Newsletter

Awas! Sinyal Ekonomi Lesu Makin Jelas & Perang Dagang Memanas

Revo M, CNBC Indonesia
03 June 2025 06:10
Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam Keterangan Pers Menteri Usai Ratas Terkait Stimulus Ekonomi, Kantor Presiden, 2 Juni 2025
Foto: Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam Keterangan Pers Menteri Usai Ratas Terkait Stimulus Ekonomi, Kantor Presiden, 2 Juni 2025

Pasar keuangan Tanah Air masih belum bisa dikatakan adem-ayem pada hari ini mengingat data-data yang dirilis kemarin menunjukkan tanda-tanda pelemahan ekonomi domestik yang semakin jelas.

Khususnya dari sisi domestik baik data IHK yang mengalami deflasi, surplus neraca perdagangan yang sangat tipis bahkan nyaris defisit, serta aktivitas manufaktur yang masih mengalami kontraksi menjadi indikasi bahwa fundamental ekonomi RI masih belum ada tanda-tanda yang cukup firm untuk bisa dikatakan pulih.

Deflasi April 2025 Secara Bulanan

Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari kemarin merilis data IHK periode Mei2025 yang menunjukkan angka deflasi secara month on month/mom 0,37%.

"Terjadi deflasi sebesar 0,37% ," kata Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Senin (2/6/2025).

Terjadi deflasi pada Mei 2025 sebesar 0,37%, setelah dua bulan sebelumnya mengalami inflasi.

Secara historis, di setiap bulan Mei 2021-2023 mengalami inflasi karena bertepatan dengan momen Lebaran dan pasca Lebaran, sedangkan pada Mei 2024 dan Mei 2025 mengalami deflasi.

Komponen harga diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 0,02% dengan andil deflasi sebesar 0,01%. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi komponen harga diatur pemerintah adalah tarif angkutan antar kota dan bensin.

Komponen bergejolak juga mengalami deflasi sebesar 2,48% dengan andil deflasi sebesar 0,41%. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi komponen bergejolak adalah cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan bawang putih.

BPSFoto: Deflasi Bahan Pangan (% mom)
Sumber: BPS

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan deflasi 0,37% secara month to month (mtm) pada Mei 2025 bukan menandakan daya beli masyarakat Indonesia turun.

Menurutnya ini justru efek dari kebijakan pemerintah yang berhasil menjaga harga barang dan jasa.

"Kalau deflasi ini kan kaya kita melakukan diskon transport, ini pasti menimbulkan deflasi, bukan karena masyarakat daya belinya turun, karena pemerintah melalui administered price, pemerintah melalukan intervensi," jelasnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/6/2025).

PMI Manufaktur Kembali Kontraksi

Aktivitas manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi pada Mei 2025. Kontraksi memperpanjang tren negatif menjadi dua bulan beruntun,

Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Senin (2/6/2025) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 47,4 atau mengalami kontraksi pada Mei 2025. Ini adalah kedua kali dalam dua bulan beruntun PMI mencatat kontraksi.

S&P Global menjelaskan aktivitas produksi dan pesanan baru kembali melemah, dengan penurunan pesanan baru yang bahkan lebih tajam dibanding April. Penurunan pesanan bahkan menjadi yang terdalam sejak Agustus 2021.

Lemahnya permintaan pasar dan lebih sedikit permintaan barang sebagai faktor utama dari jebloknya aktivitas manufaktur. Permintaan dari luar negeri juga kembali melemah, meskipun dengan laju yang lebih lambat, terutama ekspor ke Amerika Serikat.

Kondisi permintaan yang lemah ini turut mendorong penurunan lanjutan produksi untuk bulan kedua berturut-turut. Meskipun masih dalam kategori solid, laju penurunan produksi lebih lambat dibanding bulan sebelumnya.

Neraca Perdagangan Surplus Tipis

Ada kabar buruk ketiga yang datang dari penurunan signifikan surplus neraca perdagangan periode April 2025.

Per April 2025, neraca perdagangan Indonesia masih surplus US$ 150 juta, seiring dengan kinerja ekspor yang tercatat sebesar US$ 20,74 miliar, dan impor US$ 20,59 miliar.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini mengatakan, nilai neraca perdagangan per April 2025 ini juga menjadi yang terendah dalam kondisi surplus 60 bulan terakhir, atau sejak Mei 2020.

"Secara bulanan, surplus April 2025 ini terendah sejak Mei 2020," kata Pudji di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (2/6/2025).

Pudji menjelaskan, terus melemahnya angka surplus ini disebabkan kinerja ekspor yang turunnya makin cepat ketimbang impor yang kini mulai naik dibanding bulan sebelumnya.

"Rendahnya neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 disebabkan penurunan nilai ekspor 10,77% dibanding Maret 2025. Sedangkan nilai impornya meningkat 8,80% secara month to month," ucap Pudji.

5 Paket Insentif Jilid 2

Pemerintah akan menyalurkan lima stimulus fiskal pada Juni-Juli 2025 sebagai upaya untuk memitigasi dampak ketidakpastian global.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan stimulus fiskal ini akan diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan non-APBN. Total anggaran mencapai Rp 24,44 triliun dan diberikan kepada sejumlah kelompok, mulai guru honorer hingga pekerja.

"Kita harapkan pada kuartal kedua maka pertumbuhan ekonomi tetap bisa dijaga mendekati 5% dari yang tadi diperkirakan melemah akibat kondisi global. Dengan pertumbuhan kita jaga kemiskinan dan pengangguran terbuka diharapkan turun lebih cepat," tutur Sri Mulyani saat konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (2/6/2025).

Namun, dalam daftar stimulus baru tidak ada diskon listrik. Padahal, sebelumnya Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga mengatakan diskon listrik akan diberikan.

Sri Mulyani memberikan alasan, bahwa untuk pelaksanaan penganggaran diskon tarif listrik rupanya jauh lebih lambat. Sehingga, rencana untuk diskon yang akan diberlakukan pada Juni-Juli 2025 tidak bisa dijalankan.

"Kalau kita tujuannya adalah Juni dan Juli, kita memutuskan tidak bisa dijalankan. Sehingga itu digantikan (untuk) bantuan subsidi upah," terang Sri Mulyani dalam Konfrensi Pers Stimulus Ekonomi di Istana Negara, Senin (2/6/2025).

Berikut daftar lengkap paket stimulus fiskal:

Batalnya Aksi Demo Buruh

Kalangan buruh membatalkan aksi demo besar-besaran yang rencananya akan digelar Selasa (3/6/2025) di Jakarta. Hal ini diungkapkan Presiden Buruh sekaligus Presiden KSPI Said Iqbal.

Said Iqbal menjelaskan setelah melalui diskusi yang panjang antara buruh dan pemerintah bersama DPR RI, maka diputuskan bahwa terhadap 4 tuntutan buruh yang tergabung dalam Partai Buruh dan Koalisi Serikat Pekerja (KSP-PB) akan dicari kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak. menurut rencana kesepakatan terhadap keempat isu tersebut akan dibahas pada hari Kamis, 5 Juni 2025.

Adapun 4 isu yang akan disampaikan oleh KSP-PB adalah:

  1. Tolak Penghapusan Sumbangan dan Tunjangan Pensiunan PT. Pos Indonesia
  2. Angkat Perbudakan Mitra Pos menjadi Karyawan Langsung PT. Pos Indonesia
  3. Tolak Kenaikan Iuran dan KRIS BPJS Kesehatan
  4. Setop PHK - Hapus Outsourcing

Dengan telah tercapainya kesepahaman untuk mencari solusi bersama atas keempat isu tersebut pada hari Kamis, 5 Juni 2025, maka Koalisi Serikat Pekerja dan Partai Buruh bersepakat untuk membatalkan aksi ribuan buruh dan pensiunan PT Pos yang sebelumnya direncanakan pada tanggal 3 Juni 2025 di Istana Negara dan DPR RI.

"Dengan demikian, aksi ribuan buruh pada tanggal 3 Juni 2025 resmi dibatalkan," tegas Said Iqbal.

Rupiah Berpeluang Menguat

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berpotensi kembali mengalami penguatan pada hari ini bersamaan dengan tertekannya indeks dolar AS (DXY) pada 01:45 WIB (3/6/2025) yang turun sebesar 0,53% ke angka 98,8.

Dolar rentan terhadap pelemahan data ekonomi AS, kata analis HSBC dalam prospek mata uang. Dolar kemungkinan akan lebih bereaksi terhadap data ekonomi yang lemah daripada data yang kuat, kata mereka.

Angka pekerjaan bulanan hari Jumat dan data ISM jasa hari Rabu akan menjadi kunci. Indeks ISM manufaktur yang lemah hari Senin, yang turun menjadi 48,6 pada bulan Mei, menyebabkan dolar memperpanjang kerugian. Banyak investor mencari katalis baru bagi dolar untuk melanjutkan tren penurunan, kata HSBC.

Apabila hal ini terus terjadi, maka rupiah berpotensi untuk menyentuh level Rp16.100an dalam waktu dekat.

Amerika Bersitegang dengan China dan Uni Eropa

Pemerintah AS menuduh Tiongkok tidak mematuhi perjanjian dagang sementara yang sebelumnya disepakati, terutama dalam hal pembelian produk-produk AS dan transfer teknologi.

China menolak tuduhan tersebut dan menyalahkan AS karena tidak memenuhi komitmen dalam kesepakatan. Ini memperlihatkan memburuknya komunikasi antara dua ekonomi terbesar dunia.

Meskipun sebelumnya Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan Wakil Perdana Menteri Tiongkok He Lifeng sempat menyepakati penangguhan tarif selama 90 hari dalam pertemuan di Jenewa, Swiss.

Seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan kepada CNBC bahwa Presiden Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping kemungkinan akan berbicara minggu ini.

"Percakapan antara Trump dan Xi bisa menjadi kunci untuk mendapatkan kejelasan yang sangat dibutuhkan oleh ekonomi terbesar di dunia," kata Jay Woods, Kepala Strategi Global di Freedom Capital Markets,kepada CNBC International.

"Jika mereka mendapat kejelasan, pasar bisa melanjutkan penguatan dan berpeluang mencetak rekor tertinggi baru. Tapi jika tarik-ulur ini terus berlanjut, maka pasar akan tetap volatil." Imbuhnya.

Ketegangan antara Amerika Serikat dan Uni Eropa juga meningkat setelah Trump mengatakan akan menggandakan tarif baja menjadi 50%. Uni Eropa memperingatkan bahwa langkah ini akan "melemahkan" proses negosiasi

Perang Rusia-Ukraina Kembali Memanas

Perang Rusia-Ukraina kembali memanas setelah Ukraina melancarkan serangan spektakuler ke dalam wilayah Rusia pada Senin (2/6/2025). Memanasnya perang tentu saja akan meningkatkan ketidakpastian ekonomi dan politik di dunia.

Ukraina melancarkan serangan dramatis ke berbagai wilayah Rusia, menggunakan drone yang disembunyikan di dalam truk untuk menyerang pangkalan udara strategis hingga sejauh Siberia Timur.

Pada waktu yang hampir bersamaan, Moskow meluncurkan salah satu serangan drone dan rudal terbesar terhadap Kyiv, meningkatkan ketegangan menjelang pembicaraan damai penting yang dijadwalkan minggu ini.

Lebih dari 40 pesawat Rusia dilaporkan mengalami kerusakan dalam operasi hari Minggu itu, termasuk pembom jarak jauh Tu-95 dan Tu-22 M3 yang mampu membawa senjata konvensional maupun nuklir, serta pesawat pengintai A-50, menurut seorang pejabat di Dinas Keamanan Ukraina (SBU) yang berbicara secara anonim karena rincian operasi belum dipublikasikan. Kepala SBU Vasyl Malyuk memimpin langsung operasi tersebut, dan kerugian ditaksir mencapai sedikitnya US$ 2 miliar, kata pejabat itu.

Drone diluncurkan secara remote dari rumah kayu portabel yang diangkut dengan truk ke dalam wilayah Rusia, menurut pejabat tersebut.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengungkapkan rincian operasi ini, menyebut bahwa operasi tersebut memakan waktu 1 tahun, 6 bulan, dan 9 hari dari tahap perencanaan hingga eksekusi.

(rev/rev)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular