Bendungan Terbesar Dunia Rp2.700 T, Ambisi Terliar China di Atap Dunia

Rania Reswara Addini, CNBC Indonesia
21 July 2025 12:55
Bendungan Three Gorges
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - China mulai membangun bendungan raksasa yang diperkirakan akan menelan anggaran sebesar $167,1 miliar dollar, atau sekitar sekitar Rp2.721,22 triliun (US$=16.280) di dataran tinggi Tibet. Proyek infrastruktur raksasa teranyar China ini ketika selesai akan menjadi bendungan tenaga air terbesar di dunia.

Pada akhir Desember tahun lalu, Pemerintah China mengumumkan telah menyetujui pembangunan proyek Motuo di hilir Yarlung Tsangpo, wilayah Medog, Tibet yang dikenal sebagai Atap Dunia.

China mulai membangun bendungan raksasa ini pada Sabtu (19/07/2025), dengan Perdana Menteri Li Qiang menghadiri upacara peletakan batu pertama, menurut media pemerintah setempat.

Bendungan ini merupakan bendungan terbesar dan paling ambisius yang pernah dibangun China hingga saat ini. Bendungan ini akan mengalihkan aliran Sungai Yarlung Tsangpo, sungai terpanjang di Tibet.

Bendungan Three GorgesFoto: Reuters
Bendungan Three Gorges

 

Bendungan ini akan membendung sebuah sungai berbentuk tapal kuda di lembah curam yang dikenal sebagai Great Bend. Lokasi pembangunan bendungan menawarkan potensi besar untuk pembangkit listrik tenaga air, merupakan tempat air jatuh dalam ketinggian 2000 km, dalam jarak hanya 50 km.

Banyak ahli yang mengatakan bahwa pembangunan di Great Bend kemungkinan akan memakan waktu satu dekade karena tantangan teknis, mengingat Great Bend merupakan sebuah ngarai sedalam 500 meter tanpa akses jalan yang memadai.

Dilansir dari New York Times, China belum mengungkap perusahaan mana yang membangun bendungan tersebut. Beberapa analis memperkirakan adanya keterlibatan PowerChina, perusahaan terbesar di China yang bergerak dalam bidang infrastruktur pembangkit listrik tenaga air.

Meskipun begitu, perusahaan tersebut tidak menanggapi permintaan New York Times untuk berkomentar.

Untuk Apa Dibangun?

Terdapat kekhawatiran bahwa bendungan tersebut akan memberi China kemampuan untuk mengalihkan aliran sungai lintas batas. Aliran sungai ini diketahui mengalir ke negara bagian Arunachal Pradesh dan Assam di India, lanjut mengalir ke Bangladesh.

Sebuah laporan tahun 2020 yang diterbitkan oleh Lowy Institute, sebuah lembaga think tank berbasis di Australia, mencatat bahwa "pengendalian atas sungai-sungai ini (di Dataran Tinggi Tibet) secara efektif memberikan China kendali atas ekonomi India".

Ilmuwan di India dan Bangladesh telah meminta China untuk membagikan rincian rencana mereka agar dapat menilai risiko proyek tersebut dengan lebih baik. Diplomat India juga mendesak Beijing untuk memastikan bahwa proyek tersebut tidak akan merugikan negara-negara hilir.

Dampak Lingkungan yang Mungkin Disebabkan

Otoritas China menekankan bahwa proyek tersebut tidak akan memiliki dampak lingkungan yang signifikan. Meskipun begitu, diperkirakan proyek ini akan membuat banyak warga direlokasi. Sebagai catatan, pembangunan Bendungan Three Gorges terdahulu menggusur tempat tinggal 1,4 juta orang.

Lokasi pembangunan terletak di sepanjang batas lempeng tektonik yang rawan gempa. Para peneliti China telah mengemukakan kekhawatiran bahwa penggalian dan konstruksi yang luas di lembah yang curam dan sempit ini dapat meningkatkan frekuensi longsor.

Di masa lalu, orang Tibet telah mengadakan protes terhadap proyek bendungan tenaga air yang mengancam akan mengungsikan mereka, termasuk demonstrasi tahun lalu di Provinsi Sichuan, menurut laporan berita.

Tibet, yang luas namun jarang penduduknya, tidak membutuhkan banyak energi, dan kapasitas bendungan yang diperkirakan juga akan melebihi kebutuhan provinsi tetangga, kata Mr. Fan. Provinsi Sichuan dan Yunnan yang berdekatan memiliki banyak pembangkit listrik tenaga air, yang menghasilkan lebih banyak energi daripada yang dibutuhkan wilayah tersebut.

Bendungan dan Ambisi Energi Terbarukan China

Pemimpin tertinggi China, Presiden Xi Jinping, telah berjanji bahwa emisi karbon negara tersebut akan mencapai puncaknya sekitar tahun 2030 saat mengganti batu bara dengan sumber energi terbarukan.

China telah membangun beberapa pembangkit listrik tenaga air di sepanjang aliran Yarlung Tsangpo dalam dekade terakhir untuk memanfaatkan tenaga sungai sebagai sumber energi terbarukan.

Bendungan Three GorgesFoto: Reuters
Bendungan Three Gorges

Dengan memanfaatkan energi kinetik dari air terjun, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) diperkirakan dapat menghasilkan 300 miliar kilowatt-jam energi per tahun, menurut perkiraan Power Construction Corporation of China (PowerChina) pada tahun 2020.

Angka tersebut tiga kali lipat kapasitas Bendungan Three Gorges milik China, yang saat ini merupakan bendungan terbesar di dunia dengan biaya pembangunan sekitar US$34 miliar.

Pembangkit listrik tenaga air (PLTA) menjadi sumber listrik bersih terbesar di China dengan menyumbang 13% pada 2024.

Sementara itu, gabungan energi angin dan surya mencapai 18%, sedikit di atas rata-rata global sebesar 15%, dan melampaui negara tetangganya seperti Jepang (11%) dan Korea Selatan (6%).

Namun, terlepas dari kemajuan ini, bahan bakar fosil masih menyumbang 62% dari pembangkitan listrik di China pada 2024. Emisi sektor kelistrikan per kapita di China kini telah menyamai Jepang, yang kurang lebih dua kali lipat dari rata-rata global. Pembangkitan listrik dari batu bara mencapai rekor tertinggi, namun hanya menyumbang kurang dari 20% terhadap pertumbuhan permintaan listrik.

China menjadikan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) sebagai salah satu tulang punggung dalam strategi transisi energinya. Di tengah upaya untuk mengurangi emisi karbon dan ketergantungan pada batu bara, bendungan menjadi infrastruktur vital yang tidak hanya menghasilkan energi bersih, tetapi juga berperan besar dalam pengelolaan air nasional.

PLTA menawarkan pasokan daya yang stabil dan dapat diandalkan dalam skala besar, khususnya pada saat permintaan listrik meningkat. Keandalan ini sangat krusial untuk menopang kawasan industri dan kota-kota besar di China yang sangat padat energi.

Beberapa bendungan raksasa, seperti Three Gorges Dam, berfungsi untuk mengendalikan aliran sungai besar seperti Yangtze. Ini penting dalam mencegah banjir musiman yang kerap melanda wilayah padat penduduk dan pusat ekonomi.

Bendungan besar seperti Baihetan dan Three Gorges tidak hanya membuktikan kemampuan rekayasa sipil China, tetapi juga menjadi simbol kekuatan geopolitik dan teknologi. Proyek-proyek ini menunjukkan dominasi China dalam pembangunan infrastruktur energi skala raksasa.

China menargetkan untuk mencapai netral karbon sebelum tahun 2060. PLTA menjadi instrumen utama dalam pencapaian target tersebut-meskipun tetap ada tantangan ekologis yang harus dihadapi.

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak bendungan di China dilengkapi dengan sistem pumped hydro storage yang memungkinkan penyimpanan energi dari pembangkit surya dan angin. Ini membantu menyeimbangkan pasokan listrik dari sumber yang fluktuatif dan memperkuat ketahanan energi nasional.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation