
Hari Pembuktian Tiba: Seberapa Kuat Daya Beli, Ekspor & Manufaktur RI?

Bursa saham AS ditutup variatif pada akhir pekan lalu meskipun secara bulanan, indeks saham AS berada dalam performa yang baik.
Dilansir dari CNBCÂ International, indeks S&P 500 ditutup nyaris tak berubah pada hari Jumat (waktu AS) untuk menutup bulan Mei yang sangat positif, seiring investor mengabaikan kekhawatiran perang dagang setelah Presiden AS, Donald Trump menyatakan bahwa China telah "melanggar" perjanjian perdagangan awalnya.
Indeks S&P 500 turun tipis 0,01% menjadi 5.911,69. Nasdaq Composite melemah 0,32% ke 19.113,77, sementara Dow Jones Industrial Average naik 54,34 poin atau 0,13% menjadi 42.270,07.
Sesi perdagangan hari Jumat menandai akhir dari bulan Mei yang kuat, dengan sebagian besar reli terjadi setelah pengumuman kesepakatan perdagangan antara AS dan Inggris. Investor berharap kesepakatan itu bisa membuka jalan untuk perjanjian serupa dengan negara lain yang tengah menghadapi tarif dagang dari AS.
Selama bulan Mei, S&P 500 naik 6,2%, dan Nasdaq melonjak 9,6%, menjadikan ini bulan terbaik bagi keduanya sejak November 2023. Dow Jones juga mencatatkan kenaikan 3,9% sepanjang bulan.
Secara mingguan, S&P 500 naik 1,9%, Dow Jones menguat 1,6%, dan Nasdaq yang sarat saham teknologi naik 2%.
Pada awal perdagangan Jumat, pasar sempat terguncang setelah Trump menyatakan lewat media sosial bahwa China telah "melanggar" perjanjian dagangnya dengan AS. Tak lama kemudian, laporan Bloomberg yang mengutip sumber internal menyebutkan bahwa pemerintah AS berencana memperluas pembatasan terhadap sektor teknologi China.
Pernyataan tersebut muncul setelah Menteri Keuangan AS, Bessent, menyatakan dalam wawancara dengan Fox News bahwa pembicaraan dagang antara AS dan China "sedang mengalami kebuntuan." Hal ini menimbulkan pertanyaan di kalangan investor tentang apakah perjanjian jangka panjang antara kedua negara bisa benar-benar dicapai.
Rencana pemerintah Trump untuk memberlakukan tarif besar dan luas kini menghadapi tantangan hukum. Ketegangan hukum memuncak setelah Pengadilan Perdagangan Internasional pada Rabu malam memutuskan untuk menghentikan sebagian besar tarif Trump.
Namun, pada Kamis sore, pengadilan banding memberikan penangguhan (stay), yang memungkinkan tarif tersebut tetap diberlakukan hingga minggu ini. Menurut laporan Wall Street Journal, pemerintahan Trump mempertimbangkan menggunakan ketentuan dalam Undang-Undang Perdagangan 1974 untuk menerapkan tarif hingga 15% selama 150 hari.
Pertarungan hukum terkait tarif ini menambah ketidakpastian dalam pasar yang sudah rapuh. Investor terus menghadapi kekhawatiran makroekonomi terkait tarif dan dampaknya terhadap potensi resesi akibat perubahan besar dalam kebijakan perdagangan AS.
"Ini masa yang canggung," kata Jay Hatfield, CEO Infrastructure Capital Management. "Jika Anda seorang investor, Anda ingin bertaruh pada laporan laba yang bagus, bukan tweet bagus soal tarif."
(rev/rev)