Newsletter

Perang Dagang AS-China Mulai Adem, Sri Mulyani Cs Beri Kabar Penting

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
24 April 2025 06:11
(Kiri - Kanan) Ketua Dewan OJK, Mahendra Siregar, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers KSSK IV Tahun 2024 di Bank Indonesia, pada Jumat, (18/10/2024).
Foto: (Kiri - Kanan) Ketua Dewan OJK, Mahendra Siregar, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers KSSK IV Tahun 2024 di Bank Indonesia, pada Jumat, (18/10/2024). (CNBC Indonesia/Rosseno Aji)

Pasar keuangan pada perdagangan hari ini tampaknya minim katalis dan kemungkinan masih akan dipengaruhi efek keputusan kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) kemarin dan memonitor efek dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China yang kian mereda.

Meski sentimen mulai ke arah positif, tetapi perlu diperhatikan bahwa pergerakan IHSG sudah naik dalam beberapa hari dan saat ini secara teknikal sedang menguji resistance.

Secara teknikal IHSG berhasil mulai keluar dari downtrend line MA20 dan MA50 daily, tetapi saat ini posisi-nya sedang di tahan resistance horizontal line yang ditarik dari high 14 Maret 2025.

Jika posisi saat ini tidak mampu ditembus IHSG masih bisa bergerak terkonsolidasi dengan support yang menahan di level 6300. Posisi ini menjadi cukup penting diperhatikan karena untuk keluar dari downtrend, IHSG paling tidak harus membentuk higher low.

Meski begitu, jika penguatan berlanjut, target resistance selanjutnya bisa potensial naik lagi ke level 6800.

Teknikal IHSGFoto: Tradingview
Teknikal IHSG

Adapun untuk beberapa sentimen yang akan berpengaruh terhadap pasar keuangan RI hari ini sebagai berikut :

Update Hasil Suku Bunga Bank Indonesia

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 22-23 April 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 5,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,50%.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 22-23 April 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 5,75%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, Rabu (23/4/2025).

Kendati menahan BI Rate, BI tetap mencermati ruang penurunan suku bunga acuan ini ke depannya. Keputusan tentunya akan diambil dengan mencermati ruang penurunan dengan mempertimbangkan stabilitas rupiah.

"BI akan terus mencermati ruang penurunan dengan mempertimbangkan stabilitas nilai tukar prospek inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi," kata Perry.

Adapun, BI terakhir kali memangkas suku bunga acuannya pada awal tahun, Januari 2025. BI menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin dari 6% menjadi 5,75%.

Artinya, sikap mempertahankan suku bunga acuan ini menandai sudah terjadi selama tiga bulan beruntun.

Kredit Melambat Tetapi Stress Test Perbankan Masih Kuat

Selain mengumumkan soal kebijakan moneter, BI juga menyatakan hasil stress test industri perbankan menunjukkan ketahanan yang tetap kuat. Hal ini ditopang oleh kemampuan membayar dan profibilitas korporasi yang terjaga.

"BI memperkuat sinergi kebijakan KSSK dalam memitigasi risiko global dan domestik yang dapat mengganggu ketahanan perbankan dan stabilitas sektor keuangan secara keseluruhan," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferesi pers hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Maret 2025, Rabu (23/4/2025).

Sementara itu BI mencatat pertumbuhan kredit per Maret 2025 mencapai 9,16% secara tahunan (yoy), melambat dibandingkan dengan capaian Februari 2025 yang mencapai 10,3% yoy.

Perry mengatakan bahwa realokasi likuiditas perbankan masih berlanjut. Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit ditopang oleh kinerja korporasi yang masih tumbuh positif.

Berdasarkan kelompok penggunaan, kredit investasi melesat paling tinggi, yakni 13,36% yoy (vs Februari 14,6% yoy). Lalu kredit modal kerja dan konsumsi, masing-masing-masing 9,23% yoy (vs Februari 7,66% yoy) dan 6,51% yoy (vs Februari 10,31% yoy).

Perry melanjutkan bahwa pembiayaan syariah tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan rata-rata industri.

Gubernur BI juga mengatakan bahwa industri perbankan di Indonesia tengah mengalami kendala pendanaan bari dari sisi dana pihak ketiga (DPK) maupun surat berharga.

Dengan demikian BI memperkirakan pertumbuhan kredit bank menuju ke batas bawah dengan kisaran 11%-13% secara tahunan pada 2025.

Ke depan, kata Perry, berbagai risiko dari ketidakpastian global yang berdampak kepada perekonomian nasional perlu menjadi perhatian karena dapat memengaruhi prospek pertumbuhan kredit.

Sehubungan dengan itu BI akan terus memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif atau longgar dengan mengoptimalkan Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) dan memperkuat implementasi ketentuan rasio pendanaan luar negeri untuk mendorong pendanaan perbankan untuk manajemen likuiditas dan penyaluran kredit ke sektor riil.

"BI juga akan terus mempererat kordinasi dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk mendorong pertumbuhan kredit dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," katanya.

 

Sebagai catatan, BI telah menyalurkan kebijakan likuiditas makroprudensial (KLM) sebesar Rp 370,6 triliun hingga minggu kedua April 2025.

Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) adalah insentif yang diberikan Bank Indonesia (BI) berupa pengurangan giro bank di BI untuk pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM), dengan tujuan mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor prioritas, termasuk properti.

Jumlah tersebut meningkat Rp 78,3 triliun dibandingkan posisi minggu kedua Maret yang masih berada di angka Rp 292,3 triliun.

Perang Dagang AS - China Kemungkinan Mereda

Presiden AS, Donald Trump tampaknya mulai melunak dalam mengenakan tarif bea impor China yang kabarnya akan turun secara substansial. Pemerintah China pada Rabu (23/4/2025) juga menyatakan kesiapannya untuk kembali duduk di meja perundingan dengan Amerika Serikat (AS).

Dalam pernyataannya pada Selasa, Presiden Trump mengakui bahwa tarif AS terhadap produk China saat ini berada pada tingkat yang "sangat tinggi". Namun, ia menambahkan bahwa beban tarif tersebut "akan turun secara substansial" jika kedua negara berhasil mencapai kesepakatan dagang.

Pernyataan tersebut menjadi sinyal bahwa Gedung Putih masih membuka peluang dialog, meskipun tekanan ekonomi terhadap Tiongkok terus ditingkatkan dalam beberapa bulan terakhir.

Menanggapi pernyataan Trump, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menegaskan bahwa negaranya tetap konsisten pada sikap bahwa perang tarif dan konflik dagang tidak akan menghasilkan pemenang.

"Perang tarif dan perang dagang tidak memiliki pemenang," ujar Guo dalam konferensi pers rutin di Beijing, dilansir dari AFP.

Ia menambahkan bahwa pemerintah Tiongkok tetap membuka peluang dialog dengan Amerika Serikat. "Pintu untuk pembicaraan terbuka lebar," ujarnya.

Namun, Guo juga memberi peringatan tegas kepada Washington: "Kami tidak ingin berperang, tapi kami juga tidak takut berperang. Jika perlu, kami akan bertarung hingga akhir."

Menteri Keuangan AS Scott Bessent juga menyatakan kemain jika kedua negara memiliki peluang untuk mencapai "kesepakatan besar" dalam perdagangan. "Kalau mereka mau menyeimbangkan ulang, mari kita lakukan bersama," katanya, dikutip dari CNBC International.

Keith Buchanan, manajer portofolio di Globalt Investments, menjelaskan pernyataan pemerintahan Trump membuat pasar tenang.

"Inilah yang diinginkan pasar. Sedikit sinyal dari meredanya ketegangan AS China sudah membuat pasar lega," ujarnya kepada CNBC International.

Pejabat Gedung Putih sedang mempertimbangkan untuk menurunkan tarif China menjadi antara 50% hingga 65%. Namun, pejabat lain mengingatkan bahwa langkah seperti itu harus bersifat timbal balik, dengan China juga menurunkan hambatan dagang.

Preskon KSSK
Hari ini Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) akan menggelar konferensi pers tiga bulanan. Konferensi pers ini menjadi penting karena merupakan yang pertama kali sejak perang dagang mencuat.
Hadir dalam konferensi pers yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani, Gubernur BI Perry Warjiyo, Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Sadewa, serta Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar.
Menarik disimak apa kebijakan pemerintah, pemangku moneter dan sektor keuangan dalam menghadapi dampak buruk perang dagang.

(tsn/tsn)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular