
Nasib Ekonomi RI Diumumkan Hari Ini, Awas! Kiriman "Badai" dari AS

- Pasar keuangan Indonesia kompak menguat pada akhir perdagangan terakhir pekan lalu
- Wall Street terbang pada akhir pekan lalu di tengah positifnya kinerja laporan keuangan
- Data ekonomi kuartal I-2025 hingga keputusan suku bunga The Fed akan menjadi penggerak utama sentimen pekan ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup kompak positif pada Jumat (02/05/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami apresiasi, sedangkan Surat Berharga Negara (SBN) dilepas asing.
Pasar keuangan domestik hari ini, Senin (05/05/2025) masih akan bergerak volatil bagi IHSG, rupiah, maupun SBN dengan tendensi yang cukup positif. Selengkapnya mengenai proyeksi dan sentimen pasar pekan ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Pada penutupan perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (02/05/2025), IHSG ditutup menguat 0,72% ke level 6.815.
Nilai transaksi indeks mencapai sekitar Rp11,87 triliun dengan melibatkan 20,13 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,18 juta kali. Sebanyak 315 saham menguat, 306 saham melemah, dan 187 saham stagnan.
Investor asing juga tampak inflow dari pasar saham Indonesia sebesar Rp133,44 miliar (all market) dengan rincian net buy sebesar Rp204,06 miliar di pasar reguler dan net sell Rp70,63 miliar di pasar negosiasi dan tunai.
Secara sektoral, lima dari 11 sektor berada di zona merah, pelemahan terdalam dialami oleh sektor consumer non-cyclicals sebear 0,81%, kemudian transportation and logistic yang terdepresiasi 0,25%, serta techonology yang turun 0,24%.
Namun berbeda halnya dengan sektor basic materials dan healthcare yang masing-masing naik sebesar 1,6% dan 1,12%.
Menurut CNBC Indonesia Research, penguatan IHSG pada periode Maret dan April 2025 mendorong potensi IHSG berpeluang rehat sejenak pada bulan ini. Hal tersebut seiring dengan beberapa sentimen yang kemungkinan akan menjadi kabar buruk untuk pasar saham sepanjang Mei.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, ekonomi Amerika Serikat (AS) berkontraksi dalam tiga bulan pertama tahun 2025 karena lonjakan impor di awal masa jabatan kedua Presiden Donald Trump saat ia melancarkan perang dagang yang berpotensi merugikan.
Produk domestik bruto, jumlah semua barang dan jasa yang diproduksi dari Januari hingga Maret, turun pada kecepatan tahunan 0,3%, menurut laporan Departemen Perdagangan Rabu (30/4/2025) yang disesuaikan dengan faktor musiman dan inflasi. Ini adalah kuartal pertama pertumbuhan negatif sejak kuartal I-2022.
Sementara dari pasar mata uang, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Jumat (02/05/2025) ditutup pada posisi Rp16.430/US$ atau menguat 0,99%.
Secara mingguan, mata uang Garuda terpantau mengalami apresiasi 2,35%. Penguatan ini untuk pertama kalinya terjadi setelah melemah enam pekan beruntun.
Analis Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi, menyampaikan faktor eksternal dan internal membuat rupiah mengalami penguatan yang signifikan kemarin.
Dari eksternal, adanya gencatan senjata dan kemungkinan hubungan AS dengan China yang membaik dapat memberikan angin segar bagi rupiah.
Selain itu, dari dalam negeri, sentimen seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang masih berada di level optimis, inflasi yang masih terkendali, hingga kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang akan mencabut outsourcing memberikan sentimen positif bagi pasar keuangan domestik.
Selanjutnya, beralih pada imbal hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau naik tipis 0,12% ke angka 6,859% dari sebelumnya 6,851%.
Sedangkan secara mingguan, imbal hasil SBN yang bertenor 10 tahun terus mengalami penurunan sebesar 0,85%.
Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik, hal ini bahwa investor tampak melakukan aksi pembelian.
Aksi net foreign buy juga tercatat oleh Bank Indonesia (BI) untuk data transaksi 28 - 30 April 2025, secara agregat investor asing tercatat beli neto sebesar Rp4,15 triliun, terdiri dari jual neto sebesar Rp0,01 triliun di pasar saham dan beli neto sebesar Rp0,22 triliun di pasar SBN, dan sebesar Rp3,95 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Sepanjang tahun 2025 (ytd), berdasarkan data setelmen sampai dengan 30 April 2025, investor asing tercatat jual neto sebesar Rp49,56 triliun di pasar saham dan sebesar Rp12,05 triliun di SRBI, serta beli neto sebesar Rp23,01 triliun di pasar SBN.
Saham-saham di bursa AS naik pada Jumat pekan lalu saat Wall Street mencerna laporan ketenagakerjaan nonpertanian untuk bulan April yang lebih baik dari perkiraan, yang meredakan kekhawatiran resesi dan mendorong indeks S&P 500 meraih rekor kemenangan terpanjangnya dalam lebih dari dua dekade.
Dilansir dari CNBC International, S&P 500 naik 1,47% dan ditutup pada 5.686,67. Ini menandai hari kesembilan berturut-turut indeks pasar luas tersebut mencatat kenaikan, sekaligus menjadi rekor kemenangan terpanjang sejak November 2004.
Dow Jones Industrial Average melonjak 564,47 poin atau 1,39%, mengakhiri sesi di 41.317,43. Nasdaq Composite naik 1,51% dan ditutup pada 17.977,73. Dengan lonjakan hari Jumat, S&P 500 kini telah pulih dari kerugian sejak 2 April, ketika Presiden AS, Donald Trump mengumumkan tarif "resiprokal". Ini terjadi sehari setelah Nasdaq yang didominasi saham teknologi mencapai pemulihan yang sama.
Jumlah tenaga kerja meningkat sebanyak 177.000 pada April, melampaui prediksi ekonom yang disurvei oleh Dow Jones yang memperkirakan 133.000. Meski angka ini menurun tajam dari penambahan 228.000 pada bulan Maret, namun jauh lebih baik dari yang ditakutkan setelah kekhawatiran resesi meningkat bulan lalu. Tingkat pengangguran berada di angka 4,2%, sesuai dengan ekspektasi.
Investor sudah optimis bahkan sebelum laporan pekerjaan yang kuat, setelah China menyatakan sedang mempertimbangkan kemungkinan memulai negosiasi dagang dengan AS.
Namun, otoritas China menegaskan kembali bahwa AS harus mencabut semua tarif sepihak, dengan menyatakan bahwa "jika AS ingin berbicara, maka harus menunjukkan ketulusan dan bersiap untuk memperbaiki praktik kelirunya serta membatalkan tarif sepihak." Kemudian pada hari yang sama, sebuah laporan dari The Wall Street Journal menyebut bahwa Beijing terbuka untuk melakukan pembicaraan dagang.
Wall Street juga mempertimbangkan laporan keuangan dari dua anggota "Magnificent Seven". Saham Apple turun 3,7% setelah pendapatan kuartal kedua fiskal dari divisi layanan mereka tidak mencapai perkiraan analis. Selain itu, pembuat iPhone ini mengatakan akan menambahkan biaya sebesar US$900 juta pada kuartal ini akibat tarif. Sementara itu, saham Amazon sedikit turun setelah perusahaan memberikan panduan keuangan yang lemah, dengan menyoroti "tarif dan kebijakan perdagangan" sebagai faktor penyebab.
"Kita sudah melihat bagaimana pasar keuangan bereaksi jika pemerintahan melanjutkan rencana tarif awal mereka, jadi kecuali mereka mengambil pendekatan berbeda di bulan Juli saat jeda 90 hari berakhir, kita akan melihat aksi pasar yang serupa dengan minggu pertama April," tambah Zaccarelli.
Saham-saham telah mengalami pemulihan luar biasa sejak Trump mengumumkan bulan lalu bahwa ia sementara menurunkan tarif baru untuk sebagian besar negara menjadi 10% selama 90 hari. Pasar semakin menguat belakangan ini, mendorong rangkaian kemenangan S&P 500, seiring dengan laporan laba perusahaan yang solid.
Ketiga indeks utama mencatat pekan positif kedua berturut-turut. S&P 500 naik 2,9%, masih sekitar 7% di bawah level tertingginya di bulan Februari setelah sebelumnya sempat turun hampir 20%. Dow mencatat kenaikan mingguan sebesar 3%, sementara Nasdaq naik 3,4%.
Pekan ini banyak sentimen yang akan memengaruhi pasar keuangan domestik baik dari luar maupun dalam negeri. Dua sentimen utama yang akan memberikan dampak besar yakni rilis data dari Badan Pusat Statistik (BPS) soal pertumbuhan ekonomi RI kuartal I-2025 serta rapat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yakni Federal Open Market Committee (FOMC) pada Kamis dini hari waktu Indonesia.
Keputusan The Fed sangat ditunggu pelaku pasar hari ini di tengah panasnya perang dagang yang disulut Presiden AS Donald Trump. Memburuknya sejumlah indikator ekonomi AS juga menjadi bagian penting dari keputusan The Fed. Keputusan The Fed bisa menjadi berkah bagi Indonesia jiak selaras dengan ekspektasi pasar. Namun, keputusan tersebut bisa menjadi "badai" baru jika hasilnya mengecewakan bahkan meningkatkan kekhawatiran pasar global.
Pada hari ini, Senin (05/05/2025), BPS akan mengumumkan data pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 14 institusi memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 4,94% (year on year/yoy) dan terkontraksi 0,9% dibandingkan kuartal sebelumnya (quarter to quarter/qtq) pada kuartal I-2025.
Jika polling sejalan dengan hasil pengumuman BPS maka pertumbuhan kuartal I tahun ini akan tergolong cukup rendah atau sama dengan pertumbuhan kuartal III-2023.
Hal ini cukup mengkhawatirkan karena secara historis, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I, secara umum berada di level yang cukup tinggi.
Apabila momen pandemi Covid-19 yakni tahun 2020 dan 2021 dikeluarkan dalam perhitungan, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia setiap kuartal I sejak 2015 hingga 2024 yakni sebesar 5,01% yoy.
Pada esok harinya Selasa (6/5/2025), Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan cadangan devisa RI periode April 2025.
Sebelumnya, Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2025 tercatat sebesar meningkat US$ 2,6 miliar menjadi US$ 157,1 miliar dari sebelumnya US$ 154,5 miliar.
Kenaikan ini terjadi setelah Pemerintah memperbarui aturan terkait Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 dan diperbarui dalam PP Nomor 8 Tahun 2025 untuk mengoptimalkan pemanfaatan SDA demi kesejahteraan masyarakat.
Bank Indonesia (BI) mencatat kenaikan posisi cadangan devisa tersebut antara lain bersumber dari penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, di tengah kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai respons BI dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi.
Kemudian pada Kamis (08/05/2025), terdapat konferensi pers FOMC untuk mendapatkan kisi-kisi kebijakan suku bunga bank sentral AS.
Federal Open Market Committee (FOMC) diperkirakan tidak akan memangkas suku bunga kali ini yakni tetap pada level 4,25-4,50%.
Namun, Wall Street akan mencermati pernyataan FOMC dan konferensi pers Ketua The Federal Reserve Jerome Powell dengan saksama, untuk mencari petunjuk tentang bagaimana kebijakan tarif agresif Presiden Donald Trump dapat memengaruhi keputusan bank sentral selanjutnya.
Pada akhir pekan, Jumat (09/05/2025), BI akan mengumumkan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) periode April 2025.
Sebelumnya, survei Konsumen Bank Indonesia pada Maret 2025 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi terjaga. Hal ini tecermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Maret 2025 yang tetap berada pada level optimis sebesar 121,1.
Tetap terjaganya keyakinan konsumen pada Maret 2025 ditopang oleh Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang tetap berada pada level optimis (indeks >100). IKE dan IEK masing-masing tercatat sebesar 110,6 dan 131,7, meski lebih rendah dibandingkan dengan indeks bulan sebelumnya yang masing-masing tercatat sebesar 114,2 dan 138,7.
Masih di hari yang sama, terdapat data penjualan sepeda motor RI periode April 2025 untuk melihat pertumbuhan sektor otomotif Tanah Air.
Sebelumnya, penjualan sepeda motor di Tanah Air mengalami penyusutan 6,81% pada Maret, saat perputaran uang seharusnya meningkat ketika momen pemberian tunjangan hari raya (THR), mudik dan lebaran.
Berdasarkan data yang diolah Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), distribusi dari pabrik ke dealer (wholesales) para produsen selama Maret 2025 berhenti pada angka 541.684 unit atau lebih rendah 39.593 unit dibanding Februari yang mencapai 581.277 unit.
Jumlah penjualan ini juga turun 7,2% dari Maret 2024 yang mencapai 583.747 unit. Dengan demikian, sepanjang 2025 ini, penjualan sepeda motor domestik mencapai 1.683.262 unit.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia Q1-2025 (11:00 WIB)
Menteri Pertanian menggelar bincang media terkait stok beras ()8.30 WIB)
Konferensi pers terkait conference Digiland 2025
Konferensi pers Komisi Pengawas Persaingan Usaha terkait Dampak Penerapan Tarif Impor oleh Amerika Serikat terhadap Persaingan Usaha di Indonesia
- U.S. S&P Global Composite PMI Final (20:45 WIB)
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- Tanggal DPS Dividen Tunai PT Bank SMBC Indonesia Tbk (BTPN)
- Tanggal DPS Dividen Tunai PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA)
- Tanggal DPS Dividen Tunai PT Mulia Boga Raya Tbk (KEJU)
- Tanggal ex Dividen Tunai Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR)
- Tanggal ex Dividen Tunai Sekar Laut Tbk (SKLT)
- Tanggal cum Dividen Tunai PT Teladan Prima Agro Tbk (TLDN)
- Tanggal cum Dividen Tunai PT PAM Mineral Tbk (NICL)
- Tanggal cum Dividen Tunai PT Pelayaran Nasional Ekalya Purnamasari Tbk (ELPI)
- Tanggal cum Dividen Tunai PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk. (GOOD)
- Tanggal ex Dividen Tunai PT Medikaloka Hermina Tbk. (HEAL)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev) Next Article Maaf, Belum Ada Kabar Baik! Investor Mesti Waspada Hari Ini