Newsletter

Investor Bersiap! Sri Mulyani dan BI Umumkan 3 Kabar Penting Hari ini

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
23 May 2025 06:15
ASIA-MARKETS/FLOWS
Foto: Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyampaikan laporan dalam Konferensi Pers APBN KITA EDISI MARET 2025. (Tangkapan Layar Youtube Ministry of Finance Republic of Indonesia)

Dari pasar saham AS, bursa Wall Street ditutup beragam pada perdagangan Kamis waktu AS atau Jumat dini hari waktu Indonesia (23/5/2025).

Indeks Dow Jones Industrial Average turun 1,35 poin dan ditutup di level 41.859,09. Indeks S&P 500 melemah 0,04% ke 5.842,01, sementara Nasdaq Composite naik 0,28% ke 18.925,73.

Indeks S&P 500 nyaris tidak bergerak seiring sikap investor yang bergulat dengan kekhawatiran terhadap kenaikan suku bunga dan membengkaknya defisit AS. Imbal hasil obligasi Treasury tenor 30 tahun mencapai level tertinggi sejak Oktober 2023 setelah DPR meloloskan rancangan undang-undang yang dikhawatirkan investor dapat memperburuk defisit AS.

Dalam pemungutan suara berdasarkan garis partai pada Kamis pagi, DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) yang mencakup pemotongan pajak dan peningkatan anggaran militer.

RUU tersebut yang kini akan dibahas di Senat dapat meningkatkan utang pemerintah AS hingga triliunan dolar dan memperbesar defisit, pada saat kekhawatiran terhadap lonjakan inflasi akibat tarif Trump sudah menekan harga obligasi dan mendorong kenaikan imbal hasil. Kantor Anggaran Kongres (CBO) memperkirakan total biaya RUU ini mencapai hampir $4 triliun.

 

"Dalam jangka pendek, RUU pajak ini baik bagi perekonomian. Ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi pada 2026. RUU ini mengurangi pajak bagi banyak orang, meningkatkan belanja, terutama untuk pertahanan, dan hal-hal tersebut bersifat stimulatif bagi ekonomi dan akan mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Jed Ellerbroek, manajer portofolio di Argent Capital Management, dalam wawancara dengan CNBC International.

Namun, ia mencatat bahwa dalam jangka panjang, kebijakan ini menambah defisit dan menjadi kabar buruk bagi pasar.

"Imbal hasil naik, yang berarti harga turun karena obligasi Treasury menjadi semakin kurang menarik dan kurang dapat dipercaya, karena defisit anggaran kita tetap sangat tinggi dalam waktu yang lama tanpa tanda-tanda akan kembali normal," tambah Ellerbroek.

Obligasi Treasury tenor 30 tahun pada Kamis diperdagangkan di level tertinggi sejak 2023, menyentuh 5,161% sebelum turun kembali di akhir sesi. Imbal hasil obligasi Treasury tenor 10 tahun juga sempat mundur dari level tertingginya

Gubernur Federal Reserve, Christopher Waller memperkirakan bank sentral akan menurunkan suku bunga pada akhir tahun ini setelah dampak dari kebijakan fiskal dan perdagangan menjadi lebih jelas.

"Jika kita bisa menurunkan tarif (impor) mendekati 10% dan semuanya sudah final dan diberlakukan pada sekitar bulan Juli, maka kita berada dalam posisi yang baik untuk paruh kedua tahun ini," kata Waller dalam wawancara dengan Fox Business.

"Dengan begitu, The Fed berada dalam posisi yang cukup baik untuk mulai melakukan pemangkasan suku bunga sepanjang paruh kedua tahun ini." Imbuhnya.

Pasar keuangan saat ini memperkirakan The Fed baru akan mulai memangkas suku bunga pada September, karena masih adanya ketidakpastian terkait tarif, inflasi, dan laju pertumbuhan ekonomi. Waller mengatakan bahwa para pemimpin perusahaan yang ia ajak bicara menyatakan mereka masih bisa menerima rezim tarif 10% saat ini, namun "tidak bisa bertahan" jika tarif naik lebih tinggi lagi.

Sementara itu, Morgan Stanley memperkirakan saham kemungkinan akan bergerak naik dari posisi saat ini selama ekonomi Amerika Serikat tetap relatif sehat.

"Dari sudut pandang kami, tingkat tarif yang diumumkan pada 'Hari Pembebasan' sangat dramatis, hingga memicu apa yang hanya bisa digambarkan sebagai aksi jual kapitulasi," kata Michel Wilson, ahli strategi ekuitas.

"Oleh karena itu, kami percaya bahwa harga terendah sudah tercapai-dengan asumsi kita tidak mengalami resesi dalam (skenario) kasus terburuk." Imbuhnya.

Dalam catatan yang sama, Wilson kembali menegaskan target harga S&P 500 dalam 12 bulan ke depan di level 6.500, yang mengindikasikan potensi kenaikan sebesar 11% dari level saat ini.

"Kami belum menyesuaikan target kami meskipun terjadi koreksi pasar baru-baru ini, dan kami tegaskan kembali bahwa pencapaian target tersebut kemungkinan besar akan terjadi pada pertengahan tahun 2026 dibandingkan akhir 2025, mengingat besarnya tekanan di paruh pertama tahun ini serta dampak tertunda dari ketidakpastian tarif terhadap laba perusahaan dalam beberapa kuartal mendatang," tambahnya.

(tsn/tsn)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular