
Suram! Wall Street Ambruk, Fed Beri Kabar Buruk & Perang Tarif Memanas

Hari ini adalah hari perdagangan terakhir IHSG maupun rupiah dalam pekan ini karena besok, Jumat (18/4/2025) ditetapkan sebagai hari libur untuk perayaan Jumat Agung.
IHSG maupun rupiah diperkirakan akan cenderung bergerak di zona pelemahan dengan begitu banyaknya sentimen negatif. Di antaranya memanasnya perang tarif, pidato Powell, hingga ambruknya Wall Street. Dari dalam negeri, pengenaan tarif royalti ke sejumlah hasil tambang juga diperkirakan akan menekan emiten tambang.
Libur panjang juga dikhawatirkan memicu aksi jual besar-besaran pelaku pasar saham karena mereka mengantisipasi hal buruk sebelum libur.
Penjualan Ritel RI Meningkat
Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa penjualan eceran mengalami kenaikan secara tahunan (yoy) maupun bulanan (mtm). Hal ini tecermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) Februari 2025 yang tercatat sebesar 218,5 atau tumbuh 2% (yoy) dan 3,3% (mtm).
Dalam Survei Penjualan Eceran (SPE) yang dirilis BI, dijelaskan bahwa secara tahunan peningkatan IPR bersumber dari kelompok barang budaya dan rekreasi, bahan bakar kendaraan bermotor, dan subkelompok sandang yang masing-masing tumbuh sebesar 7,5% (yoy), 3,3% (yoy), dan 4,9% (yoy).
Sementara itu secara bulanan, pertumbuhan penjualan eceran sebesar 3,3% (mtm) pada Februari 2025 terjadi pada mayoritas kelompok. Peningkatan terbesar tercatat pada kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 4,2% (mtm), kelompok bahan bakar kendaraan bermotor 0,4% (mtm), dan subkelompok sandang 4,6% (mtm).
Adapun, Bank Indonesia (BI) memperkirakan kinerja penjualan eceran meningkat pada Maret 2025. Hal itu tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) Maret 2025 yang diperkirakan mencapai 236,7, atau tumbuh sebesar 0,5% secara tahunan (yoy).
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso mengatakan kinerja penjualan eceran tersebut terutama ditopang oleh pertumbuhan kelompok suku cadang dan aksesori, barang budaya dan rekreasi, serta makanan, minuman dan tembakau. Secara bulanan, penjualan eceran pada Maret 2025 diperkirakan tumbuh 8,3% (mtm), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya.
Peningkatan itu sejalan dengan kenaikan permintaan masyarakat saat Ramadan dan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idulfitri, serta strategi retailer yang memberikan potongan harga.
Tarif Royalti Komoditas Baru Ditetapkan
Presiden Prabowo Subianto resmi menetapkan peraturan baru terkait perubahan besaran royalti mineral dan batu bara pada 11 April 2025.
Aturan baru ini yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No.19 tahun 2025 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang Berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Berdasarkan Pasal 11 PP No.19 tahun 2025 ini, Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku setelah 15 hari terhitung sejak tanggal diundangkan. PP ini diundangkan pada tanggal yang sama dengan penetapan oleh Presiden Prabowo, yakni 11 April 2025.
Artinya, Peraturan Pemerintah ini berlaku efektif per 26 April 2025.
Peraturan Pemerintah ini dibuat dengan menimbang, "a. bahwa untuk melakukan penyesuaian jenis dan tarif atas tenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Energi dan Summer Daya Mineral sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2022 tentang Jens dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian ESDM, perlu mengatur kembali Peraturan Pemerintah tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian ESDM."
Pada Pasal 1 disebutkan bahwa (1) Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian ESDM berasal dari penerimaan:
a. Pemanfaatan sumber daya alam
b. Pelayanan bidang energi dan sumber daya mineral
c. Penggunaan sarana dan prasarana sesuai dengan tugas dan fungsi
d. Denda administratif
e. Penempatan jaminan bidang energi dan sumber daya mineral.
Pada Pasal 3 disebutkan bahwa:
(1) Pemegang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi, Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi, dan Izin Usaha Pertambangan Khusus sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yang melakukan Peningkatan Nilai Tambah Batu Bara dapat diberikan perlakuan tertentu berupa pengenaan iuran produksi/royalti sebesar 0%, terhadap volume batu bara dengan mempertimbangkan kemandirian energi dan pemenuhan kebutuhan bahan baku industri.
(2) Ketentuan mengenai kegiatan peningkatan nilai tambah batu bara, besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan iuran produksi/royalti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.
(3) Besaran, persyaratan, dan tata cara pengenaan iuran produksi/royalti sebesar 0% sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Berikut daftar royalti terbaru beberapa komoditas pertambangan mineral dan batu bara yang tertuang dalam PP No.19 tahun 2025:
China Catat Pertumbuhan Ekonomi Solid
Ekonomi China memulai 2025 dengan pijakan yang lebih kuat dari yang diantisipasi banyak orang, menentang hambatan global dan tantangan domestik.
Menurut data yang dirilis oleh Biro Statistik Nasional pada Rabu (16/4/2025), produk domestik bruto (PDB) China mencapai US$4,40 triliun pada kuartal I 2025, menandai peningkatan 5,4% (yoy) secara riil. Kinerja ini melampaui ekspektasi pasar, mengalahkan perkiraan pertumbuhan 5,1% dalam survei ekonom Caixin dan estimasi dari jajak pendapat Reuters.
Di balik angka utama ini, lonjakan perdagangan luar negeri menonjol sebagai kontributor utama bagi kekuatan ekonomi di awal tahun. Pertumbuhan ekspor khususnya memberikan dorongan kuat, meningkat sebesar 6,9% (yoy) dalam yuan selama kuartal pertama. Dalam periode Maret saja, tercatat lonjakan ekspor sebesar 13,5%, menggarisbawahi peran penting yang dimainkan perdagangan dalam mengangkat tingkat pertumbuhan di atas ekspektasi.
Namun, para analis memperingatkan agar tidak melihat momentum ini sebagai tren jangka panjang. Sebagian besar kekuatan ekspor diyakini didorong oleh "serbuan pra-tarif," karena eksportir China mempercepat pengiriman menjelang kenaikan tarif tajam yang baru-baru ini diumumkan oleh AS.
Perang Dagang Memanas
Perang dagang semakin memanas setelah Amerika Serikat (AS) mengancam akan mengenakan tarif hingga 245% kepada China. Namun, China diperkirakan tidak akan gentar menghadapi ancaman tersebut/
Gedung Putih mengatakan pengenaan tarif hingga 245% merupakan aksi balas ke China yang mengerek tarif produk AS sebesar 125%,
sebesar 145% untuk barang asal China dan dibalas dengan tarif 125%, kini Washington mengancam Beijing dengan tarif hingga 245%.
"China kini menghadapi tarif hingga 245% atas impor ke Amerika Serikat sebagai akibat dari tindakan pembalasannya," tulis pernyataan Gedung Putih. Selasa (15/4/2025) waktu setempat.
China belum membalas lagi kenaikan tarif ini. Sebelumnya, kedua negara saling balas perang tarif selama berhari-hari.
Kendati belum membalas serangan terbaru dari Presiden AS Donald Trump, China mengaku tidak takut.
Dikutip dari China Daily, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Lin Jian mengatakan Beijing tak gentar.
"Silakan bawa angka itu ke pihak AS untuk dijawab. Tiongkok tidak ingin berperang (perang dagang), tapi juga tidak takut untuk melawan," ujarnya saat ditanya dalam konferensi pers tentang respons China atas kebijakan AS.
The Fed dalam Dilema
Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) mulai gamang menghadapi dampak perang dagang.
Chairman The Fed, Jerome Powell, mengatakan The Fed kini dihadapkan pada dilemma dalam menentukan kebijakan ke depan karena dampak perang dagang akan mempengaruhi laju inflasi hingga pertumbuhan ekonomi,
Seperti diketahui, perang dagang memanas sejak Maret setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif ke Meksiko, China,d an Jepang.
Perang semakin memanas setelah Trump pada Rabu (2/4/2025) menegaskan AS akan memberlakukan tarif 10% kepada semua negara dan tarif resiprokal.
Meski tarif resiprokal ditunda tetapi ketidakpstian masih tinggi.
Berbicara dalam acara Economic Outlook di Economic Club of Chicago, Chicago, Rabu waktu AS (16/4/2025), Powell mengatakan perang dagang membuat The Fed terjebak dalam dilema antara mengendalikan inflasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
"Jika itu terjadi, kami akan mempertimbangkan sejauh mana ekonomi sudah menjauh dari targetnya. (Sejauh mana) jangka waktu yang berbeda dari kesenjangan tersebut diperkirakan bisa tertutup," ujar Powell dikutip dari CNBC International,
Powell tidak memberikan indikasi mengenai arah suku bunga. Dia menegaskan The Fed akan menunggu dampak lebih lanjut sebelum melakukan perubahan kebijakan.
"Untuk saat ini, kami berada dalam posisi yang baik untuk menunggu kejelasan lebih lanjut sebelum mempertimbangkan penyesuaian terhadap kebijakan kami." Ujarnya.
Dengan ketidakpastian yang tinggi terkait dampak tarif yang diterapkan oleh Presiden Trump, Powell mengatakan The Fed memperkirakan perang dagang akan membuat laju inflasi lebih tinggi dan menekan pertumbuhan. Namun, dia mengatakan masih belum jelas dimana The Fed harus memfokuskan perhatiannya.
"Kami mungkin akan berada dalam skenario yang menantang di mana tujuan ganda kami bertentangan satu sama lain," kata Powell.
WTO Pangkas Pertumbuhan Perdagangan 2025
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memangkas tajam perkiraannya untuk perdagangan barang global dari pertumbuhan yang solid menjadi penurunan pada Rabu (16/4/2025), dengan mengatakan tarif AS lebih lanjut dan efek limpahan dapat menyebabkan kemerosotan terberat sejak puncak pandemi COVID-19.
WTO mengatakan pihaknya memperkirakan perdagangan barang akan turun sebesar 0,2% tahun ini, turun dari ekspektasinya pada bulan Oktober sebesar 3,0%. Dikatakan bahwa estimasi barunya didasarkan pada langkah-langkah yang berlaku pada awal minggu ini.
Presiden AS Donald Trump mengenakan bea tambahan pada impor baja dan mobil serta tarif global yang lebih luas sebelum secara tak terduga menghentikan bea yang lebih tinggi pada selusin negara. Perang dagangnya dengan China juga meningkat dengan saling balas yang mendorong pengenaan bea masuk atas impor masing-masing hingga lebih dari 100%.
WTO mengatakan bahwa, jika Trump memberlakukan kembali tarif penuh dari tarif yang lebih luas, hal itu akan mengurangi pertumbuhan perdagangan barang sebesar 0,6 poin persentase, dengan pemotongan 0,8 poin lagi karena efek limpahan di luar perdagangan yang terkait dengan AS.
Secara keseluruhan, hal ini akan menyebabkan penurunan sebesar 1,5%, penurunan paling tajam sejak 2020.
Kepala WTO mengatakan ketakutan terbesarnya adalah bahwa ekonomi China dan AS sedang memisahkan diri dari satu sama lain.
WTO memperkirakan bahwa perdagangan barang antara kedua negara akan turun hingga 81%, penurunan yang dapat mencapai 91% tanpa pengecualian baru-baru ini untuk produk-produk seperti smartphone.
Dalam skenario ini, PDB global dapat menyusut hingga 7% dalam jangka panjang.
Selain itu, WTO juga memperkirakan pemulihan moderat sebesar 2,5% pada tahun 2026.
Dari sisi perdagangan jasa, WTO mengatakan pihaknya memperkirakan perdagangan jasa komersial akan tumbuh sebesar 4,0% pada tahun 2025 dan 4,1% pada tahun 2026, jauh di bawah proyeksi dasar sebesar 5,1% dan 4,8%.
Penurunan yang diharapkan mengikuti tahun 2024 yang kuat, ketika volume perdagangan barang dunia tumbuh sebesar 2,9% dan perdagangan jasa komersial meningkat sebesar 6,8%.
Klaim pengangguran AS
Pada hari Kamis (17/4/2025), juga terdapat data klaim pengangguran AS awal dan berkelanjutan. Sebelumnya, warga Amerika yang mengajukan tunjangan pengangguran sedikit lebih banyak minggu lalu, tetapi pasar tenaga kerja secara umum tetap sehat meskipun perang dagang sedang berlangsung.
Pengajuan klaim pengangguran naik tipis sebanyak 4.000 menjadi 223.000 untuk minggu yang berakhir pada tanggal 5 April, menurut Departemen Tenaga Kerja pada hari Kamis. Jumlah tersebut kurang dari 225.000 aplikasi baru yang diperkirakan oleh para analis.
Aplikasi mingguan untuk tunjangan pengangguran dianggap sebagai proksi untuk PHK, dan sebagian besar telah berpindah-pindah antara 200.000 dan 250.000 selama beberapa tahun terakhir.
Rata-rata aplikasi selama empat minggu, yang bertujuan untuk memperlancar beberapa perubahan dari minggu ke minggu, tidak berubah pada angka 223.000.
Jumlah total warga Amerika yang menerima tunjangan pengangguran untuk minggu tanggal 29 Maret turun sebanyak 43.000 menjadi 1,85 juta.
(saw/saw)