
Indonesia Menunggu Kebangkitan Rupiah di Tengah Huru-Hara Dunia

Pelaku pasar akan melakukan transaksi perdagangan Maret dalam dua hari terakhir, hari ini dan besok. Sejumlah sentimen diperkirakan akan menggerakkan pasar hari ini mulai dari RUPST, mudik, hingga data-data dari Amerika Serikat.
Rupiah Tertekan Jelang Libur Panjang, Dekati Level Krisis 1998
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah signifikan pada perdagangan kemarin, Selasa (25/3/2025). Mata uang Garuda bahkan menyentuh level yang mendekati krisis finansial 1998 dan lebih buruk dibandingkan puncak pelemahan saat pandemi Covid-19.
Rupiah sudah melemah dalam tiga terakhir dengan pelemahan mencapai 0,72%. Sepanjang bulan ini, rupiah bahkan hanya mampu menguat tujuh hari sementara sisanya melemah.
Mengacu pada data Refinitiv, rupiah terkoreksi 0,51% ke Rp16.635 per dolar AS pada pukul 10:13 WIB. Jika rupiah ditutup di level ini, maka menjadi penutupan terburuk sepanjang sejarah berdasarkan closing candle.
Namun, nilai tukar rupiah melemah 0,24% ke Rp 16.590/US$ pada perdagangan hari kemarin.
Pelemahan rupiah terjadi di tengah penguatan indeks dolar AS (DXY) yang naik tipis 0,07% pagi kemarin, mempertahankan tren positif sejak 19 Maret 2025. Sentimen utama pelemahan rupiah berasal dari faktor eksternal, termasuk aliran dana asing yang terus keluar dari pasar keuangan domestik.
Global Markets Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, menyebut pelemahan ini terjadi karena aksi profit taking investor menjelang libur panjang, mengantisipasi ketidakpastian global. Sementara itu, Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C Permana, menyoroti aksi net sell asing selama tujuh hari terakhir yang menandakan peralihan dana ke aset berbasis dolar AS.
Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan pada periode 17-20 Maret 2025, investor asing melakukan jual neto Rp4,25 triliun di pasar saham, meskipun masih mencatat beli neto Rp1,2 triliun di Surat Berharga Negara (SBN).
Ekonom Bank Danamon, Hosianna Situmorang, menambahkan bahwa kombinasi permintaan dolar tinggi untuk pembayaran utang luar negeri (ULN), impor BBM, serta pembagian dividen semakin menekan rupiah. "Dengan sentimen negatif global yang masih berlanjut, USD/IDR berpotensi menguji level resistensi 16.600 dalam waktu dekat," jelasnya.
Gejolak rupiah ini diperkirakan masih akan terjadi ke depan. Pasalnya, musim pembagian dividen masih berlangsung, ada kebutuhan menjelang libur panjang, serta antisipasi pemberlakua tarif Trump.
Kepala Ekonom Bank BCA, David Sumual menjelaskan pelemahan rupiah disebabkan oleh permintaan mata uang dolar AS yang cukup besar memasuki kuartal kedua.
"Masuk kuartal dua permintaan dolar AS cukup kuat untuk pembayaran utang dan dividen selain outflow dari pasar saham," ujar David kepada CNBC Indonesia, Selasa (25/3/2025).
Kepala Ekonom Fakhrul Fulvian Trimegah Sekuritas Indonesia juga melihat kondisi pelemahan rupiah ini sebagai overshooting.
Fakhrul melihat potensi overshooting mata uang ini akan sampai di level 16.800. Kendati demikian, tidak akan membawa goncangan yang signifikan untuk perekonomian domestik. Karena sebagian besar kewajiban debitur kakap Indonesia saat ini sudah dalam denominasi Rupiah.
"Namun, tetap ini menjadi wake up call bagi kita semua, bahwa kita tidak immune terhadap perlambatan ekonomi global dan komunikasi kebijakan yang tepat dari pemerintah diperlukan," ujarnya.
Global Markets Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto mengatakan bahwa pelemahan rupiah kali ini terjadi bersamaan dengan aksi profit taking investor mengantisipasi libur panjang, karena mereka khawatir ada uncertainty terutama pada saat libur panjang.
Dari sisi eksternal, Myrdal menyampaikan bahwa soal perkembangan perang dagang antara AS dengan Meksiko dan Kanada yang mulai berlaku tanggal 2 April 2025 menjadi faktor lainnya.
Klaim Job dan Pertumbuhan Ekonomi AS
AS akan mengumumkan data klaim pengangguran untuk pekan yang berakhir pada 2 Maret 2025. Klaim awal tunjangan pengangguran di Amerika Serikat naik sebanyak 2.000 menjadi 223.000 pada minggu kedua bulan Maret, sedikit di bawah ekspektasi pasar yang diperkirakan sebesar 224.000. Meskipun mengalami kenaikan, angka ini tetap berada di level historis yang rendah.
Data penting lainnya adalah pengumuman final pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal IV-2024 yang akan dirilis pada hari ini. Ekonomi AS pada proyeksi awal tercatat tumbuh sebesar 2,3% secara tahunan pada kuartal keempat (Q4) 2024, pertumbuhan paling lambat dalam tiga kuartal, turun dari 3,1% pada Q3 dan sejalan dengan perkiraan awal.
Harga Batu Bara Ambruk
Harga batu bara terus ambruk ke level terendah dalam empat tahun terakhir. Harga batu bara saat ini ada di kisaran US$ 98-99 per ton. Level ini adalah yang terendah sejak Mei 2021 atau di era pandemi Covid-19.
Melemahnya harga batu bara ini tentu saja akan menekan emiten yang bergerak di bidang pertambangan pasir hitam.
Perusahaan seperti PT Bayan Resources Tbk (BYAN), PT Bukit Asam (PTBA), PT Bumi Resources Tbk (BUMI), dan PT Alamtri Resources Indonesia Tbk.
RUPST BBNI, Perubahan Strategi & Dividen Jadi Sorotan
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) hari ini, Rabu (26/3/2025), dengan sejumlah agenda strategis. S
alah satu keputusan penting yang ditunggu adalah pembagian dividen, di mana Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengusulkan peningkatan rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) menjadi 55%-60%, naik dari 50% tahun sebelumnya. Dengan demikian, nilai dividen diperkirakan lebih besar dari Rp280,49 per lembar saham tahun lalu.
Selain dividen, RUPST juga akan membahas perubahan susunan pengurus perusahaan serta persetujuan pembelian kembali saham (buyback). BNI berencana meningkatkan nilai buyback hingga Rp1,5 triliun atau maksimum 10% dari total modal disetor. Langkah ini dilakukan untuk menstabilkan harga saham BBNI yang mengalami tekanan sejak akhir tahun lalu akibat sentimen negatif global dan ketidakpastian makroekonomi Indonesia.
Fokus Transformasi & Pembagian Dividen, RUPST BBTN
Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) juga dijadwalkan menggelar RUPST hari ini (26/3/2025), dengan agenda utama terkait persetujuan akuisisi PT Bank Victoria Syariah (BVIS) sebagai bagian dari rencana pelepasan unit usaha syariah (UUS) BTN Syariah untuk menjadi Bank Umum Syariah (BUS).
Dalam prospektusnya, BTN merencanakan akuisisi seluruh saham BVIS dengan nilai mencapai Rp1,06 triliun. Saat ini, pemegang saham BVIS terdiri dari PT Victoria Investama Tbk. (80,18%), PT Bank Victoria International Tbk. (19,80%), dan Balai Harta Peninggalan Jakarta (0,0016%). Akuisisi ini akan dibiayai sepenuhnya dari dana internal BTN tanpa pinjaman dari pihak lain.
Selain akuisisi, RUPST BTN juga akan membahas penggunaan laba bersih tahun buku 2024, termasuk pembagian dividen. Persetujuan perubahan pengurus perseroan serta penetapan gaji, honorarium, dan insentif kinerja untuk direksi dan dewan komisaris tahun 2025 juga menjadi bagian dari agenda rapat.
(emb/emb)