
Pekan Membara: RI Akan Digoyang The Fed, Deal Dagang, Inflasi & Lapkeu

Pasar keuangan Indonesia mengawali pekan ini dengan kewaspadaan tinggi. Pekan ini, pasar keuangan global dan Tanah Air akan menghadapi minggu yang sibuk dan "panas' karena banyaknya pertemuan dan data ekonomi yang sangat penting.
Setelah menembus level tertinggi tahun ini di atas 7.500, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kini berpotensi terkonsolidasi. Sentimen eksternal yang menumpuk dalam dua hari ke depan dari arah kebijakan The Fed, data manufaktur Amerika Serikat, sinyal pemulihan China, hingga potensi kejutan dari data dalam negeri menjadikan pergerakan pasar hari ini seperti berjalan di atas tali yang licin.
Investor disarankan untuk tidak terburu-buru dan menimbang risiko secara cermat. Berikut sejumlah agenda dan data ekonomi penting yang akan membayangi pasar keuangan hari ini dan sepekan ke depan:
Konferensi pers hasil rapat berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)
Forum KSSK akan menggelar konferensi pers pada hari ini, Senin (28/7/2025). Hadir dalam konferensi pers Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar dan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan Purbaya Yudhi Sadewa.
KSSK akan menjelaskan perkembangan terkini dari pasar keuangan dan kondisi makro ekonomi kuartal II dan proyeksi di kuartal III-2025. Menarik disimak informasi terbaru apa yang akan disampaikan pemerintah, BI, OJK ataupun LPS serta kebijakan ke depan.
The Fed dan Nada Powell yang Dinanti, Bertahan atau Longgarkan?
Keputusan suku bunga The Federal Reserve akan diumumkan Rabu malam waktu AS atau Kamis dini hari WIB (31/7/2025). Melansir dari Federal Reserve issues FOMC statement terbaru, saat ini suku bunga acuan masih ditahan pada kisaran 4,25% - 4,50%. Dalam pernyataan resminya, The Fed menilai bahwa perekonomian AS masih berkembang dengan solid, meskipun inflasi tetap agak tinggi.
Pasar saat ini tidak memperkirakan adanya perubahan suku bunga pekan ini. Namun, fokus investor bukan pada angka, melainkan pada nada Jerome Powell.
Jika ia memberi sinyal pelonggaran di kuartal III dengan mempertimbangkan inflasi yang mulai terkendali dan ketidakpastian ekonomi yang menurun, ini bisa menjadi katalis positif untuk IHSG dan penguatan rupiah. Sebaliknya, jika nada tetap hawkish, dengan mengedepankan stabilitas harga dan risiko geopolitik, pasar berisiko mengalami koreksi.
Selain itu, lelang obligasi pemerintah AS tenor 2 tahun yang digelar akhir pekan lalu menunjukkan hasil yield tetap di level 3,786%, identik dengan bulan sebelumnya. Ini menunjukkan permintaan investor terhadap surat utang jangka pendek masih stabil dan tidak ada lonjakan tekanan dolar AS.
Meski hasil ini menenangkan pasar dalam jangka pendek, ketegangan tetap ada. Jika The Fed nanti mengisyaratkan jeda pengetatan berkepanjangan, bisa terjadi penyesuaian signifikan pada imbal hasil, yang akan berdampak pada arus modal dari negara berkembang.
Data Inflasi, PMI Manufaktur, dan Neraca Dagang Indonesia
Dari dalam negeri, tiga data penting dijadwalkan rilis dalam pekan ini: PMI Manufaktur, Inflasi Juli, dan Neraca Perdagangan Juni. Data tersebut alan diumumkan pada Jumat (1/8/2025).
Sebagai catatan, PMI manufaktur Indonesia untuk Juni tercatat 46,9, menandai tiga bulan berturut-turut kontraksi. Sebelumnya, PMI berada di level 47,4 pada Mei dan 46,7 pada April. Ini menunjukkan aktivitas industri masih jauh dari zona ekspansi dan menjadi yang terburuk sejak pandemi COVID-19 varian Delta pada 2021.
Inflasi bulanan Juni 2025 tercatat 0,19%, dengan inflasi tahunan berada di 1,87% yoy. Ini menunjukkan bahwa tekanan harga relatif terkendali, memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk mempertahankan suku bunga saat ini.
Untuk neraca perdagangan, Mei 2025 mencatat surplus besar sebesar US$ 4,30 miliar, jauh di atas ekspektasi pasar US$ 2,40 miliar. Jika tren ini berlanjut di Juni, hal ini bisa menjadi bantalan penting bagi rupiah.
Deadline Negoisasi Dagang
Dunia menunggu dengan harap-harap cemas deadline negosiasi dagang pada Jumat (1/8/2025).
Presiden AS Donald Trump pada Minggu (27/7/2025) mengumumkan bahwa Amerika Serikat telah mencapai kesepakatan dagang dengan Uni Eropa, setelah melakukan pembicaraan penting dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen beberapa hari sebelum tenggat waktu tarif pada 1 Agustus.
Trump menyatakan bahwa kesepakatan tersebut menetapkan tarif sebesar 15% terhadap sebagian besar barang-barang Eropa yang masuk ke AS, termasuk mobil.
Namun, beberapa produk-seperti pesawat dan komponennya, serta beberapa bahan kimia dan produk farmasi-tidak akan dikenakan tarif, menurut keterangan von der Leyen dalam jumpa pers setelah pengumuman kesepakatan. Ia juga menegaskan bahwa tarif baru sebesar 15% ini tidak akan ditambahkan ke tarif yang saat ini sudah berlaku.
Tarif 15% tersebut lebih rendah dari ancaman tarif 30% yang sebelumnya disampaikan Trump terhadap mitra dagang terbesar AS itu, namun lebih tinggi dari tarif baseline 10% yang diharapkan Uni Eropa.
Trump juga menyatakan bahwa blok beranggotakan 27 negara tersebut sepakat untuk membeli energi AS senilai US$750 miliar dan menanamkan investasi tambahan senilai US$600 miliar di Amerika Serikat, di atas level investasi yang sudah ada saat ini.
Trump juga telah mengumumkan kesepakatan dagang dengan puluhyan negara, termasuk Indonesia dan Jepang.
Beberapa negara yang belum mencapai kesepakatan adalah India dan China.
Data JOLTs
AS akan mengumumkan data JOLTS (Job Openings and Labor Turnover Survey) untuk Juni pada Selasa (29/7/2025). JOLTs adalah salah satu indikator ketenagakerjaan penting yang dirilis oleh Bureau of Labor Statistics (BLS) Amerika Serikat. Data ini memberikan gambaran rinci mengenai dinamika pasar tenaga kerja
Sebagai catatan, jumlah lowongan kerja di AS pada laporan sebelumnya meningkat sebanyak 374.000 menjadi 7,769 juta pada Mei 2025 tertinggi sejak November 2024 dan jauh melampaui ekspektasi pasar sebesar 7,3 juta.
Kenaikan terbesar terjadi di sektor akomodasi dan layanan makanan yang menambahkan 314.000 lowongan, disusul sektor keuangan dan asuransi dengan peningkatan 91.000. Sebaliknya, jumlah lowongan di instansi pemerintah federal justru menurun sebanyak 39.000.
Kebijakan Suku Bunga Jepang: Pasar Waspada
Bank of Japan (BoJ) akan menggelar rapat suku bunga pada Kamis (31/7/2025). BoJ diperkirakan akan kembali mempertahankan suku bunga acuan di 0,5%, tertinggi sejak 2008, seiring upaya normalisasi kebijakan moneter.
BoJ berkomitmen mengurangi pembelian obligasi pemerintah Jepang (JGB), dengan target pemotongan bertahap hingga 2027. Langkah ini menandai transisi hati-hati Jepang dari era suku bunga ultra-rendah, meski krisis di pasar obligasi masih jadi perhatian pelaku pasar global.
PMI Manufaktur China
NBS akan merilis data PMI Manufaktur China pada Kamis (31/7/2025) untuk periode Juli 2025.
Sebagai catatan, PMI manufaktur resmi China naik tipis ke 49,7 pada Juni 2025, masih dalam zona kontraksi tapi menunjukkan tren perbaikan. Kinerja didorong oleh peningkatan output dan pesanan baru, dibantu stimulus domestik dan kesepakatan dagang dengan AS. Namun tekanan tenaga kerja dan kepercayaan bisnis masih menjadi hambatan. Rilis PMI pekan depan akan menjadi indikator penting kelanjutan pemulihan ekonomi China.
Data yang rilis kemarin 27/7/2025 dari Biro Statistik Nasional China menunjukkan bahwa laba industri Negeri Tirai Bambu kembali turun pada Juni 2025 sebesar 4,3% (yoy), setelah bulan sebelumnya anjlok 9,1%. Sepanjang paruh pertama tahun ini, total laba industri turun 1,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Melansir dari Reuters, kondisi ini mencerminkan tekanan deflasi yang terus berlangsung dan lemahnya permintaan domestik. Pemerintah China menjanjikan intervensi pada sektor-sektor seperti otomotif dan panel surya yang sedang terlibat dalam perang harga. Namun, efek pemulihan belum terasa signifikan.
Sektor milik negara mencatatkan penurunan laba sebesar 7,6%, sementara perusahaan swasta tumbuh 1,7% dan perusahaan asing naik 2,5%. Ini menunjukkan pemulihan yang sangat terfragmentasi.
Musim Laporan Keuangan dan Rebalancing Index Dimulai
Dari korporasi, musim laporan keuangan masih akan terus berlanjut, salah satu perbankan besar RI, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) sudah merilis laporan keuangan pekan lalu.
Pekan depan, masih akan lanjut, tetapi kami mengantisipasi kinerja bank tidak akan semoncer periode yang sama tahun sebelumnya, mengingat efek dari suku bunga tinggi, inflasi, ketegangan geopolitik, sampai tarif Trump membuat kinerja melambat, terutama pada penyaluran kredit.
Selain itu, ada rebalancing berbagai indeks juga mulai berjalan. Sejauh ini kami mencatat nama-nama saham yang keluar dan masuk pada indeks LQ45, IDX30, IDX80, dan KOMPAS100 untuk edisi Agustus 2025.
![]() Rebalancing index |
(emb/emb)
