Newsletter

Hari Penentuan! BI Umumkan Keputusan Genting Hari Ini

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
19 February 2025 06:15
Dewan Gubernur Bank Indonesia dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan September 2024.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
  • Pasar keuangan RI kemarin bergerak mixed, IHSG menguat, obligasi diburu, tetapi rupiah melemah.

  • Wall Street berpesta, S&P mencetak rekor penutupan tertinggi

  • Keputusan suku bunga Bank Indonesia (BI) akan menentukan nasib pasar keuangan RI hari ini.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan RI pada perdagangan kemarin Selasa (18/2/2025) bergerak beragam. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak hijau, obligasi diburu investor, tetapi rupiah melemah.

IHSG sepanjang perdagangan kemarin terpantau menguat 0,62% ke posisi 6873,54. Apresiasi tersebut kemudian melanjutkan penguatan IHSG selama tiga hari beruntun.

Ada sebanyak 354 saham terpantau naik, 196 saham turun, dan 238 saham stagnan.

 

Adapun total nilai transaksi di bursa kemarin mencapai Rp 12,68 triliun. Volume perdagangan sebanyak 22,89 miliar saham dengan frekuensi sebanyak 1.231.251 kali.

Mayoritas sektor saham menguat pada penutupan pasar kemarin. Penguatan terbesar terjadi pada sektor barang konsumsi non primer sebesar 2%. Diikuti penguatan di sektor kesehatan 1,5%, sektor keuangan 1%, sektor barang konsumsi primer 0,9%, dan sektor perindustrian 0,7%.

Beralih ke pasar nilai tukar, rupiah malah terpantau kontras dengan bergerak ke zona merah.

Merujuk data Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,37% ke angka Rp16.270/US$. Pelemahan ini mematahkan tren penguatan yang terjadi empat hari beruntun.

Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 14:54 WIB naik 0,29% di angka 106,88. Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan posisi sehari sebelumnya (17/2/2025) yang berada di angka 106,57.

Depresiasi yang terjadi pada rupiah akibat dari DXY yang cenderung mengalami apresiasi.

Sementara itu, pelaku pasar juga mengantisipasi hasil hasil RDG BI yang akan dirilis pada Rabu siang hari ini (19/2/2025).

Sebagian pelaku pasar memperkirakan BI akan memangkas suku bunga kembali sementara sebagian lain memproyeksi BI akan mempertahankan suku bunga.

Seperti diketahui, sebelumnya BI secara mengejutkan memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi 5,75% pada Januari 2025. BI memangkas suku bunga sebagai upaya untuk mendongkrak pertumbuhan.

Sedangkan konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 19 lembaga/institusi secara mayoritas memberikan proyeksi bahwa BI tampaknya akan menahan suku bunganya di level 5,75%.

Namun, delapan dari 19 lembaga/institusi tersebut justru memperkirakan bahwa BI akan menurunkan suku bunganya sebesar 25 bps ke level 5,50%.

Beralih lagi ke instrumen surat utang, pada perdagangan kemarin terpantau masih diburu investor. Perdagangan kemarin juga bersamaan dengan adanya lelang Surat Utang Negara (SUN).

Mengutip data Refinitiv pada perdagangan kemarin sekitar pukul 15.40 WIB, yield obligasi acuan RI dengan tenor 10 tahun mengalami penutunan 1,04% atau setara 7,1 basis poin (bps) ke posisi 6,76%.

Sebagai catatan, pergerakan yield dan harga itu berlawanan. Jadi, ketika yiled turun, maka harga menguat.

Adapun, untuk minat yang masuk dalam lelang SUN kemarin mencapai Rp84 triliun dengan yang dimenangkan sebanyak Rp30 triliun.

Dari jumlah yang terserap tersebut, nilai-nya mencapai 115,38% atau melampaui target indikatif yang ditetapkan sebanyak Rp26 triliun.

Dari Amerika Serikat, bursa Wall Street berpesta pora. Indeks S&P 500 bahkan ditutup pada level tertinggi sepanjang masa Selasa waktu AS atau Rabu dini hari waktu Indonesia.

Indeks S&P ditutup menguat 0,24% ke level rekor baru di 6.129,58, setelah menyentuh rekor intraday 6.129,63.

Indeks Nasdaq ditutup naik 0,07% ke 20.041,26 sementara Dow Jones Industrial Average menguat 10 poin, atau 0,02% di 44.556,34.

Sektor energi menjadi sektor dengan kinerja terbaik di S&P 500, naik 1,9% di mana Halliburton dan Valero Energy memimpin kenaikan tersebut. Saham teknologi juga merangkak naik.

Namun demikian, penurunan sekitar 1% di sektor barang konsumen dan 1,2% di sektor layanan komunikasi memberikan tekanan pada pasar secara keseluruhan. Meta Platforms ditutup turun 2,7% dan mengakhiri rekor kenaikan 20 hari berturut-turut.

"Secara keseluruhan, pasar masih mencoba untuk keluar dari konsolidasi yang telah berlangsung sejak awal Desember," kata Chris Larkin, direktur pelaksana perdagangan dan investasi di E-Trade dari Morgan Stanley, kepada CNBC International.

"Minggu ini menandai dimulainya musim laporan laba untuk sektor ritel, tetapi berita dari Washington, terutama terkait tarif, bisa terus menjadi faktor tak terduga bagi pasar." Imbuhnya.

Secara umum, sektor industri, barang konsumen diskresioner, energi, utilitas, barang konsumen pokok, dan sektor keuangan menjadi yang paling melonjak sementara sektor teknologi menjadi yang paling menekan.

"Saya rasa orang masih mencoba untuk mencerna semua yang terjadi dengan tidak hanya tarif dan bagaimana itu dapat memengaruhi banyak hal, tetapi juga penilaian secara umum. Kami merasa pasar cukup mahal." kata Sandy Villere, manajer portofolio di Villere & Co di New Orleans, kepada Reuters.

Wall Street baru saja melewati pekan yang menguntungkan bagi indeks utama. Dow naik sekitar 0,6% minggu lalu, sementara S&P 500 naik 1,5%. Nasdaq naik 2,6%.

Sebagian besar kenaikan minggu lalu terjadi pada Kamis setelah Presiden Donald Trump mengumumkan rencana pemberlakuan tarif resiprokal atau tarif timbal balik.

Pelaku pasar kini menunggu rilis risalah Federal Open Market Committee (FOMC) dari bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) yang akan keluar Rabu waktu AS.

Sejumlah sentimen eksternal dan internal akan mendorong pergerakan rupiah hingga IHSG hari ini. Menghijaunya Wall Street diharapkan menjadi angin segar bagi pelaku pasar keuangan.

Siang ini para pelaku pasar juga menantikan kabar penting dari BI. Mereka menunggu apakah BI akan memangkas suku bunga atau BI ratenya atau kembali menahan suku bunganya. Adapun Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) diselenggarakan pada Selasa dan Rabu pekan ini (18-19 Februari 2025).

Sebelumnya ,BI secara mengejutkan memangkas BI rate sebanyak 25 basis poin (bps) pada Januari 2025, hal ini dilakukan untuk menggenjot perekonomian dalam negeri. Pemangkasan ini adalah yang pertama sejak September 2024.

Keputusan BI ini hanya akan berjarak beberapa jam dari kabar penting dari Amerika Serikat yakni rilis FOMC bank sentral AS The Fed. Rilis ini sangat ditunggu pasar sebagai petunjuk kebijakan suku bunga ke depan.

Pelaku pasar dan masyarakat kini menunggu apa yang akan dilakukan BI dalam mengelola suku bunga (BI rate) di tengah gejolak yang ada saat ini.

Konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 19 lembaga/institusi secara mayoritas memberikan proyeksi bahwa BI tampaknya akan menahan suku bunganya di level 5,75%.

Namun, delapan dari 19 lembaga/institusi tersebut justru memperkirakan bahwa BI akan menurunkan suku bunganya sebesar 25 bps ke level 5,50%.

Pada Januari lalu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan ini konsisten dengan tetap rendahnya perkiraan inflasi 2025 dan 2026 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1%, terjaganya nilai tukar rupiah yang sesuai dengan fundamental untuk mengendalikan inflasi dalam sasarannya, dan perlunya upaya untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Kami dalam dua hari ini melakukan exercise, skenario-skenario nilai tukar , kesimpulannya nilai tukar sekarang dan ke depan masih konsisten dengan nilai fundamental yaitu pencapaian inflasi dan perkembangan lainnya," kata Perry, usai Rapat RDG, Januari 2025.

Perry pun menegaskan, data terbaru yang membuat Dewan Gubernur BI memutuskan untuk menurunkan suku bunga BI Rate saat ini ialah adanya potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat ke depan. Bahkan, ia mengubah prospek pertumbuhan ekonomi RI 2025 dari 4,8-5,6% menjadi 4,7-5,5%.

"Data-data kuartal IV dan juga berbagai hasil survei kita ke depan menunjukkan ada kecenderungan pertumbuhan ekonomi kita, khususnya di tahun 2025 dan mulai kelihatan di triwulan IV ini lebih rendah dari perkiraan, 2024 sedikit lebih rendah dari titik tengah berarti di atas 5% tapi di bawah titik tengahnya 5,1%," tegas Perry.

"2025 titik tengahnya yang 5,2% itu lebih rendah menjadi 5,1%, oleh karena itu this is the timing untuk menurunkan suku bunga supaya bisa menciptakan growth story yang lebih baik," ungkapnya.

Pertumbuhan Kredit Perbankan

Selain menanti keputusan suku bunga, pelaku pasar juga akan mencermati kondisi terkini dari laju penyaluran kredit sektor perbankan.

BI memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2025 sebesar 11-13%. Sedikit lebih tinggi dibandingkan realisasi pada tahun sebelumnya.

Pertumbuhan kredit pada Desember 2024 mencapai 10,39% (yoy). Dari sisi penawaran, pertumbuhan kredit dipengaruhi oleh terjaganya minat penyaluran kredit perbankan, berlanjutnya realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan, tersedianya dukungan pendanaan dari pertumbuhan DPK, serta positifnya dampak KLM Bank Indonesia.

Sementara dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit didukung oleh kinerja usaha korporasi yang terjaga, di tengah konsumsi rumah tangga yang terbatas.

Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi, masing-masing sebesar 8,35% (yoy), 13,62% (yoy), dan 10,61% (yoy). Pembiayaan syariah tumbuh sebesar 9,87% (yoy), sementara kredit UMKM tumbuh 3,37% (yoy).

Menanti Langkah The Fed

Beralih ke eksternal, pada perdagangan besok juga akan terpengaruh dari sikap antisipasi pelaku pasar akan hasil risalah FOMC minutes yang akan menunjukkan langkah the Fed ke depan.

Data risalah tersebut akan kita dapatkan pada Kamis dini hari (20/2/2025). Sebelumnya, dalam dot plot Desember, laju cut rate diperkirakan akan melambat menjadi sekitar dua kali pemangkasan saja.

Namun, ada potensi dot plot bisa berubah mengikuti perkembangan kondisi ekonomi terbaru, mengingat inflasi pada Januari ternyata lebih ketat dari yang diperkirakan.

Pada pekan lalu, Ketua The Fed, Jerome Powell juga mengatakan pidato minggu ini bahwa The Fed tidak terburu-buru untuk memangkas suku bunga lagi.

Menurut CME FedWatch Tool per 18 Februari 2025 menunjukkan potensi pemangkasan suku bunga menyusut menjadi satu kali dengan probability 44,8% pada Juli mendatang.

Peluang pemangkasan suku bunga sepanjang 2025 menurut CME FedWatch ToolFoto: CME FedWatch Tool
Peluang pemangkasan suku bunga sepanjang 2025 menurut CME FedWatch Tool

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk :

  • Konferensi pers Bank Indonesia (BI)

  • Penandatanganan MoU dengan Kementerian BUMN, Kementerian HAM, dan PT Garuda Indonesia (Persero)
  • Rilis risalah FOMC

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada :

  • Tanggal terakhir tender offer MASA

  • RUPS DNAR

Berikut untuk indikator ekonomi RI :

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut. 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular