melaju kencang setelah hasil laporan laba yang memuaskan dan perkembangan terbaru dalam perdagangan internasional.

Indeks S&P melonjak 0,40% dan mencatatkan rekor penutupan ke-14 tahun ini di level 6.388,64.

Nasdaq Composite naik 0,24%, mengakhiri perdagangan di 21.108,32, yang merupakan rekor penutupan ke-15 sepanjang 2025. Kedua indeks juga mencetak rekor intraday tertinggi sepanjang masa selama sesi perdagangan.

Indeks Dow Jones Industrial Average turut menguat 208,01 poin atau 0,47%, menetap di 44.901,92. Indeks berisi 30 saham utama ini mengakhiri sesi hanya sekitar 0,25% di bawah rekor penutupan sebelumnya pada 4 Desember di 45.014,04.

Ketiga indeks utama tersebut menutup minggu ini dengan kenaikan. Dow Jones naik sekitar 1,3%, sementara Nasdaq yang sarat saham teknologi terbang 1%, dan S&P 500 menguat sekitar 1,5%.

Hari Jumat menandai hari kelima berturut-turut S&P 500 mencetak rekor penutupan, dengan indeks ini pertama kali menembus level 6.300 pada hari Senin. Sementara itu, Nasdaq mencatat empat penutupan rekor dalam minggu ini, menembus angka 21.000 pada Rabu.

Rekor-rekor baru ini ditopang oleh musim laporan keuangan yang kuat, termasuk laporan laba Alphabet yang melampaui ekspektasi. Saham Verizon juga melonjak setelah hasil kinerjanya melebihi perkiraan analis. Sejak awal pekan, Alphabet naik 4%, dan Verizon naik 5%.

Berdasarkan data FactSet, lebih dari 82% dari 169 perusahaan S&P 500 yang telah melaporkan kinerjanya sejauh ini, berhasil mengalahkan ekspektasi Wall Street.

"Pasar bullish masih terus berlanjut, ditopang oleh fundamental yang mendukung," ujar Terry Sandven, kepala strategi ekuitas di U.S. Bank Wealth Management, kepada CNBC International.

Dia menambahkann inflasi yang stabil mendukung suku bunga tetap dalam kisaran wajar, dan laba perusahaan cenderung meningkat

"ini menjadi latar belakang yang kondusif bagi saham untuk terus naik. Kami melihat bahwa kecenderungan investor untuk mengambil risiko masih kuat selama musim laporan laba ini berlangsung." Imbuh Terry.

Selain faktor laba, kesepakatan dagang baru antara AS dan mitra dagangnya juga membantu mendorong pasar menuju level tertinggi.

Awal pekan ini, Presiden Donald Trump mengumumkan kesepakatan dagang "besar-besaran" dengan Jepang, yang mencakup tarif resiprokal sebesar 15%. Trump juga mengatakan bahwa AS dan Indonesia telah mencapai kesepakatan kerangka kerja perjanjian dagang.

Trump menambahkan pada Jumat bahwa ia mengharapkan lebih banyak kesepakatan dagang akan tercapai sebelum tenggat tarif 1 Agustus minggu depan.

Salah satunya bisa jadi antara AS dan Uni Eropa, setelah Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengumumkan lewat platform X bahwa ia dan Trump telah sepakat untuk bertemu di Skotlandia hari Minggu guna membahas perdagangan.

"Tarif masih menjadi sumber ketidakpastian, dan komentar dari perusahaan masih mencerminkan hal tersebut," lanjut Sandven.

"Kalau kita melihat isu tarif yang terus berjalan, tantangan geopolitik seperti konflik Rusia-Ukraina, Israel-Iran, dan sebagainya di tengah semua itu, pasar ekuitas justru terus naik. Menurut kami, ini kembali ke faktor fundamental yang kuat, khususnya inflasi yang tampaknya sudah terkendali." Ujarnya.

Para investor saat ini bersiap untuk pekan tersibuk dalam musim laporan laba, di mana lebih dari 150 perusahaan S&P 500 dijadwalkan merilis laporan keuangan kuartalannya. Termasuk di antaranya adalah saham-saham besar dari kelompok "Magnificent Seven" seperti Meta Platforms dan Apple.

Pekan ini juga menjadi momen pertemuan kembali The Fed di mana para pembuat kebijakan secara luas diharapkan mempertahankan suku bunga di kisaran target saat ini yakni 4,25% hingga 4,5%.

Pasar keuangan Indonesia mengawali pekan ini dengan kewaspadaan tinggi. Pekan ini, pasar keuangan global dan Tanah Air akan menghadapi minggu yang sibuk dan "panas' karena banyaknya pertemuan dan data ekonomi yang sangat penting.

Setelah menembus level tertinggi tahun ini di atas 7.500, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kini berpotensi terkonsolidasi. Sentimen eksternal yang menumpuk dalam dua hari ke depan dari arah kebijakan The Fed, data manufaktur Amerika Serikat, sinyal pemulihan China, hingga potensi kejutan dari data dalam negeri menjadikan pergerakan pasar hari ini seperti berjalan di atas tali yang licin.

Investor disarankan untuk tidak terburu-buru dan menimbang risiko secara cermat. Berikut sejumlah agenda dan data ekonomi penting yang akan membayangi pasar keuangan hari ini dan sepekan ke depan:

Konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)


Forum KSSK akan menggelar konferensi pers pada hari ini, Senin (28/7/2025). Hadir dalam konferensi pers Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar dan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan Purbaya Yudhi Sadewa.

KSSK akan menjelaskan perkembangan terkini dari pasar keuangan dan kondisi makro ekonomi kuartal II dan proyeksi di kuartal III-2025. Menarik disimak informasi terbaru apa yang akan disampaikan pemerintah, BI, OJK ataupun LPS serta kebijakan ke depan.

The Fed dan Nada Powell yang Dinanti, Bertahan atau Longgarkan?

Keputusan suku bunga The Federal Reserve akan diumumkan Rabu malam waktu AS atau Kamis dini hari WIB (31/7/2025). Melansir dari Federal Reserve issues FOMC statement terbaru, saat ini suku bunga acuan masih ditahan pada kisaran 4,25% - 4,50%. Dalam pernyataan resminya, The Fed menilai bahwa perekonomian AS masih berkembang dengan solid, meskipun inflasi tetap agak tinggi.

Pasar saat ini tidak memperkirakan adanya perubahan suku bunga pekan ini. Namun, fokus investor bukan pada angka, melainkan pada nada Jerome Powell.

Jika ia memberi sinyal pelonggaran di kuartal III dengan mempertimbangkan inflasi yang mulai terkendali dan ketidakpastian ekonomi yang menurun, ini bisa menjadi katalis positif untuk IHSG dan penguatan rupiah. Sebaliknya, jika nada tetap hawkish, dengan mengedepankan stabilitas harga dan risiko geopolitik, pasar berisiko mengalami koreksi.

Selain itu, lelang obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun yang digelar akhir pekan lalu menunjukkan hasil yield tetap di level 3,786%, identik dengan bulan sebelumnya. Ini menunjukkan permintaan investor terhadap surat utang jangka pendek masih stabil dan tidak ada lonjakan tekanan dolar AS.

Meski hasil ini menenangkan pasar dalam jangka pendek, ketegangan tetap ada. Jika The Fed nanti mengisyaratkan jeda pengetatan berkepanjangan, bisa terjadi penyesuaian signifikan pada imbal hasil, yang akan berdampak pada arus modal dari negara berkembang.

Data Inflasi, PMI Manufaktur, dan Neraca Dagang Indonesia

Dari dalam negeri, tiga data penting dijadwalkan rilis dalam pekan ini: PMI Manufaktur, Inflasi Juli, dan Neraca Perdagangan Juni. Data tersebut alan diumumkan pada Jumat (1/8/2025).

Sebagai catatan, PMI manufaktur Indonesia untuk Juni tercatat 46,9, menandai tiga bulan berturut-turut kontraksi. Sebelumnya, PMI berada di level 47,4 pada Mei dan 46,7 pada April. Ini menunjukkan aktivitas industri masih jauh dari zona ekspansi dan menjadi yang terburuk sejak pandemi COVID-19 varian Delta pada 2021.

Inflasi bulanan Juni 2025 tercatat 0,19%, dengan inflasi tahunan berada di 1,87% yoy. Ini menunjukkan bahwa tekanan harga relatif terkendali, memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga saat ini.

Untuk neraca perdagangan, Mei 2025 mencatat surplus besar sebesar US$ 4,30 miliar, jauh di atas ekspektasi pasar US$ 2,40 miliar. Jika tren ini berlanjut di Juni, hal ini bisa menjadi bantalan penting bagi rupiah.

Deadline Negoisasi Dagang

Dunia menunggu dengan harap-harap cemas deadline negosiasi dagang pada Jumat (1/8/2025).
Presiden AS Donald Trump pada Minggu (27/7/2025) mengumumkan bahwa Amerika Serikat telah mencapai kesepakatan dagang dengan Uni Eropa, setelah melakukan pembicaraan penting dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen beberapa hari sebelum tenggat waktu tarif pada 1 Agustus.

Trump menyatakan bahwa kesepakatan tersebut menetapkan tarif sebesar 15% terhadap sebagian besar barang-barang Eropa yang masuk ke AS, termasuk mobil.

 

Namun, beberapa produk-seperti pesawat dan komponennya, serta beberapa bahan kimia dan produk farmasi-tidak akan dikenakan tarif, menurut keterangan von der Leyen dalam jumpa pers setelah pengumuman kesepakatan. Ia juga menegaskan bahwa tarif baru sebesar 15% ini tidak akan ditambahkan ke tarif yang saat ini sudah berlaku.

Tarif 15% tersebut lebih rendah dari ancaman tarif 30% yang sebelumnya disampaikan Trump terhadap mitra dagang terbesar AS itu, namun lebih tinggi dari tarif baseline 10% yang diharapkan Uni Eropa.

Trump juga menyatakan bahwa blok beranggotakan 27 negara tersebut sepakat untuk membeli energi AS senilai US$750 miliar dan menanamkan investasi tambahan senilai US$600 miliar di Amerika Serikat, di atas level investasi yang sudah ada saat ini.

Trump juga telah mengumumkan kesepakatan dagang dengan puluhyan negara, termasuk Indonesia dan Jepang.
Beberapa negara yang belum mencapai kesepakatan adalah India dan China.

Data JOLTs

AS akan mengumumkan data JOLTS (Job Openings and Labor Turnover Survey) untuk Juni pada Selasa (29/7/2025). JOLTs adalah salah satu indikator ketenagakerjaan penting yang dirilis oleh Bureau of Labor Statistics (BLS) Amerika Serikat. Data ini memberikan gambaran rinci mengenai dinamika pasar tenaga kerja

Sebagai catatan, jumlah lowongan kerja di AS pada laporan sebelumnya meningkat sebanyak 374.000 menjadi 7,769 juta pada Mei 2025 tertinggi sejak November 2024 dan jauh melampaui ekspektasi pasar sebesar 7,3 juta.

Kenaikan terbesar terjadi di sektor akomodasi dan layanan makanan yang menambahkan 314.000 lowongan, disusul sektor keuangan dan asuransi dengan peningkatan 91.000. Sebaliknya, jumlah lowongan di instansi pemerintah federal justru menurun sebanyak 39.000.

Kebijakan Suku Bunga Jepang: Pasar Waspada

Bank of Japan (BoJ) akan menggelar rapat suku bunga pada Kamis (31/7/2025). BoJ diperkirakan akan kembali mempertahankan suku bunga acuan di 0,5%, tertinggi sejak 2008, seiring upaya normalisasi kebijakan moneter.

BoJ berkomitmen mengurangi pembelian obligasi pemerintah Jepang (JGB), dengan target pemotongan bertahap hingga 2027. Langkah ini menandai transisi hati-hati Jepang dari era suku bunga ultra-rendah, meski krisis di pasar obligasi masih jadi perhatian pelaku pasar global.

PMI Manufaktur China

NBS akan merilis data PMI Manufaktur China pada Kamis (31/7/2025) untuk periode Juli 2025.
Sebagai catatan, PMI manufaktur resmi China naik tipis ke 49,7 pada Juni 2025, masih dalam zona kontraksi tapi menunjukkan tren perbaikan. Kinerja didorong oleh peningkatan output dan pesanan baru, dibantu stimulus domestik dan kesepakatan dagang dengan AS. Namun tekanan tenaga kerja dan kepercayaan bisnis masih menjadi hambatan. Rilis PMI pekan depan akan menjadi indikator penting kelanjutan pemulihan ekonomi China.

Data yang rilis kemarin 27/7/2025 dari Biro Statistik Nasional China menunjukkan bahwa laba industri Negeri Tirai Bambu kembali turun pada Juni 2025 sebesar 4,3% (yoy), setelah bulan sebelumnya anjlok 9,1%. Sepanjang paruh pertama tahun ini, total laba industri turun 1,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Melansir dari Reuters, kondisi ini mencerminkan tekanan deflasi yang terus berlangsung dan lemahnya permintaan domestik. Pemerintah China menjanjikan intervensi pada sektor-sektor seperti otomotif dan panel surya yang sedang terlibat dalam perang harga. Namun, efek pemulihan belum terasa signifikan.

Sektor milik negara mencatatkan penurunan laba sebesar 7,6%, sementara perusahaan swasta tumbuh 1,7% dan perusahaan asing naik 2,5%. Ini menunjukkan pemulihan yang sangat terfragmentasi.

Musim Laporan Keuangan dan Rebalancing Index Dimulai

Dari korporasi, musim laporan keuangan masih akan terus berlanjut, salah satu perbankan besar RI, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sudah merilis laporan keuangan pekan lalu.

Pekan depan, masih akan lanjut, tetapi kami mengantisipasi kinerja bank tidak akan semoncer periode yang sama tahun sebelumnya, mengingat efek dari suku bunga tinggi, inflasi, ketegangan geopolitik, sampai tarif Trump membuat kinerja melambat, terutama pada penyaluran kredit.

Selain itu, ada rebalancing berbagai indeks juga mulai berjalan. Sejauh ini kami mencatat nama-nama saham yang keluar dan masuk pada indeks LQ45, IDX30, IDX80, dan KOMPAS100 untuk edisi Agustus 2025.

Rebalancing indexFoto: CNBC
Rebalancing index

 

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Presiden Republik Indonesia menerima kunjungan Perdana Menteri Kerajaan Malaysia di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.

  • Peluncuran Yayasan Padi Kapas Indonesia di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Jakarta Selatan. Turut hadir Direktur Utama BEI, Ketua Dewan Ekonomi Nasional, Sudrajad Djiwandono , dan Chatib Basri

  • Konferensi pers hasil RUPSLB PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) dengan titik kumpul di Kitchenette Pacific Place Mall, Jakarta Selatan.

  • Konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan III Tahun 2025 yang akan diselenggarakan di Ruang Excellence, Pacific Century Place Tower, Jakarta Selatan.

  • Narasumber: Menteri Keuangan Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan

  • Konferensi pers peluncuran AI Policy Dialogue Country Report yang akan dilaksanakan di Ruang Serbaguna Kementerian Komunikasi dan Digital, Jakarta Pusat. Turut hadir Wakil Menteri Komunikasi dan Digital dan Head of Economics and Social Affairs of British Embassy Jakarta.

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • RUPS INCO
  • Public Expose: RELI, SHID

Berikut Indikator Ekonomi RI:

CNBC Indonesia Research

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular