Pasar saham dan nilai tukar rupiah kemarin bergerak beragam dan penuh volatilitas. Tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada perdagangan hari ini.
IHSG ditutup melejit 2,11% ke posisi 7.196,02. Sepanjang perdagangan, IHSG terpantau sumringah di mana pada awal sesi I saja IHSG sudah langsung 'tancap gas'. Kemudian di sesi II hari ini, penguatan IHSG semakin bertambah hingga akhir perdagangan berhasil melejit hingga 2%.
Secara sektoral, sektor teknologi menjadi penopang terbesar IHSG di akhir perdagangan hari ini yakni mencapai 3,18%.
Pelemahan nilai tukar rupiah bersamaan dengan sikap investor yang masih menunggu arah kebijakan moneter The Fed terkait pemangkasan suku bunga Bank sentral AS.
S&P 500 sedikit menguat pada Selasa, mencatatkan kenaikan kecil sebesar 0,05% dan ditutup pada 6.049,88, menjadi rekor penutupan baru. Nasdaq Composite juga naik 0,40% ke 19.480,91, mencatatkan rekor intraday baru setelah saham Apple mencapai titik tertinggi dalam 52 minggu terakhir. Namun, Dow Jones Industrial Average melemah, kehilangan 76,47 poin atau 0,17%, berakhir di 44.705,53.
Terry Sandven, Kepala Strategi Ekuitas di U.S. Bank Wealth Management, mengatakan, "Ekuitas AS bergerak stagnan hari ini menjelang laporan pekerjaan pada Jumat, yang mungkin memberikan wawasan tentang langkah Federal Reserve setelah pertemuan FOMC pada 17-18 Desember. Secara keseluruhan, kami melihat banyak hal positif dari ekuitas AS, meskipun ada kekhawatiran yang membayangi."
Ia menambahkan bahwa inflasi, suku bunga, dan pendapatan perusahaan mendukung bias "risk-on," serta kemajuan teknologi seperti AI Generatif yang terus memperluas pasar dan mendorong kenaikan saham.
Sejak pemilu presiden AS pada 5 November, pasar saham telah mengalami reli yang signifikan. S&P 500 telah naik 4,6%, Nasdaq melonjak sekitar 5,7%, dan Dow Jones meningkat 5,9% sejak saat itu.
Ken Mahoney, CEO Mahoney Asset Management, menambahkan, "Ketika pasar naik 10% atau lebih dengan presiden baru terpilih, secara historis Desember tidak pernah mengalami penurunan. Namun, ini bukan berarti pasar akan melesat di bulan Desember, karena November adalah bulan terbaik tahun ini untuk pasar."
Pada hari terakhir perdagangan November, Dow Jones dan S&P 500 mencetak rekor tertinggi intraday dan penutupan, dengan keduanya mencatat bulan terbaik mereka di 2024. Dow naik 7,5% dan S&P 500 tumbuh 5,7% bulan lalu.
Namun Mahoney mencatat, "Masih ada permintaan yang cukup besar untuk saham, karena saya pikir ada dana yang mulai masuk kembali setelah pemilu."
Data ekonomi yang dirilis pada Selasa menunjukkan bahwa lowongan kerja pada Oktober lebih tinggi dibandingkan September, dengan total 7,74 juta, melebihi perkiraan Dow Jones sebesar 7,5 juta.
Ini adalah yang pertama dari serangkaian data pekan ini yang diharapkan memberikan wawasan tentang kekuatan pasar tenaga kerja, dengan sorotan utama adalah laporan payrolls November yang dirilis pada Jumat.
Data ini datang menjelang pertemuan kebijakan Federal Reserve pada 17-18 Desember. Berdasarkan alat FedWatch dari CME, probabilitas bahwa bank sentral menurunkan suku bunga selama pertemuan tersebut saat ini sekitar 72%.
Pasar akan menantikan pidato Jerome Powell untuk menantikan sinyal perkembangan kebijakan suku bunga ke depan dengan kondisi terkini.
Jerome Powell akan berpidato pada Kamis (5/12/2024) pukul 1.45 WIB. Investor menantikan sinyal mengenai arah kebijakan suku bunga The Fed setelah rilis notulen FOMC bulan lalu.
Dalam notulen dari pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) November yang dirilis Rabu kemarin dini hari, pejabat The Fed menyampaikan bahwa inflasi sedang melambat dan pasar tenaga kerja tetap kuat, yang memungkinkan adanya pemotongan suku bunga lebih lanjut meskipun dilakukan secara bertahap.
Ringkasan pertemuan tersebut memuat beberapa pernyataan yang menunjukkan bahwa para pejabat merasa nyaman dengan laju inflasi, meskipun menurut sebagian besar ukuran, inflasi masih berada di atas target 2% yang ditetapkan oleh Fed.
Dengan hal tersebut, dan dengan keyakinan bahwa situasi lapangan pekerjaan masih cukup solid, anggota Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) menunjukkan bahwa kemungkinan pemotongan suku bunga lebih lanjut akan dilakukan, meskipun mereka tidak menentukan kapan dan seberapa besar.
"Dalam membahas prospek kebijakan moneter, peserta memperkirakan bahwa jika data sesuai dengan harapan, dengan inflasi yang terus menurun secara berkelanjutan menuju 2% dan ekonomi tetap berada dekat dengan kondisi pekerjaan maksimum, maka kemungkinan besar akan tepat untuk bergerak secara bertahap menuju kebijakan yang lebih netral dari waktu ke waktu," kata notulen tersebut.
 Foto: FEDWatch Fedwatch |
Pasar Tenaga Kerja AS Mendingin
Jumlah lowongan kerja di AS meningkat tajam pada bulan Oktober sementara PHK turun paling banyak dalam 1-1/2 tahun, menunjukkan pasar tenaga kerja terus melambat secara teratur.
Namun, laporan Survei Lowongan Kerja dan Perputaran Tenaga Kerja (JOLTS) dari Departemen Tenaga Kerja pada hari Selasa juga menunjukkan bahwa pengusaha ragu untuk mempekerjakan lebih banyak pekerja. Tingkat PHK yang rendah secara historis menjadi penopang pasar tenaga kerja dan ekonomi yang lebih luas melalui upah yang lebih tinggi yang mendorong pengeluaran konsumen.
Terdapat 1,11 lowongan pekerjaan untuk setiap orang yang menganggur pada bulan Oktober, naik dari 1,08 pada bulan September. Rasio ini, yang mencapai puncaknya pada angka 2,03 pada awal tahun 2022, kini berada di bawah angka 1,2 yang berlaku sebelum pandemi COVID-19.
Lowongan pekerjaan, ukuran permintaan tenaga kerja, telah meningkat sebanyak 372.000 menjadi 7,744 juta pada hari terakhir bulan Oktober, menurut Biro Statistik Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja. Data untuk bulan September direvisi lebih rendah untuk menunjukkan 7,372 juta posisi yang belum terisi, bukan 7,443 juta seperti yang dilaporkan sebelumnya.
Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan 7,475 juta lowongan.
 Foto: Refinitiv Pembukaan Lowongan Kerja AS |
Peningkatan lowongan pekerjaan dipimpin oleh sektor jasa profesional dan bisnis, dengan 209.000 posisi yang belum terisi. Lowongan meningkat sebanyak 162.000 di sektor akomodasi dan jasa makanan dan meningkat sebanyak 87.000 di sektor informasi.
Namun, terdapat 26.000 lowongan pekerjaan yang lebih sedikit di pemerintahan federal. Angka lowongan pekerjaan meningkat menjadi 4,6% dari 4,4% pada bulan September. Wilayah Selatan AS menyumbang sebagian besar lowongan pekerjaan setelah penurunan tajam pada bulan September, yang oleh para ekonom dikaitkan dengan dampak Badai Helene.
Semua posisi yang tidak terisi terdapat di bisnis kecil, dengan 321.000 lowongan di perusahaan yang mempekerjakan satu hingga sembilan orang.
Jumlah pekerja yang direkrut turun 269.000 menjadi 5,313 juta, yang disebabkan oleh penurunan di sektor konstruksi, manufaktur, keuangan dan asuransi, layanan profesional dan bisnis, serta industri rekreasi dan perhotelan. Tingkat perekrutan turun menjadi 3,3% dari 3,5% pada bulan September.
Perekrutan menurun di semua skala bisnis. Perekrutan menurun di keempat wilayah, dengan wilayah Selatan mencatat penurunan sebesar 106.000, kemungkinan karena Helene dan Badai Milton.
Proyeksi Eknomi Indonesia Jika PPn Naik Jadi 12%
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan akan mencapai 5,15%. Proyeksi tersebut terbilang optimistis, meskipun kelas menengah akan dibayangi oleh kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 2025.
Josua mengatakan konsumsi rumah tangga dan investasi diperkirakan masih menjadi pendorong utama perekonomian. Di sisi lain, risiko eksternal seperti kebijakan proteksionis Amerika Serikat (AS), perlambatan permintaan global, dan volatilitas harga komoditas menjadi tantangan yang perlu dikelola.
Di tingkat domestik, inflasi Indonesia diproyeksikan masih berada dalam target Bank Indonesia di 3,12%. Meskipun, kenaikan tarif PPN dan cukai menjadi 12% pada plastik, rokok, serta minuman manis akan memberikan tekanan terhadap inflasi.
"Kami percaya bahwa memanfaatkan potensi domestik yang dimiliki Indonesia menjadi kunci dalam mengatasi tantangan perekonomian akibat dinamika ekonomi global," katanya dalam Media Briefing - Permata Bank Economic Outlook 2025 di Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Dia melanjutkan pertumbuhan ekonomi tahun depan juga akan ditopang oleh nilai tukar rupiah yang diperkirakan menguat di rentang Rp15.200-Rp15.700/US$. Hal ini didukung oleh aliran investasi langsung dan portofolio yang masuk. Selain itu, imbal hasil obligasi diproyeksikan menurun karena kebijakan suku bunga yang lebih rendah dari Bank Indonesia dan The Fed.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
1. PMI Caixin Jasa China (pukul 8.45 WIB)
2. ISM Jasa AS (22.00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
CNBC INDONESIA RESEARCH