
Perang Dagang Datang di Awal Ramadhan, IHSG- Rupiah Bisa Terguncang

- Pasar keuangan Indonesia ambruk berjamaah, IHSG jeblok da rupiah melemah
- Bursa Wall Street ambruk setelah Trump menegaskan komitmen pengenaan tarif ke Kanada dan Meksiko
- Kebijakan tarif trump, data inflasi AS serta sentimen Ramadhan akan menjadi penggerak utama pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ambruk berjamaah di mana IHSG jatuh ke level terendah 3,5 tahun dan rupiah juga jatuh. Surat Beerharag Negara (SBN) pun ramai dijual investor sehingga imbal hasilnya terbang.
Pasar keuangan hari ini diproyeksi masih akan tertekan karena kebijakan di Amerika Serikat (AS). Selengkapnya mengenai proyeksi pasar keuangan hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok pada penutupan perdagangan kemarin Kamis (27/2/2025).
IHSG ditutup melemah 1,83% ke level 6.485,45. Posisi tersebut adalah yang terendah sejak 11 Oktober 2021 atau sekitar 3,5 tahun terakhir.
Sebanyak 13 saham melemah, 196 saham menguat, dan 184 stagnan. Nilai transaksi mencapai Rp13 triliun dengan volume perdagangan sebesar 18,87 miliar saham dalam 1,15 juta transaksi. Aksi jual masih mendominasi, membuat pasar sulit bangkit.
Sektor finansial menjadi penyumbang utama tekanan di bursa. Saham perbankan besar seperti PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI) jatuh 4,97% dan menyumbang penurunan sebesar 29,20 indeks poin.
PT Bank Mandiri BMRI juga merosot 5,38%, berkontribusi 23,23 indeks poin terhadap pelemahan IHSG. Tak ketinggalan, PT Bank Sentral Asia (BBCA) turun 2,85% dengan dampak negatif sebesar 16,27 indeks poin. Pelemahan ini sejalan dengan aksi jual asing yang terus berlanjut. Dalam tiga hari terakhir, investor asing mencatat net sell sebesar Rp3,47 triliun pada Senin, Rp1,6 triliun pada Selasa, dan Rp323,56 miliar pada Rabu, serta Rp 1,88 triliun pada Kamis kemarin.
Pasar domestik masih dihantui sentimen negatif. Morgan Stanley menurunkan peringkat saham Indonesia dalam MSCI dari equal-weight (EW) menjadi underweight (UW). Pelemahan ini dikaitkan dengan prospek pertumbuhan ekonomi yang melemah serta menurunnya profitabilitas sektor siklikal.
Selain itu, tekanan terhadap perbankan meningkat setelah data Bank Indonesia (BI) menunjukkan dana pihak ketiga (DPK) perorangan terkontraksi 2,6% secara tahunan (yoy) pada Januari 2025, lebih dalam dibanding kontraksi 2,1% yoy pada Desember 2024. Pergeseran likuiditas ini menandakan tantangan besar bagi sektor keuangan dalam menjaga profitabilitas.
Rupiah Kian Tertekan, Dolar AS Menguat ke Rp16.445
Dari pasar mata uang, rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah penantian data inflasi pengeluaran pribadi warga AS atau PCE AS.
Pada perdagangan Kamis (27/2/2025), rupiah ditutup melemah 0,49% ke level Rp16.445/US$, menyamai level terendah sejak 21 Juni 2024. Tekanan ini semakin kuat seiring penguatan indeks dolar AS (DXY), yang naik 0,15% ke level 106,57, lebih tinggi dibandingkan posisi sehari sebelumnya di 106,42.
Pasar saat ini menanti rilis data inflasi PCE AS yang akan menjadi acuan bagi kebijakan moneter The Fed. Sebelumnya, inflasi PCE Desember 2024 tercatat naik 0,3% secara bulanan, kenaikan tertinggi dalam delapan bulan.
Secara tahunan, inflasi PCE naik tipis ke 2,6% dari 2,4% pada November, sesuai dengan ekspektasi. Untuk Januari 2025, proyeksi inflasi PCE tahunan berada di 2,5% yoy, sedikit lebih rendah dari bulan sebelumnya, namun masih di atas target 2% yang diinginkan The Fed.
Dengan inflasi yang belum turun sesuai target, peluang pemangkasan suku bunga The Fed dalam waktu dekat semakin kecil. Hal ini membuat indeks dolar AS tetap kuat dan menekan rupiah.
Meski demikian, ekonom senior yang juga Staf Khusus Menko Perekonomian Raden Pardede menilai pelemahan rupiah masih dalam batas wajar dibanding mata uang negara lain. "Sebetulnya kalau kita jujur melihatnya, rupiah tidak terlalu bermasalah meskipun melemah," ujar Raden dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2025 di Jakarta, Rabu (26/2/2025).
Selanjutnya, ke pasar surat utang kemarin di mana yield SBN tenor 10 tahun terpantau naik ke 6,92% kemarin, dari 6,85% pada hari sebelumnya.
Sebagai catatan, pergerakan yield pada surat utang itu berlawanan arah dengan harga. Maka, dengan melandainya yield ini menunjukkan bahwa harga sedang naik karena banyak dibeli investor.
Dari Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street ambruk berjamaah setelah Presiden Donald Trump mengumumkan tarif untuk Kanada dan Meksiko akan diterapkan sesuai rencana. Bursa juga jeblok setelah saham Nvidia ambruk 8,5% sehari.
Indeks S&P ambruk 1,59% ke 5.861,57, indeks Nasdaq jeblok 2,78% ke 18.544,42 sementara indeks Dow jones kehilangan 193,62 poin, atau 0,45%, ke 43.239,50.
Trump mengumumkan bahwa tarif yang diusulkan sebesar 25% untuk Meksiko dan Kanada akan mulai berlaku pada 4 Maret setelah moratorium satu bulan berakhir. Trump mengklaim bahwa kedua negara tersebut belum cukup mengurangi aliran obat terlarang melalui perbatasan. Presiden juga menyatakan bahwa China, yang sudah menghadapi tarif 10% dari AS, akan dikenakan tarif tambahan sebesar 10%.
"Kami berada di pasar yang terhenti, terikat pada rentang tertentu, sedikit irasional, sementara menunggu kejelasan kebijakan," kata Jay Hatfield, CEO Infrastructure Capital Advisor, kepada CNBC international.
Saham Nvidia turun meskipun raksasa chip ini melebihi estimasi kuartal keempat baik dari sisi pendapatan maupun laba. Namun, perusahaan ini mencatat penurunan margin bruto untuk kuartal tersebut dan kenaikan pendapatan terkecil dalam dua tahun, yang menimbulkan pertanyaan apakah mereka mempertahankan momentum.
Nvidia mengumumkan kenaikan pendapatan sebesar 78% sebesar US$ 39,33 miliar pada periode Oktober-Desember 2024. Pendapatan pada 2024 meloncat 114% ke US$ 130,5 miliar.
"Laba Nvidia luar biasa, tetapi itu terjadi di pasar saham yang sangat bergejolak," kata James Demmert, kepala pejabat investasi di Main Street Research.
Selain deklarasi tarif Trump, lonjakan klaim pengangguran juga ikut menekan pasar. Kenaikan klaim pengangguran meningkatkan kekhawatiran baru tentang pelambatan ekonomi. Klaim pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 22 Februari tercatat 242.000. Angka ini naik 22.000 dari level yang direvisi minggu sebelumnya dan lebih tinggi dari estimasi Dow Jones yang memperkirakan 225.000.
Kenaikan pengangguran terjadi setelah sejumlah laporan ekonomi lainnya baru-baru ini juga mengecewakan dan menunjukkan ekonomi AS melambat. Kondisi ini mengguncang saham dan meningkatkan kekhawatiran tentang kesehatan ekonomi AS.
Pasar keuangan Indonesia hari ini diperkirakan masih akan tertekan karena banyaknya sentimen negatif, terutama dari luar negeri. Kebijakan tarif Trump hingga pengumuman data inflasi PCE serta lonjakan dolar AS bisa membuat pasar lesu.
Satu faktor positif datang dari datangnya bulan puasa pada akhir pekan ini.
Kebijakan Tarif Trump
Presiden Trump kembali mempertegas tabuhan genderang perang dagangnya dengan mengumumkan tarif baru terhadap Meksiko dan Kanada sebesar 25% akan mulai berlaku pada 4 Maret, sementara China akan dikenakan tambahan tarif 10% pada tanggal yang sama. Keputusan ini memperkuat kebijakan proteksionisme ekonomi yang menjadi ciri khas pemerintahannya, sekaligus menambah ketidakpastian di pasar global.
Sebagai catatan, pada 4 Maret 2025 adalah pekan pertama di bulan Ramadhan sehingga kebijakan Trump ini diyakini berdampak besar terhadap pasar keuangan pekan tersebut.
Kebijakan tarif ini sebelumnya sempat ditangguhkan pada 3 Februari untuk jangka waktu satu bulan, yang menyebabkan kebingungan tentang apakah tarif akan kembali diberlakukan atau tidak setelah periode penundaan berakhir.
Dalam sebuah unggahan di Truth Social pada Kamis(27/2/2025), Trump memastikan bahwa tarif tersebut akan berjalan sesuai jadwal.
Dalam pernyataannya, Trump mengeklaim bahwa perdagangan narkotika ilegal dari Meksiko dan Kanada ke AS masih berada pada tingkat yang sangat tinggi dan tidak dapat diterima, meskipun kedua negara telah berjanji untuk meningkatkan pengawasan di perbatasan mereka.
"Kami tidak bisa membiarkan ancaman ini terus merusak AS. Oleh karena itu, hingga masalah ini berhenti atau setidaknya sangat dibatasi, tarif yang dijadwalkan untuk diberlakukan pada 4 Maret akan tetap berlaku, seperti yang telah dijadwalkan sebelumnya," tulis Trump, sebagaimana dikutip dari CNBC International.
Selain itu, ia mengumumkan bahwa China yang saat ini sudah dikenai tarif 10% akan menghadapi tambahan tarif 10% lagi, sehingga total tarif yang dikenakan terhadap impor China akan meningkat menjadi 20% mulai 4 Maret.
Trump juga menegaskan bahwa tanggal 2 April akan tetap menjadi hari berlakunya kebijakan tarif timbal balik (resiprokal) yang ia canangkan.
MSCI Pangkas Bobot Saham Indonesia, Investor Waspada
Hari ini, 28 Februari 2025, Morgan Stanley Capital International (MSCI) akan melakukan cutoff perubahan bobot saham Indonesia dalam indeks globalnya. Efektif per 3 Maret 2025, MSCI mengurangi bobot Indonesia dari 2,2% menjadi 1,5%, yang diperkirakan memicu tekanan jual dari investor asing dalam beberapa hari ke depan.
Sebelumnya, MSCI telah memangkas jumlah konstituen saham Indonesia secara bertahap. Dalam rebalancing terbarunya, MSCI tidak menambah saham baru di kategori large cap Indonesia, tetapi justru mengeluarkan tiga saham yakni PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). MDKA dan INKP kini masuk ke kategori small cap, sedangkan UNVR dikeluarkan sepenuhnya dari daftar konstituen MSCI. Perubahan ini mempersempit cakupan investasi asing di pasar saham domestik.
Dampak pemangkasan bobot Indonesia dalam MSCI ini juga semakin terasa dengan penurunan peringkat saham Indonesia dari equal-weight (EW) menjadi underweight (UW). Morgan Stanley mencatat bahwa tren return on equity (ROE) saham-saham Indonesia terus melemah akibat perlambatan ekonomi dan tekanan terhadap sektor siklikal. Dengan rebalancing yang makin menggerus bobot saham Indonesia, investor diharapkan mencermati aliran dana asing dan volatilitas yang berpotensi meningkat dalam waktu dekat.
Data Inflasi PCE AS Jadi Penentu Arah Pasar
Selain rebalancing MSCI, pelaku pasar hari ini juga menanti rilis data Core Personal Consumption Expenditures (PCE) Price Index atau inflasi peribadi konsumen AS untuk Januari 2025. Inflasi PCE menjadi pertimbangan utama bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).
Inflasi PCE pada Desember 2024 sebelumnya mencatat kenaikan 2,8% (yoy) sementara proyeksi terbaru berada di 2,6% (yoy). Jika inflasi lebih tinggi dari ekspektasi, maka peluang pemangkasan suku bunga The Fed kemungkinan akan semakin tertunda.
Berdasarkan konsensus ekonom, inflasi PCE diperkirakan naik 0,3% secara bulanan dan 2,5% secara tahunan, sementara Core PCE diprediksi tumbuh 0,3% MoM dan 2,6% YoY. Meski ada tren penurunan, data ini tetap menunjukkan inflasi berada di atas target The Fed yang menginginkan inflasi turun ke level 2%.
Analis menilai bahwa angka inflasi yang masih tinggi bisa membuat The Fed mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama. Bahkan, Goldman Sachs memperkirakan bahwa data ini bisa meredakan kekhawatiran pasar terhadap perlambatan inflasi, seiring dengan kebijakan suku bunga ketat yang terus dipertahankan oleh bank sentral AS. Dengan demikian, respons pasar terhadap laporan PCE ini akan menjadi faktor kunci dalam pergerakan aset keuangan hari ini.
Pertumbuhan Ekonomi AS dan Klaim Pengangguran
Pasar juga akan mencermati rilis estimasi kedua pertumbuhan ekonomi AS untuk kuartal IV 2024. Pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 2,3% pada kuartal IV-2024, jauh le ih rendah dibandingkan 3,1% pada kuartal III-2024.
Data ini semakin menandai lesunya ekonomi AS setelah sejumlah indikator mulai dari kepercayaan konsumen, penjualan ruah, hingga manufaktur.
Klaim pengangguran untuk minggu yang berakhir pada 22 Februari tercatat 242.000. Angka ini naik 22.000 dari level yang direvisi minggu sebelumnya dan lebih tinggi dari estimasi Dow Jones yang memperkirakan 225.000.
Indeks Dolar Menguat Signifikan
indeks dolar menembus 107, 29 pada perdagangan kemarin, level tertingginya dalam delapan hari terakhir. Kenaikan indeks dolar ini menandai investor tengah berburu dolar dan kemungkinan besar menjual instrumen lain non-berdenominasi dolar.
Kenaikan indeks dolar juga biasanya menandai adanya outflow dari Emerging Market karena investor menjual instrumen investasinya di Emerging Market, termasuk rupiah, dan kembali membeli dolar.
Kondisi ini bisa membuat rupiah kembali tertekan karena outflow.
Sentimen Ramadhan
Umat Islam Indonesia akan menyambut Ramadhan pada akhir pekan ini. Muhammadiyah sudah mengumumkan akan memulai puasa pada Sabtu (1/3/2025) sementara pemerintah akan melakukan sidang isbat hari ini.
Puasa diharapkan bisa meningkatkan konsumsi masyarakat yang akan berdampak positif pada perusahaan dan ekonomi Indonesia. Saham-sahamm consumer goods akan diuntungkan seperti PT Unilever Indonesia dan Indogood Group.
Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
Core PCE Price Index Januari. Indikator inflasi favorit The Fed. Sebelumnya, indeks ini naik 2,8% YoY, dan ekspektasi pasar berada di 2,7%. Jika inflasi lebih tinggi dari perkiraan, maka kemungkinan pemangkasan suku bunga The Fed akan tertunda.
Goods Trade Balance (Neraca Perdagangan Barang) Januari . Defisit perdagangan sebelumnya tercatat US$122,1 miliar, dan jika defisit melebar, bisa menjadi sinyal tekanan bagi perekonomian AS.
Presiden Prabowo memberikan pengarahan dalam rangka Pembelajaran Orientasi Kepemimpinan bagi Kepala Daerah Seluruh Indonesia di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah
Pencatatan perdana Reksa Dana Indeks Premier ETF IDX-Pefindo Prime Bank (XIPB) di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Jakarta Selatan (09.00 WIB)
Konferensi pers Laporan Kinerja Industri Asuransi Full Year 2024 yang akan diadakan di Rumah AAJI, Jakarta Pusat (14.30 WIB)
LPPI menggelar seminar "Bullion Bank: Bank atau Lembaga Gadai Emas?" secara virtual. Turut hadir antara lain Direktur Utama BSI dan Direktur Pemasaran dan Pengembangan Produk Pegadaian (13.30 WIB)
Menteri Perdagangan akan melepas ekspor perdana komoditas kratom di PT Oneject Indonesia (pabrik Bekasi), Cikarang Pusat, Bekasi, Jawa Barat (09.00 WIB)
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- Right Issue IATA
Berikut untuk indikator ekonomi RI :
CNBC Indonesia Research
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut. |
(emb/emb) Next Article Perang Dagang Tinggal Tunggu Waktu, Sanggupkah IHSG-Rupiah Bertahan?