Newsletter

Maaf, Belum Ada Kabar Baik! Investor Mesti Waspada Hari Ini

Revo M, CNBC Indonesia
07 February 2025 06:00
Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham saat Pembukaan Perdagangan Tahun di Gedunh Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Foto: Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham saat Pembukaan Perdagangan Tahun di Gedunh Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (2/1/2025). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Sepanjang hari ini, pasar saham domestik tampaknya masih akan diterpa volatilitas yang cukup besar baik terhadap IHSG maupun rupiah. Terkhusus bagi pasar saham Indonesia, net foreign sell yang begitu besar dan bahkan dalam beberapa hari terakhir terus tercatat jual bersih dari investor asing membuat tekanan yang tak terbendung dan berpotensi menyentuh level yang lebih rendah.

Selain itu, pelaku pasar saat ini juga menunggu data dari AS yang akan dirilis nanti malam khususnya perihal data ketenagakerjaannya.

Cadangan Devisa RI

Hari ini, Bank Indonesia (BI) akan merilis data cadangan devisa (cadev) periode Januari 2025 yang diperkirakan masih berada di level yang cukup tinggi.

Sebelumnya pada Desember 2024, data cadev Indonesia mencapai rekor tertingginya yakni naik US$5,5 miliar menjadi US$155,7 miliar. 

Peningkatan ini didorong oleh penerimaan pajak dan jasa, pinjaman luar negeri pemerintah, serta penerimaan minyak dan gas, di tengah kebijakan stabilisasi Rupiah sebagai respons terhadap ketidakpastian keuangan global.

Cadangan ini cukup untuk membiayai 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang, jauh di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan. Bank Indonesia memandang cadangan devisa ini memadai untuk mendukung ketahanan eksternal, dengan prospek ekspor yang positif serta surplus yang berkelanjutan dalam neraca modal dan finansial, didukung oleh persepsi investor yang positif dan imbal hasil investasi yang menarik.

Besarnya cadev ini akan menjadi hal yang positif bagi Indonesia karena memiliki beberapa fungsi penting dalam perekonomian suatu negara. Di antaranya ntuk menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan, seperti menjaga stabilitas nilai tukar rupiah (mengintervensi pasar valuta asing), membiayai kebutuhan impor (membiayai impor barang dan jasa penting), hingga membayar utang luar negeri (membayar kewajiban utang luar negeri, baik pokok maupun bunganya).

Non-Farm Payroll & Unemployment Rate di AS

Dari AS, laporan ketenagakerjaan Non-Farm Payrolls (NFP) Januari akan menjadi kunci bagi arah kebijakan bank sentral AS (The Fed). Konsensus memperkirakan NFP berada di 170.000 yang akan menjadi angka terendah dalam tiga bulan terakhir, mencerminkan perlambatan dari 256 ribu lapangan kerja yang ditambahkan pada Desember tahun lalu.

Sementara tingkat pengangguran diproyeksikan stabil di 4,1%. Sedangkan, upah diperkirakan naik sebesar 0,3% secara bulanan, sama seperti pada Desember, sehingga pertumbuhan upah tahunan sedikit menurun menjadi 3,8%.

Laporan Januari akan mencakup revisi tahunan benchmark, yang dapat secara signifikan mengubah angka ketenagakerjaan sebelumnya. Sepanjang 2024, lapangan kerja di sektor non-pertanian (payroll employment) meningkat sebesar 2,2 juta, dengan rata-rata kenaikan bulanan sebesar 186 ribu, lebih rendah dibandingkan 3,0 juta pada tahun 2023 yang mewakili rata-rata kenaikan bulanan sebesar 251 ribu.

Namun demikian, angka-angka tersebut tetap menunjukkan pasar tenaga kerja yang kuat dan stabil.

IHSG Rawan Longsor

Tekanan terhadap IHSG tampak cukup dalam hingga saat ini. IHSG telah terkoreksi dua hari beruntun dengan total hampir 3% yang diikuti dengan net foreign sell dalam jumlah yang cukup besar. Dalam empat hari terakhir, tercatat total net foreign sell hampir Rp3,3 triliun.

Terkhusus pada Kamis kemarin, IHSG sempat ambruk hingga titik terdalamnya di angka 6.830,112 atau melemah 2,76%.

Menanggapi hal ini, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta mengatakan fluktuasi IHSG sudah terjadi sejak awal tahun dan dipengaruhi oleh faktor global yang merupakan imbas dari kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang dinilai perfeksionis.

"Karena sejatinya sentimen dari Donald Trump kuat. Pelaku pasar sejak awal tahun benar mencermati dinamika kebijakan Trumpconomics," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Kamis (6/2).

Kebijakan Trump yang kontroversial membuat pelaku pasar berhati-hati. Termasuk kebijakan yang memicu perang dagang jilid dua.

Hal senada juga dikatakan oleh Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nicodemus. Situasi dan kondisi saat ini memang sedang tidak menguntungkan bagi investor. Meskipun Kanada dan Meksiko mengalami penundaan, tapi tidak dengan China. Negeri Tirai Bambu kemudian membalas tarif impor tersebut.

Menurutnya, kebijakan Trump berpotensi untuk mengerek inflasi di Amerika yang itu artinya, ruang pemangkasan tingkat suku bunga menjadi terbatas.

"Stabilitas pemulihan ekonomi global juga menjadi terganggu," ujarnya saat dihubungi oleh CNBC Indonesia.

Saat ini, posisi IHSG sudah menembus level support dikisaran angka 6.900an dan berpeluang untuk menyentuh level support yang lebih rendah di sekitar angka 6.700. Apabila hal ini benar terjadi, maka saham-saham bluechip berpotensi turun lebih dalam dan diikuti dengan valuasi yang semakin mu

(rev/rev)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular