Newsletter

RI Hadapi 2 Ujian Maha Berat: Kabar "Panas" dari AS & Serangan China

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
10 March 2025 06:00
Patung Fearless Girl menghadap Bursa Efek New York pada 2 Juli 2024, di New York. Sebagian besar saham global melemah setelah indeks acuan berakhir lebih tinggi di Wall Street. (AP Photo/Peter Morgan)
Foto: Patung Fearless Girl menghadap Bursa Efek New York pada 2 Juli 2024, di New York. Sebagian besar saham global melemah setelah indeks acuan berakhir lebih tinggi di Wall Street. (AP Photo/Peter Morgan)

Pasar saham Amerika Serikat (AS) Wall Street ditutup sumringah pada perdagangan akhir pekan lalu. Meskipun terdapat kekhawatiran mengenai perlambatan ekonomi yang disebabkan dari perang tarif dagang, akan tetapi pasar Wall Street mencoba bertahan.

Pada penutupan perdagangan Jumat (7/3/2025), Dow Jones menguat 0,52% di level 42.801,72, begitu juga dengan S&P 500 naik 0,55% di level 5.770,20, dan Nasdaq terapresiasi 0,70% di level 18.196,22.

Laporan inflasi kritis pada pekan lalu dapat semakin mengguncang pasar saham AS yang semakin bergejolak, dengan investor khawatir tentang perlambatan pertumbuhan ekonomi dan tarif Presiden Donald Trump.

Meskipun naik pada hari Jumat, indeks acuan S&P 500 menandai minggu terburuknya dalam enam bulan. Nasdaq Composite yang berisi saham teknologi teknologi pada hari Kamis berakhir turun dari penutupan tertinggi sepanjang masa di bulan Desember, yang mengonfirmasi bahwa indeks tersebut telah mengalami koreksi selama beberapa bulan.

Investor bergulat dengan perubahan kebijakan yang dramatis di seluruh dunia. Penerapan tarif baru Trump yang bolak-balik terhadap Meksiko, Kanada, dan China memperburuk kekhawatiran luas tentang ekonomi. Pasar juga terguncang oleh rencana belanja mengejutkan Jerman, yang mendorong aksi jual pada indeks acuan German Bund.

Karena data ekonomi AS baru-baru ini mengecewakan, satu sisi positif bagi saham adalah pasar memperhitungkan lebih banyak pemotongan suku bunga oleh The Federal Reserve (The Fed) tahun ini untuk memperhitungkan potensi pelemahan pertumbuhan.

Namun, laporan indeks harga konsumen AS hari Rabu dapat menggagalkan ekspektasi tersebut jika mengonfirmasi bahwa inflasi masih membara pada level yang memaksa The Fed untuk mempertahankan kebijakan moneter lebih ketat.

"CPI yang tinggi kemungkinan akan membuat pasar takut," ujar Bryant VanCronkhite, manajer portofolio senior di Allspring Global Investments. "Pasar masih menginginkan The Fed untuk datang menyelamatkan, sampai inflasi dan ekspektasi inflasi turun, The Fed terkekang."

Investor memperhatikan data CPI bulan lalu yang lebih tinggi dari perkiraan yang menyebabkan inflasi naik 0,5% pada bulan Januari, kenaikan bulanan terbesar sejak Agustus 2023.

CPI untuk bulan Februari diperkirakan naik 0,3%, menurut jajak pendapat Reuters.

Laporan inflasi akan menjadi salah satu data kunci terakhir sebelum pertemuan The Fed berikutnya pada 18-19 Maret. Sementara bank sentral diharapkan mempertahankan suku bunga acuannya tetap pada 4,25%-4,5% pada pertemuan itu, dana berjangka The Fed mengindikasikan sekitar 70 basis poin pelonggaran lagi diharapkan hingga Desember tahun ini, menurut data LSEG.

(saw/saw)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular